Epilog

318 10 0
                                    

Silaunya cahaya matahari dari sela-sela gorden membangnunkanku dari mimpi indahku, perlahan aku melepaskan pelukkanku dari tubuh Nino yang berotot dan hangat. Kutatap wajah tidurnya yang polos dengan penuh bahagia, kemudian sambil tersenyum kukecup bibir tipisnya perlahan. Aku beranjak dari ranjang, menyibakkan korden dengan hati-hati. Berharap suaranya tidak membangunkan Nino dari tidur lelapnya.

                Akhir-akhir ini Nino pulang larut, sehingga ia kurang istirahat, untung saja hari ini libur, setidaknya Nino dapat beristirahat dari rutinitas perusahaan ayahnya. Sambil menunggu Nino bangun, aku berjalan ke dapur, dan mulai memasak makanan kesukaan Nino, tidak lupa jus mangga favoritnya.

                “Bun?” Suara mungil dan imut mengejutkanku. Kulirik seorang anak kecil yang sedang mengucek-ucek matanya yang sayu, pertanda jika dirinya masih mengantuk.

                “Ada apa sayang?” Jawabku kemudian sambil melanjutkan aktifitas masak-memasakku. Aku merasakan tarikan kecil di ujung gaun tidurku.

                “Bunda masak apa?” Tanya putraku itu kembali dengan suaranya yang menggemasakn. Aku mematikan kompor, dan berjongkok, menatapnya tepat dimata bulatnya yang hitam pekat. Wajahnya yang penuh rasa ingin tahu membuatku memeluknya dengan gemas.

                “Bunda masak makanan kesukaan Alex.” Jawabku tanpa melepaskan pelukan dari putra kecilku yang menggemaskan. “Bangunin Ayah sana.” Printahku dengan lembut, kuusap rambut Alex yang licin dan lembut, kemudian kulepas pelukanku, dan memandangi punggung mungilnya yang beranjak pergi.

                Segera kupindahkan semua masakanku dan menatanya diatas meja makan. Lucu juga mengingat makanan kesukaan Alex sama persis dengan kesukaan Nino. Suara brisik yang terdengar seperti suara Alex dan Nino yang sedang bercakap-cakap mengiringi derapan langkah kaki mereka. Aku menanti kedatangan mereka dengan sabar.

                Benar saja beberapa menit kemudian Nino datang sambil menggendong Alex yang tertawa senang di dalam pelukannya. Begitu menyadari tatapanku, Nino menurunkan Alex yang segera berlari memeluk kakiku. Sekarang gentian aku yang menggendong Alex, dan menaruhnya diatas kursi. Bisa kurasakan aroma tubuh Nino yang menyruak ke sekitarku, “Pagi sayang,” Bisik Nino sambil memeluk pinggangku. Aku mencium pipinya dan segera menyuruhnya duduk di salah satu kursi yang ada di sekitar meja makan.

                Kupandangi mereka berdua yang sedang asik makan, ah, rasanya hatiku sangat bahagia saat ini. Kulirik Nino yang menatapku penuh tanda tanya, aku hanya menaikkan salah satu alisku seakan mengucapkan tidak apa-apa, dan kemudian aku mulai menyantap makananku.

                Ya, inilah ending dalam hidpuku yang selama ini kunantikan, cahaya matahari masuk diantara sela-sela gorden di dekat meja makan, membuat panorama dihadapanku menjadi lebih indah lagi. Alex yang makan dengan riuh, dan Nino yang sedang makan dengan kasual. Perlahan kuelus pertuku yang agak membesar. Mungkin, satu anak lagi, akan memenuhi bangku dimeja makan yang tersisa. Kemudian, kita akan menjadi keluarga yang sangat bahagia.

Tamat

Menanti Cinta SejatiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang