Epilog

7 2 0
                                    

Maha menikmati latte yang ia pesan sembari mengetukkan jari-jarinya di meja. Masih teringat jelas kenangan masa SMA yang ia habiskan di kedai kopi ini. Tempat ini adalah tempat dimana ia menyatakan perasannya pertama kali kepada Liam. Jika diizinkan mengulang kembali momen itu sekali lagi, maka ia ingin menghabiskan masa itu lebih lagi. Membayangkan bagaimana dirinya merasakan kisah cinta masa SMA. Dulu ia hanyalah remaja putih abu-abu yang baru mengenal jati dirinya. Sekaran ia telah tumbuh menjadi perempuan dewasa dengan segala kesibukan di bangku kuliah. Ia tak pernah menyesali segala yang terjadi pada hidupnya di masa lalu. Maha melirik jam di tangannya untuk beberapa saat. Ia menunjukkan ekspresi kecewa dan menghela napas. Ia menunggu seseorang datang sejak tadi, namun belum ada tanda-tanda kehadiran orang tersebut. Ia melihat handphone beberapa kali berharap ada balasan dari laki-laki tersebut.


"Lo cari perhatian, Gue?" Ucap seseorang mengagetkan Maha yang sedang meminum latte­nya.

"Liam!!!" teriak Maha tak terima.

"Padahal dulu Gue yang Lo bikin jantungan di sini" Tawa Liam tampak puas melihat ekspresi Maha.

"Karena dulu Gue bilang suka sama Lo?" Tanya Maha menanggapi candaan Liam.

"Masih inget ternyata."

"Yaiyalah. Gue masih inget waktu Lo bilang Gue gila" Protes Maha tak terima mengingat kejadian masa lalu.

"Tapi kalo sekarang masih suka juga, kan?" Goda Liam sembari tertawa lepas.


Maha hanya bisa menahan malu mendengar Liam menceritakan masa lalunya yang terang-terangan menyatakan perasaan pada laki-laki itu. Ia tidak bisa mengelak karena memang itu lah yang terjadi dan tak bisa ia pungkiri. Maha hanya bisa memandangi Liam yang puas tertawa menggodanya. Liam dan Maha tetaplah dua orang yang sama seperti awal mereka bertemu. Si Ego dan Si Judes yang dipertemukan dalam sebuah pertengkaran dan berakhir bersama. Mereka tetaplah dua manusia yang gemar bertengkar dan saling menghina. Sama pula dengan hubungan dan perasaan mereka yang disemogakan akan tetap sama selamanya. Maha perlahan tersenyum melihat tingkah Liam yang tak jelas. Ia merasa Liam hanyalah seorang anak SMA yang terjebak di tubuh orang dewasa.


"Udah puas?" Tanya Maha yang diiringi tawa.

"Belum"

"Lo dari mana aja sih? Lama banget. Dari pertama kita jalan bareng sampai udah mau lima tahun, masih aja suka telat." Protes Maha kepada Liam.

"Sorry.Biasalah Dewa. Urusan hati di hidupnya terlalu rumit. Gue sendiri sampe bingung mau bantu gimana lagi." Jelas Liam.

"Lagi pula Gue udah duga dari awal kalo dia sama Hana kalo disatuin bakal ada perang dunia lanjutan."

"Biarin aja deh. Cinta kan buta." Jawab Liam asal.

"Iya, contohnya Gue. Kok mau sih sama Lo yang mukanya pas-pasan dan nyebelin kayak gini." Hina Maha kepada Liam.

"Jelek-jelek gini juga mampu kali bikin hati Lo ketar-ketir" Ucap Liam sombong.

"Dih apaansi Cringe tahu!"

"Tapi Lo cinta, kan?" Goda Liam sembari menjulurkan lidah.

"Karena nggak ada pilihan yang lain. Nggak usah kepedean." Balas Maha.


Maha dan Liam tertawa bersamaan setelahnya. Mereka tak percaya satu persen kemungkinan untuk jatuh cinta satu sama lain itu telah membawa mereka pada sebuah hubungan hingga saat ini. Benar kata orang, kita harus berhati-hati dalam berbicara dan berperilaku. Kita tak akan pernah tahu apa yang kita benci, esok akan menjadi hal yang paling kita rindukan. Maha dan Liam memulai semuanya dari kebencian, dan mengakhirinya menjadi ketulusan. Perbedaan diantara keduanya adalah hal yang justru saling mereka butuhkan untuk menjadi lengkap. Karena "Satu Persen" itu bukan mustahil menjadi satu.


TAMAT

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 31, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Satu PersenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang