sembilan;

6.9K 543 11
                                    

"Keceplosan, eh?" Sean terkikik geli melihat wajah Amanda yang memerah, seolah semua darah yang berada di tubuhnya menggumpal dipipinya memunculkan semburat-semburat merah.

"Enggak!" Sergah Amanda, ia benar-benar malu sekarang

Sean menyunggingkan senyuman "Bercanda," matanya melirik jam tangan yang melingkar di pergelangannya "Udah jam 6 lebih loh, lo gak pulang?"

Amanda menyibak rambutnya ke belakang telinganya "Gue nungguin temen gue"

Sean mengernyit "Mau gue anter? hitung-hitung permintaan maaf gue, karna tadi pagi udah nabrak lo dan terimakasih gue, buat obatnya."

Amanda tampak berpikir, nanti kalau gue pulang sama Sean, diomelin Dannis, tapi gue gak enak nolak Sean. "Beneran gak apa-apa?"

Sean mengangguk mantap "Iyalah"

Amanda merogoh kantung roknya, mengambil ponselnya tapi, naas, ponselnya mati begitu saja. Padahal baru saja ia mengirim pesan kepada Dannis "Aduh, handphone gue mati, lowbatt. Yan, lo bawa ponsel gak? gue mau ngehubungin Dannis,"

"Kebetulan juga, gue gak bawa ponsel." Sean merapikan kertas-kertas yang berantakan di atas grand piano, lalu memasukkannya di tasnya

Dengan cepat Amanda keluar dari ruang musik, matanya menyapu pemandangan disekitarnya, masih hujan. Ia tidak menemukan Dannis disekitarnya. Tiba-tiba Sean berada didepannya membuat gadis itu sedikit terlonjak

"Gue gak tau. Pasti Dannis bakal mencak-mencak nanti--"

"Udah, gue gak suka ditolak, hujan juga. Keburu malem."

Belum sempat Amanda menjawab, Sean sudah menarik pergelangan tangan Amanda, mungkin Dannis sudah pulang.

Disisi lain ..

Dannis berlari ke arah dimana ia meletakkan tasnya, lalu berteriak "Istirahat bentar!"
Setelahnya, cowok itu mengambil botol air nya, lalu meminumnya dan mengguyur kepalanya sendiri dengan air ..

Ia merasa gerah. Tangannya mencari ponsel di tas, setelah ketemu, Dannis mengecek notif LINE nya. Senyum kecil terukir di wajahnya, Amanda mengirimkan sebuah pesan yang membuat cowok itu tekekeh kecil, dengan cepat jari-jarinya mulai menyentuh layar ponsel mengetikkan balasan,

Dannis Devanda A.: Narsis najis.

Dannis Devanda A.: Lo di perpus? gue udah selesai latihan nih, gue samperin di perpus sekarang ya. Tungguin!

Matanya melirik jam yang dilayar ponselnya, "Oi, udah jam segini. Gue cabut duluan ya!"

Devan--teman Dannis yang mendengarnya langsung mengacungkan jempolnya, "Yo'i. Hati-hati, Dan!"

Dengan hati senang, Dannis berlari kecil menembus derasnya hujan sambil bersenandung. Ia rela terkena hujan, demi sahabatnya. Hall olahraga dengan sekolah terpisah, dan jaraknya bisa dibilang lumayan, terlebih tidak ada cara lain untuk menuju gedung sekolah tanpa terkena hujan.

Setelah Dannis menginjakkan kaki di lantai koridor, ia kembali menyenandungkan lagu. Matanya melihat-lihat ruangan-ruangan di sebelah kirinya. Hanya ruang kelas gelap, sampai matanya menangkap ruang musik yang terbuka lebar serta lampu menyala.

Barusan ada orang ya?, pikirnya.

"Lha, ini 'kan punya Amanda?" gumamnya sambil mengambil botol minum berwarna pink, ia tahu betul kalau Amanda sang pemilik botol ini. "Dasar ceroboh."

Dannis cemas sekarang, ia tadi sempat melihat bungkus obat untuk demam di dekat botol itu. Apa Amanda sakit karena menunggunya?
Dengan langkah terburu-buru, Dannis mulai melanjutkan perjalanannya ke perpustakaan.

Tapi, setelah sampai di perpustakaan, Dannis tidak menemukan siapapun didalam perpustakaan. Perasaan cemas lagi-lagi datang. Ia mengetikkan pesan lagi kepada sahabatnya

Dannis Devanda A.: Gue udah di perpustakaan. Lo dimana? 18:46

Dannis duduk di salah satu kursi. Cowok itu menggesek-gesekkkan kedua tangannya, kedinginan. Padahal ia sudah memakai jaketnya. Mungkin faktor air hujan tadi, yang membuatnya kedinginan dan pusing sekaligus.

Tapi, ia sama sekali tidak peduli. Pikirannya tertuju kepada Amanda. Kemana perempuan itu? kenapa ia tidak membalas pesanku?

Cowok itu berkali-kali mencoba untuk menelpon Amanda. Tapi, nihil. Telepon tidak diangkat oleh Amanda. Setelah ia merasa cukup untuk menelpon Amanda, Dannis kembali untuk mengetikkan pesan.

Dannis Devanda A.: Lo dimana Amanda? 19:11

Dannis Devanda A.: Amanda Ariana, please. 19:29

Dannis Devanda A.: Amanda, jawab gue. 19:31

Dannis Devanda A.: Jangan bikin gue khawatir. 19:50

Dannis Devanda A.: Say something. Lo gak apa-apa kan? 20:22

Rasa kantuk yang berat mulai menyerang Dannis. Terlebih karna kepalanya yang pusing bukan main, serta badan menggigil. Ia memilih tinggal disini menunggu Amanda.
Tapi, lama kelamaan, cowok itu tertidur dengan botol minum pink Amanda dipelukkannya.

*

Suara pintu diketuk membuat Amanda dan Sherin langsung suit batu, gunting, kertas. Yang kalah akan membukakan pintu.
Dengan wajah ditekuk, Amanda bangkit dari duduknya berjalan gontai ke arah pintu (Amanda kalah suit).

"Eh, Dannis! kok lo ... basah?" senyum semangat Amanda luntur ketika melihat Dannis didepan pintunya tetapi dengan keadaan basah kuyup.

Nafasnya tersenggal-senggal, sejenak ia mulai mengatur nafasya, sepertinya Dannis habis lari menembus hujan. Matanya sayu menunjukkan kalau cowok itu lelah, oh dan tak lupa dengan jersey bola yang masih dipakainya.

"Lo baru pulang dari sekolah? gila! betah banget lo. Udah jam sembilan lebih lima belas menit loh," ucap Amanda. Ia seakan lupa semuanya

"Ponsel lo dimana?" tanya Dannis

"Di atas, di kamar. Pulang sekolah tadi gue langsung Charge, terus gue di bawah nonton sama Kak Sherin."

Dannis menatapnya tak percaya "Lo pulang sama siapa tadi?"

Amanda yang mendengar pertanyaan itu mulai menggigit bibir bawahnya sendiri, ah pasti cowok itu akan meledak. "Em .. sama itu, em .. Ah! sama Vina!--"

"Gue gak suka lo bohong, Amanda!" suara Dannis mengeras, membuat Amanda cemberut

"Sama Sean. Lagian lo lama banget futsal nya, yaudah gue pulang duluan."

Dannis terdiam, ia sudah tau itu. Pikiran Amanda tentang, Dannis akan marah hilang begitu saja, nyatanya, cowok itu hanya diam menatap Amanda tanpa ekspresi apapun.

Dannis menghela napas. Ia marah, tentu saja, tapi rasa lelah lebih banyak. Jadi, ia memilih diam dan menyondorkan botol pink milik Amanda.
Cowok itu lega karena, Amanda sudah sampai rumah duluan dengan selamat.

"Lo gak apa-apa. Itu yang penting bagi gue." ucap Dannis lalu pergi meninggalkan Amanda yang kebingunggan.

Amanda yang melihat Dannis berlari menuju rumah sebelahnya (rumah Dannis) langsung menggerutu "Mabok kali ya. Dateng-dateng basah kuyup, kepoin gue, ngasih botol minum, dan terakhir ngomong gak jelas,"

Cewek itu kembali masuk ke dalam dan menutup rapat pintu. Ia berusaha mencerna omongan Dannis tadi. Lalu Amanda teringat sesuatu.

gue nunggu di perpustakaan ya.

handphone gue mati, lowbatt.

"Mampus gue!"

Setelah menjerit kencang membuat semua penghuni rumah marah-marah, Amanda langsung berlari menaiki tangga menuju ke kamarnya. Ia menbut charger ponsel kasar lalu menemukan belasan missed call, dan puluhan pesan LINE dari Dannis. Cewek itu menahan napasnya

Jadi, Dannis nungguin gue di sekolah sampai jam segini?

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang