Liam termenung di atas meja belajarnya memikirkan perkataan Maha saat di sekolah. Ia bingung mengapa Maha menganggapnya sebagai orang yang ingkar janji. Ia merasa menjadi orang yang tertuduh saat ini. Hana sendiri yang bilang kepadanya tentang rencana Maha ingin mengerjainya. Liam tak habis pikir dengan pemikiran Maha yang sulit ditebak. Cukup lama ia berpikir dan memutuskan untuk menjernihkan pikiran dengan bermain basket. Ia bermain basket sendirian di halaman rumahnya. Berkali-kali ia gagal memasukkan bola ke ring. Pikirannya masih tertuju pada ucapan Maha yang makin membuatnya penasaran. Semakin ia pikirkan, semakin ia merasa frustasi.
"Olahraga apa melampiaskan emosi sih?" Tanya Dewa tiba-tiba mengejutkan Liam.
"Gila! Kayak setan aja Lo nongol tiba-tiba" Protes Liam terkejut.
"Gue udah di sini dari lima menit yang lalu padahal." Ucap Dewa tak percaya Liam benar-benar tak menyadari kehadirannya.
"Mikir apa sih, Lo? Masih muda udah banyak pikiran kayak orang jompo aja." Ejek Dewa ke Liam yang masih terengah selepas bermain basket.
"Tau aja, Lo. Nggak penting juga sih. Lupain aja."
"Pasti soal Maha?" Tebak Dewa tepat.
"Sok tahu banget, Lo!"
"Emang tahu. Lo pasti sekarang lagi mikir kenapa seharian ini Maha sindir Lo terus-terusan tiap ada kesempatan."
"Lo tahu dari mana? Lo mata-matain Gue ya?" Tuduh Liam
"Si Maha wajar kali marah sama, Lo. Lo kan udah ingkar janji nggak dateng nonton." Terang Dewa.
"Bukannya dia nggak mau dateng?" Tanya Liam heran.
"Emang dia pernah ada bilang ke Lo? Dia kan nggak pernah batalin janjian. Lagian dia juga kemarin dateng dan nungguin Lo." Jelas Dewa.
"Tapi Hana?"
"Kan Gue udah bilang. Emang Maha ada ngomong sama Lo kalo dia nggak bakal dateng?" Tanya Dewa menyadarkan Liam.
"Nggak ada sih."
"Kalo gitu namanya fitnah, Boss"Ucap Dewa terang-terangan.
"Masa sih? Hana kan sepupunya Maha. Mana mungkin dia berbuat kayak gitu. Lagi pula Lo kan mantannya, bisa aja Lo masih kesel sama dia terus jelekin dia." Jawab Liam tak percaya.
"Jadi maksudnya lebih percaya sama anak baru dari pada temen sendiri?"
"Nggak gitu lah, Bro!"
"Kalo nggak percaya tanya aja sama Maha. Dia kemarin dateng atau nggak?"
Liam tampak memikirkan ucapan Dewa. Ucapan dewa ada benarnya juga. Ia sadar kalau tak seharusnya ia mengambil keputusan begitu saja untuk tidak jadi datang. Maha sama sekali tidak pernah membatalkan janji mereka baik secara lisan maupun tulisan. Itu hanyalah keputusannya setelah mendengar cerita dari Hana. Ia jadi merasa menyesal telah mengambil keputusan yang gegabah. Ia sudah berniat untuk mengajak Maha berdamai, namun justru ia yang memulai hubungan itu kembali menjadi buruk. Ia merutuki dirinya sendiri yang bertingkah tak jelas.
"Terus Gue harus ngapain?" Tanya Liam kemudian.
"Ya jelasin lah." Jawab Dewa gemas.
"Kalo nggak percaya?" Tanya Liam pesimis.
"Gue jamin dimaafin."
![](https://img.wattpad.com/cover/295447721-288-k41218.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Satu Persen
RomanceMaharani Larasati terjebak dalam memori masa putih abu-abu yang terlalu manis untuk dilupakan dan terlalu pahit untuk diingat. Pertemuan tak terduga membawanya masuk dalam kisah romansa remaja yang sulit untuk dijelaskan. Ia mulai menjalankan misi "...