Chapter 16

13.2K 810 62
                                    

Selama perjalanan, Ash tetap tak memberitahukan kemana ia akan membawaku hingga akhirnya ia menghentikan motornya didepan sebuah rumah yang besar dan megah.

Ash menyuruhku turun namun aku tak menurutinya. Aku tetap ngotot duduk diatas motor.

"Danisha turun."

"Nggak mau, sebelum lo bilang kenapa lo bawa gue kesini?"

"Argh... lo tuh keras kepala banget. Kalau aja gue nggak suka sama lo udah gue getok tuh pala."

Aku memanyunkan bibirku mendengar perkataannya. Enak aja dia mau getok kepalaku, dikira batok kelapa kali ini kepala gue.

"Gue gak pernah nyuruh lo buat suka sama gue, tau. Pokoknya gue gak mau turun kalau lo nggak jelasin ini rumah siapa." ucapku ketus masih duduk manis diatas motor.

"Ini rumah gue, tepatnya rumah bokap tiri gue. Puas lo."

"Tunggu... ngapain lo bawa gue kerumah lo? Jangan jangan lo mau–" aku tak melanjutkan perkataanku. Membayangkannya saja membuat bulu kudukku berdiri.

"Otak lo harus dicuci biar gak mikir kotor. Lo pikir gue cowok apaan. Gue akui gue emang nakal tapi gue tetap lurus. Gue gak mau ngerusak kehormatan seorang wanita."

Aku terpaku mendengarnya. Tak kusangka seorang badboy seperti dirinya bisa berkata seperti itu.

Ash mengulurkan tangannya," Sekarang lo ikut gue, please."

Aku membalas uluran tangannya mengikuti setiap langkahnya memasuki rumah megah itu. Kami menaiki tangga dan tiba dikamar yang terletak paling ujung dari rumah ini.

"Ash..."

"Hei... lo percaya kan gue gak bakal ngapa-ngapain lo." aku mengangguk.

"Gue cuma minta lo jelasin semuanya sama Vito. Sejak pulang dari rumah lo, Vito ngurung diri dikamar terus. Dia nggak mau makan, nggak mau sekolah, nggak mau ngapa-ngapain. Gue, nyokap, sama bokap sampe capek ngebujuk dia. Dan ini semua terjadi karena lo, jadi lo harus tanggungjawab. Seenggaknya lo bisa buat dia keluar dari kamar sialan itu."

Baru saja aku akan bersuara, Ash menyelaku.

"Gue percaya sama lo. Cuma lo yang bisa ngebuat Vito keluar dari kamar."

"Kenapa lo ngelakuin ini semua?" tanyaku ingin tahu apa alasannya repot repot melakukan semua ini.

"Karena gue mau bersaing secara adil. Gue rasa kalau Vito nggak tahu yang sebenarnya sama aja gue bertindak curang untuk ngerebut perhatian lo nantinya. Dan gue gak suka. Gue cuma mau ngedapetin apa yang gue suka dengan cara yang bersih, sekalipun gue harus bersaing dengan saudara gue sendiri."

Ash tersenyum tipis padaku sesaat sebelum akhirnya dia meninggalkanku sendiri didepan kamar Vito. Jawaban dari Ash berputar putar dikepalaku.

Oh Tuhan... bagaimana bisa aku melupakan Vito? Aku baru menyadari jika sudah tiga hari berlalu sejak hari dimana aku pingsan aku tak bertemu lagi dengan Vito. Ia seperti menghilang begitu saja, tanpa ada pesan atau telepon seperti hari sebelumnya yang selalu ia lakukan. Vito bahkan tak lagi menjemputku untuk berangkat kesekolah bersamanya seperti biasa. Sebegitu sakit hatikah Vito hingga ia mengurung dirinya dikamar hingga berhari-hari?

Dan kini aku harus membuatnya keluar dari kamarnya. Bisakah aku?  Aku sendiri tak yakin jika Vito mau mendengarkan perkataanku.

Dengan takut, aku mengetuk pelan pintu kamar Vito, namun tak ada jawaban dari dalam. Kembali kucoba mengetuk sambil memanggil namanya.

"Vito... buka pintunya dong. Ini gue, Angel. Gue mau bicara, gue mau jelasin semuanya."

Tak kusangka jika Vito akan membuka pintu begitu mendengar suaraku.

Young LoveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang