tujuh; I'm okay.

7.3K 534 1
                                    

"Rin?"

Ririn menolehkan kepalanya merasa terpanggil. Dannis berada di depannya. Dengan cepat Ririn mengusap-usap kedua matanya, takut kalau Dannis melihat sisa air matanya tadi.

"Lo kenapa?" tanya Dannis lalu berjalan mendekat

"Gue .. gue gak apa-apa,"

"Gak usah bohong, Rin"

"Gue gak bohong, Dan." Ririn berusaha mengganti topik "Lo ngapain disini?"

"Nyariin lo. Begitu lo bilang di telfon kalau lo di rumah sakit, gue langsung kesini dan nungguin lo di lobby. Gue kira lo kenapa-kenapa,"

Ririn tersenyum mendengar kejujuran Dannis, kenapa Dannis mendadak berubah menjadi baik kepadanya? "Gue gak kenapa-kenapa. Gue jenguk temen gue yang sakit. Kenapa lo mau nungguin gue?"

"Karena lo temen gue," seru Dannis mantap, tanpa tau kalau perkataannya membuat hati Ririn nyeri, "Temen .. terbaik,"
Dannis mengutuk dirinya sendiri karena keceplosan dengan kata-kata yang diucapkannya tadi, tapi setelah ia melihat kalau Ririn tersenyum senang, Dannis hanya menggaruk-garuk kepalanya salah tingkah

Pasalnya, ia tidak pernah mengatakan hal itu kepada Ririn sebelumnya "Errr .. kemarin udah ke pasar tradisional, sekarang kita jalan lagi yuk?" tanpa mendengar pesetujuan Ririn, Dannis langsung menarik tangan Ririn lembut dan berjalan keluar dari rumah sakit,

Ini berbeda, Ririn tidak merasakan paksaan seperti di kebun binatang dulu. Banyak orang-orang yang memperhatikan mereka dengan pandangan iri, tetapi Dannis sama sekali tidak peduli. Ia sadar kalau ia menggenggam tangan Ririn, ia menyadari itu, entah kenapa Dannis merasa ingin menggenggam tangan itu dan tidak mau melepaskannya

"Udara sore kayak gini enak banget kalau buat jalan-jalan," ujar Dannis, lalu ia menjentikkan jarinya mendapat kan ide "Lo bawa sepeda, 'kan?"

"Bawa. Itu gue parkir di sana" jawab Ririn seraya menunjuk sepedanya yang terparkir rapi.

Dannis langsung sama mengambil sepeda Ririn, lalu menghampirinya "Naik, gue goncengin." Dannis tersenyum semangat

Tangan Ririn bertumpu pada kedua bahu Dannis, dan kedua kakinya dengan hati-hati mulai menaiki penyangga yang terdapat di belakang sepeda, Ririn lebih suka berdiri ketimbang duduk. "Siap!"

Dannis mulai menggoes sepeda, kebetulan kondisi jalanan disitu sepi, jadi mereka tidak perlu takut untuk bersepeda ketengah jalan. Angin sepoi-sepoi sore menerpa wajah mereka berdua menimbulkan rambut Ririn tersibak ke belakang. Tangan Ririn masih berada di pundak Dannis, membuat perasaan aneh kepada Dannis

Dedaunan berwarna oranye kekuningan berguguran, angin begitu segar untuk dihirup karena daerah ini memang jarang sekali lewat kendaraan bermotor. Ririn memejamkan matanya merasakan sensasi segarnya angin sore kali ini, dan tak lupa senyuman manis yang terlukis di wajahnya

Diam-diam Dannis melirik Ririn, tanpa sadar Dannis juga ikut tersenyum lalu kembali fokus ke jalanan. Paling tidak Ririn sudah bisa tersenyum lagi,

itu tujuan Dannis mengajak Ririn jalan-jalan dengan sepedanya,
Membuat Ririn tersenyum kembali.

*

Amanda berdecak bosan, ia meniup poninya yang menutupi matanya, membetulkan kacamatanya lalu kembali mengamati tempat favoritnya selain kamarnya ini.
Rumah pohon. Sofa buluk yang sekarang ia tiduri terasa nyaman, langit-langit rumah pohon yang mulai merembes karena air hujan, bunyi hiasan yang digantung di dekat ventilasi.

Semua begitu terasa sepi.

Kemana Dannis?

Menyebalkan. Kenapa dia tadi meninggalkan Amanda setelah meminta maaf,

"Amanda!" ia merubah posisinya menjadi duduk ketika mendengar suara yang ia kenali, suara yang sangat familier bagi Amanda, dengan cepat ia beranjak dari duduknya lalu melihat keluar rumah pohon mencari sosok itu di bawah sana,

Ketika berhasil menemukannya, senyuman Amanda mengembang cerah, "Kakak!" dengan terburu-buru ia turun dari atas tak sabar ingin memeluk kakak perempuan kesayangannya yang hanya berbeda 1 tahun itu

Mereka berpelukan, mengobati rasa rindu yang mereka rasakan selama ini, padahal baru beberapa bulan saja mereka berpisah. Kakaknya harus pindah tempat tinggal ke tempat yang lebih dekat dengan universitasnya.

"Apa kabar? kangen!"

"Hahah, kakak baik kok. Sama, kangen juga. Kangen ngejailin adek kakak yang satu ini!" Sherin--kakaknya tertawa, sedangkan Amanda menggembungkan pipinya,

"Jahat banget sih!"

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang