Maha mengetukkan jarinya berkali-kali ke meja. Ia mulai merasa bosan dan mengantuk. Ia dan Liam sudah membuat janji untuk bertemu di bioskop pukul tiga sore. Jam tangannya sudah menunjukkan pukul empat sore. Maha sudah menunggu Liam selama satu jam, namun laki-laki itu belum menampakkan batang hidungnya. Maha masih berpikiran positif bahwa Liam mungkin saja terjebak macetnya Jakarta. Ia memutuskan untuk menunggu Liam sambil nongkrong di salah satu caffe di Mall. Ia beberapa kali mengecek handphone-nya, berharap ada notifikasi masuk dari Liam. Nihil. Liam bahkan tidak menjawab semua panggilannya.
"Kemana sih tuh orang. Jangan-jangan dia lupa lagi kalo ada janji." Gerutu Maha mulai kesal.
"Ditelpon daritadi nyambung, tapi nggak ada satu pun yang dijawab." Omel Maha berbicara sendiri menatap layar handphone.
Maha benar-benar dibuat kesal oleh Liam saat ini. Maha merutuki dirinya sendiri yang dengan bodohnya mau menunggu Liam selama ini dan berharap laki-laki itu akan menunjukkan batang hidungnya. Pikiran negatif mulai melayang di otaknya. Kali ini ia merasa dipermainkan oleh Liam. Ia merasa Liam tidak tulus meminta maaf padanya. Maha mulai frustasi dan memutuskan untuk pulang ke rumah. Ia menghubungi Pak Teguh untuk menjemputnya. Sepanjang perjalanan Maha tidak berhenti memikirkan keberadaan Liam. Ia penasaran kenapa laki-laki itu tidak datang. Ia bahkan sudah menyiapkan pertanyaan untuk Liam saat bertemu di sekolah. Maha menghentakkan kedua kakinya, membuat Pak Teguh yang sibuk menyetir menjadi terkejut.
"Ada yang perlu saya bantu, Mbak?" Tanya Pak Teguh memastikan keadaan.
"Maaf, Pak. Saya cuma lagi sebel aja sama orang." Jawab Maha
"Sama Mas yang kemaren ngajak ketemuan di sekolah ya?" Tanya Pak Teguh dengan ekspresi sedikit menggoda.
"Hah? Pak Teguh kok tau?. Kan waktu itu Pak Teguh pergi duluan." Ucap Maha keheranan.
"Pak Teguh mah sebenernya nunggu diujung, Mbak. Soalnya Pak Teguh lihat sekolahnya sepi. Takut nanti kalo ada orang jahat lewat. Jadi, Pak Teguh tungguin sampai temen Mbak Maha dateng." Terang Pak Teguh.
"Oh gitu. Makasih, Pak."
Maha melanjutkan perjalanan dengan keheningan. Sesampainya di rumah ia langsung masuk ke dalam kamar dan menutup pintu. Ia merebahkan diri di atas kasur dan membukan handphonenya. Ia melihat masih belum ada jawaban apapun dari Liam. Maha seketika menghentakkan seluruh badannya di atas kasur sembari berteriak kencang melampiaskan amarah. Maha tak habis pikir dengan kelakuan Liam yang sulit ditebak.
"Dasar Liam Bego!! Pokoknya Gue nggak akan mau terima ajakan dia lagi." Teriak Maha geram.
Beberapa menit Maha melampiaskan amarahnya dengan memukul bantal. Tiba-tiba saja Liyana mengetuk pintu kamarnya disusul dengan teriakan Via yang melengking. Tanpa permisi mereka berdua langsung masuk ke kamar Maha yang masih bingung dengan apa yang mereka lakukan. Via dengan tingkah hebohnya memasuki kamar Maha dan mendekati Maha seolah tak sabar.
"Maha! Lo harus tau apa yang Gue lihat sama Liyana. Sumpah! Lo bakal kaget banget, karena kita sendiri kaget waktu lihat langsung." Via bercerita dengan kehebohannya sembari menyodorkan sebuah foto di handphonenya.
Maha melihat sebuah foto yang Via perlihatkan pada dirinya. Dalam sekali lihat Maha langsung tahu siapa orang yang ada di foto tersebut. Foto tersebut menampilkan Liam yang tengah berbincang bersama Hana sepupunya. Maha terkejut melihat baju yang dikenakan oleh Hana. Baju itu adalah baju yang Hana kenakan saat update Instagram beberapa jam yang lalu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Persen
RomanceMaharani Larasati terjebak dalam memori masa putih abu-abu yang terlalu manis untuk dilupakan dan terlalu pahit untuk diingat. Pertemuan tak terduga membawanya masuk dalam kisah romansa remaja yang sulit untuk dijelaskan. Ia mulai menjalankan misi "...