Prolog

12 4 0
                                    

Dua puluh satu tahun. Waktu yang rasanya tidak pernah cukup untuk menerima kenyataan menjadi dewasa. Waktu yang tidak bisa menjawab apa arti dunia. Waktu yang belum mampu menjelaskan bagaimana caranya bahagia. Maharani Larasati. Sebuah nama yang dua puluh satu tahun lalu disematkan pada seorang anak yang lahir diiringi tangis haru kedua orang tuanya. Masa dimana ia belum tau apa yang akan benar-benar ia hadapi setelahnya. Ia tak akan pernah tau bahwa ia harus menjadi dewasa dan tak selamanya bahagia. Bayi yang dulunya hidup penuh dengan kesenangan dan kasih sayang itu kini telah tumbuh menjadi seorang gadis dewasa. Maha, begitulah kedua orang tuanya memanggil. Ia terlahir sebagai anak satu-satunya. Ia hidup dengan cinta yang diberikan orang tuanya. Saat ini hidupnya ia habiskan dengan berkuliah di salah satu universuitas di Jakarta. Hidupnya tak beda dengan mahasiswa bagaimana umumnya. Tumpukan tugas sudah menjadi hal biasa bak makanan sehari-hari. Hari ini pun ia sedang menyelesaikan tugas yang sempat ia tinggalkan dalam cukup waktu yang lama. Ia memilih pergi ke kedai kopi yang tak jauh dari tempat ia tinggal. Kedai tersebut hanya memakan waktu sepuluh menit saja dari rumahnya. Akhir-akhir ini ia lebih sering menghabiskan waktu di luar rumah. Maha seperti mendapatkan angina segar hanya dengan melihat keramaian. Sebenarnya ia merasa kesepian belakangan ini. Ia berharap keramaian akan membawanya menghilang dari rasa kesepian.

Sudah empat puluh menit ia di kedai kopi dan menghabiskan dua gelas Latte panas. Ia memandang setiap orang yang berlalu lalang di jalan melalui jendela kedai. Memandang kerumunan anak SMA yang baru saja pulang dari sekolah. Tanpa sadar ia tersenyum memandangi kerumunan anak SMA itu. Sesekali ia tertawa saat melihat bagaimana anak SMA itu saling bercanda satu sama lain. Rindu. Itu yang terbesit dalam hati dan pikirannya pada waktu yang sama. Maha mengingat masa-masa yang ia lewati beberapa tahun silam dengan seragam abu-abunya. Ia merindukan segala hal yang terjadi pada saat itu beserta orang di sekitarnya. Tak pernah ia pungkiri banyak pengalaman menarik yang ia temui dalam waktu tiga tahun di SMA. Pikirannya melayang kemana-mana mencoba merekam kembali ingatan-ingatan manis kala itu. Sesekali ia meneteskan air mata mengingat semua yang ia lakukan bersama teman-tamannya. Maha membuka sebuah buku catatan yang ada di dalam tas. Ia membuka halaman awal buku tersebut. Ia mendapati tulisan yang ia tulis semasa SMA. Tulisan yang warna tintanya bahkan sedikit memudar karena sudah terlalu lama. "Selamat datang di SMA. Ayo Maha cari teman".

Satu PersenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang