duapuluh satu;

6.1K 468 15
                                    

Dannis sedari tadi diam menatap datar secarik kertas yang sekarang berada digenggaman tangannya. Seharusnya ia senang karena ia bisa berkuliah di kota New York dan tinggal disana bersama Abangnya.

Terlebih dengan perkataan Devan yang mengusiknya sedari tadi. Bisa dilihat dari raut wajah Devan yang biasanya ramah menjadi mengeras, ia mendorong tubuh Dannis kuat sampai membentur dinding. Menanyakan apa alasan kenapa Dannis menjadi seperti ini.

Dannis tidak mengerti apa maksudnya.

Dannis bergulung kesamping mengambil ponselnya diatas nakas lalu kembali bergulung ke tengah ranjangnya. Mencari nama dikontaknya, setelahnya ia menelponnya.

"Halo?" Suara itu membuat Dannis terdiam. Perkataan Devan mulai terngiang-ngiang kembali didalam benak Dannis.

Dannis berdeham "Ririn,"

"Aku kira siapa, Dan." jawab Ririn disebrang sana. Terdengar suara kekehan kecil "Kenapa?"

"Nggak papa,"

"Ih, yang besok ulang tahun jadi aneh gini,"

Ujung bibir Dannis tertarik keatas "Iya dong, nanti kamu harus kasih kado ya."

"Males banget,"

Senyum Dannis memudar, bukan karena ucapan Ririn. Tapi, karena lagi-lagi ucapan Devan terngiang-ngiang dibenaknya, menumbuhkan perasaan bersalah yang begitu mendalam.

Dannis hanya bingung.

"Maaf."

Dannis tahu, pasti Ririn disebrang sana sedang menautkan alisnya kebingungan. Cukup lama Dannis menunggu jawaban dari Ririn

"....Buat apa?"

"Nggak tau,"

"Tuh, 'kan, aneh! Udah ah, aku tutup ya, lagi bantuin Bunda bikin kue. Bye"

"Bye."

Panggilan diputus. Dannis merentangkan kedua tangannya diatas ranjang dengan seragam sekolah yang masih membalut tubuhnya ia memejamkan matanya lalu tertidur.

Hari ini cukup melelahkan, tinggal hitungan hari lagi ujian nasional akan dilaksanakan. Jadi, Dannis sudah mulai belajar tekun dan materi tambahan diberikan oleh guru-guru. Terlebih, Dannis akan berkuliah di New York jadi ia harus memiliki nilai yang bagus.

Sekali lagi ucapan Devan kembali terngiang sebelum ia benar-benar tertidur,

Lo kenapa sih, Dan?! Kenapa harus Ririn?! Lo nggak berhak buat nyakitin dia. Hanya karena lo gak bisa nerima fakta tentang Amanda, jangan pernah mikir kalau lo bisa jadiin Ririn tempat pelarian lo!

*

Suara derap langkah seseorang dibelakang membuat Dannis menoleh dan menemukan Ririn yang tengah tersenyum kepadanya "Dan,"

Dannis membalas senyuman tipis "Hai."

Ririn berjalan menyamai langkah dengan Dannis, senyuman manis tidak lepas dari bibirnya "Selamat ulang tahun, Dannis."

Suasana koridor arah perpustakaan sepi dijam istirahat seperti ini. Dannis memberhentikan langkahnya dan menatap Ririn dalam-dalam lalu tersenyum lucu "Kadonya mana?"

Ririn memutar kedua matanya, terkekeh "Kado mulu. Nanti sehabis pulang sekolah kamu bisa ke coffee corner lagi?"

Dannis mengangguk "Bisa."

Setelahnya Ririn melanjutkan jalanannya dan mengobrol kecil. Kabar bahwa mereka berpacaran sudah tersebar luas di sekolah, begitu juga dengan kabar Amanda dan Sean berpacaran. Kalian tahu 'kan, Sean anak populer dan Dannis, ia cukup terkenal karena permainan futsalnya.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang