BAB 5

208 8 0
                                    

"Woy, kenapa mukamu ditekuk? Ga biasanya!" Sela Andro membuatku terpaksa menarik ujung bibirku dengan berat. "Aneh ya? Apa... lagi musim orang-orang jadi kaya gini? Si Nino juga aneh, jadi pendiem. Ga ngerti deh!" Omel Andro lagi, membuat bibirku yang susah payah ditarik langsung terjun payung tanpa perlawanan. Melihat ekspresiku Andro mengrenyitkan dahi nampak heran, tapi aku pura-pura tidak peduli, insiden makan malam dirumah Nino kemarin telah menyerap habis rasa semangatku.

"Kekantin yuk Sin, aku yang bayar!" Ajak Andro, ku lirik wajahnya yang berseri. Coba aja kalau ngajakinnya dari kemarin aku pasti mau. Giliran lagi begini aja, bikin bete deh.

"Males Ndro." Balasku dengan suara infrasonik. Andro saja harus mendekatkan telinganya agat dapat mendengar jawabanku. Herannya Andro tidak kehilangan semangat.

"Ku beliin nasi ayam goreng deh," bujuknya lagi membuatku melirik kearahnya dengan kasihan. Heran juga, kok Andro ngotot banget. Aku mendesah, mau gimana lagi, perutku juga lapar. Walau tidak mood perut harus tetap diisi.

"Ya udah deh, yuk." Seruku pasrah, sambil berdiri. Andro terlihat begitu senang, senyum besarnya menghasilkan lesung pipi yang pasti akan membuat banyak gadis-gadis jatuh hati. Aku berjalan terlebih dahulu, mendahului Andro.

"Sin," Panggil Andro membuat langkahku berhenti. Ku putar tubuhku menatap Andro yang berdiri sambil melihat tepat ke arahku.

"Aku, suka sama kamu." Perkataan itu membuatku membisu. Ingin sekali aku berkata "kamu bercanda ya Ndro? Ga usah bercanda deh." Tapi, mata Andro yang begitu serius membekukanku. Sesaat aku bahkan bisa melihat hanya ada bayangan diriku dimatanya. Aku melirik ke arah kanan dan kiri berusaha mencari inspirasi atau perlindungan, tapi sayangnya saat ini jalan menuju kantin sedang lenggang. Mengingat kelas lain sedang mengikuti pelajaran.

"Ndro, jujur. Sudah ada orang yang kusukai." Jawabku takut-takut, kutatap matanya penuh keraguan.

"Siapa? Nino?" Tanya Andro begitu blak-blakan, nyaris membuatku tersedak oleh liurku sendiri. Matanya menatapku dengan kepedihan dan ketegaran yang terselubung, tetapi kubalas tatapannya dengan kesungguhan dan kepastian. Aku mengangguk dengan tegas, bisa kulihat raut wajahnya yang menyiratkan keterlukaan. Aku membisu. Maafin aku Ndro.

"Udah kuduga." Desisan seorang gadis yang familier bagiku membuat bulu kudukku meremang, bisa kulihat mata Andro menancap dengan nyalang tepat ke belakangku.

"Yuk pergi," Ucap Andro sambil menarik tanganku. Aku nurut saja, toh pristiwa malam kemarin, tidak membuatku terkesan ataupun bersimpati.

"Nino ngehamilin aku loh." Ucapan Dita menghentikan langkahku dan Andro serempak. Hatiku mencelos, terasa sangat berat. Berusaha bahwa itu adalah rekayasa semata, atau setidaknya menjadi tipuan Dita lagi. Bisa kudengar langkah kakinya yang mendekat.

"Nih kalo ga percaya!" katanya sambil menyerahkan surat kepadaku. Kulirik judulnya yang menuliskan tes kehamilan sekitar dua tahun yang lalu. Nama yang terpampang disana adalah nama Dita dan Nino. Melihat nama Nino disana membuat mataku basah, aku tidak dapat melihat isi surat itu dengan jelas, tapi yang aku tahu, surat itu sudah berpindah di tangan Andro, dapat kulihat sekilas tangannya yang mengepal menahan emosi.

"Engga usah bercanda deh Dit! Ga lucu!" Bentak Andro keras membuat gadis dihadapannya terkekeh pelan.

"Aku sama sekali ga bercanda. Itu bukti nyatanya! Inget aku ga masuk hampir enam bulan dengan alasan kecelakaan sampai koma?" Ucapan Dita mengingatkan aku atas pristiwa dua tahun yang lalu, saat semua anak cewek dan cowok berusaha menyemangati Nino yang berduka atas kecelakaan dan komanya Dita. Bahkan aku masih ingat wajah tertekan dan kepedihan Nino yang sangat dalam, suasana hatinyapun menjadi begitu suram.

Menanti Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang