tiga;

10.6K 764 14
                                    

Adinda menghirup aroma bunga yang sekarang ia pegang ditangannya. Ia memang suka sekali dengan bunga, apapun itu. "Udah bilang makasih belum ke Dannis?" Tanya Adinda kepada Ririn yang sedang membuka sepatunya. Adinda adalah ibu angkat Ririn. Dan Ririn menyayangi kedua orang tua angkatnya. Sejak keluarga kandung Ririn mulai berantakan disitulah Adinda dan Adhi─Suami Adinda mulai mengadopsi Ririn.

Entah banyak sekali cerita tentang gadis manis itu, Banyak kesedihan dibalik senyuman cerahnya yang selama ini ia pamerkan. Tidak sedikit orang-orang merasa iri kepada gadis itu karena rasanya gadis itu selalu saja bahagia tidak pernah mendapatkan masalah atau kesepian. Namun mereka salah.

Sering gadis itu menangis pedih atau merasa kesepian. Tapi, tidak ada satupun temannya yang mengetahuinya. Hanya keluarga kecilnya yang mengetahuinya dan hanya bisa memberi semangat kepada gadis itu.

Ririn memutar kedua matanya lalu tersenyum "Udahlah! Aku kan bukan anak kecil lagi" Ujarnya

Adinda tersenyum menanggapi anak gadisnya "Ada apasih kok sampai dikasih bunga sama Dannis?" godanya

"Itu cuma sisa bunga tadi ditoko Dannis aja kok Bun" jawab Ririn

"Oh gitu ya, sekarang gak mau curhat lagi ke bunda" Adinda tesenyum jahil. Ririn bingung akan perlakuan bundanya. Tiba-tiba saja Adinda menggelitik Ririn.

Ririn tertawa keras akibat perlakuannya. Adinda pun juga, itu yang Adinda suka senyuman dan tawa gadis itu. "Bundaa ih!" Adinda mulai berhenti menggelitik anaknya. Mereka sampai terjatuh di atas karpet karenannya.

Tawa mereka mereda "Lagian gak mau cerita"

"Ih, aku kan udah cerita!"

Adinda memiringkan kepalanya menatap anaknya "Kenapa kamu suka Dannis?"

Ririn menatap langit-langit atap rumah kosong. Ia menghembuskan napasnya lalu menatap Adinda yang sekarang sudah berbaring disebelahnya "Gatau bun. Tiba-tiba dan secara tak disangka aja. Cinta gak butuh alasan kan?"

"Tapi cinta butuh balasan" Tambah Adinda. Bukan maksudnya untuk membuat Ririn sedih atas perkataannya tapi membuat Ririn sadar. Gadis itu benar-benar menyukai Dannis. Banyak teman-temannya yang mengganggap atau mengira kalau perasaan Ririn hanya pura-pura, bercanda, ataupun tak serius.

Ririn sering sekali mendengar kata-kata itu dari bundanya ketika ia sedang curhat. Tapi, susah rasanya melupakan cowok itu .. Ia seperti terikat dengan Dannis walaupun Ririn sadar kalau Dannis tidak pernah sekali pun meneliriknya. Pernyataan itu membuat Ririn sakit.

Ririn merubah posisinya menjadi duduk lalu melirik jam dinding di rumahnya. Kemudian ia membenarkan seragam yang masih tertempel di badan mungilnya. Adinda yang sudah hafal dengan perlakuan Ririn dijam segini menanyakan "Mau berangkat sekarang?"

"Iya" jawab Ririn singkat lalu tersenyum ceria kepada bundanya. Adinda tersenyum kecil. Dengan keadaan seperti ini pun Ririn masih bisa tersenyum seperti itu kepadanya.

Adinda mengantarkan Ririn keluar dari gerbang rumah. Ririn mulai menaiki sepedanya lalu pergi. Dengan nanar Adinda mentap anaknya itu sedih. Merasa sedih karena apa yang sekarang dialami Ririn. Tanpa sadar air mata yang tadi dipelupuk matanya jatuh seketika, ketika punggung Ririn sudah tak terlihat lagi.

Adinda mengaku kalah dengan Ririn. Ririn adalah gadis yang kuat dan tangguh dengan apa saja cobaan yang dia terima dari Tuhan. Apapun itu Ririn selalu kuat dan siap untung menghadapi tanpa menyerah. Beda dengan Ibu angkatnya yang begitu menyayanginya─Adinda adalah wanita yang rapuh.

Perempuan itu terlalu sering memikul bebannya sendiri. Adinda harap, Ririn menemukan seseorang laki-laki yang bisa membantu Ririn memikul bebannya.

***

Dannis menatap diam sahabatnya. Amanda sedang tekun mengerjakan pekerjaan rumahnya ditemani Dannis di atas rumah pohon. "Apaan sih Dan, risih gue diliatin" ucap Amanda

Dahi Dannis mengkerut dengan iseng ia memberantakkan rambut Amanda "Muka lo beda"

"Ngeselin banget sih!" Amanda membetulkan rambutnya yang berantakan "Aneh lo! beda apanya sih. Jadi lebih cantik?"

"Lebih jelek malah" Bohong. Dannis berpikir kalau Amanda lebih cantik kalau rambut nya digerai.

"Tau ah! Dannis cepetan kerjain Peer lo. Gue udah capek-capek ngajarin lo terus sekarang gak lo kerjain plus lo ngehina gue!"

"Jangan baper dong. Jadi, lo gak ikhlas ngajarin gue?"

"Emang gak ikhlas! udah ah, gue mau ke bawah aja"

"Amanda, gue kan masih belum ngerti" rengek Dannis

Amanda memperhatikan foto-foto yang tertempel di dinding kayu rumah pohon. Foto mereka dari masih kecil sampai sekarang tertempel semua disana, ada juga foto bersama anggota keluarga mereka. Entah kenapa Amanda suka memperhatikan foto-foto ini. Jika, Amanda melihatnya ia merasakan sesuatu yang hangat di dada.

Merasa bahagia, aman, dan beruntung karena mempunyai semua itu.

"Serius kali ini atau gue langsung ke bawah" Kata Amanda

Dannis mengangguk tanda mengerti kemudian tampak berpikir "Biar cepet, gue boleh nyontek peer lo gak?"

"Dannis!"

"Iya maap ah"

Setelah menjelaskan bagaimana cara mengerjakan PR-nya kepada Dannis Amanda membaca komik lama yang berada di nakas kuno disebelah sofa yang sudah rusak. "Nis,"

"Sekali lagi lo manggil gue 'Nis' gue jitak lo" Jawab Dannis yang masih serius dengan PR-nya

Amanda tertawa kecil "Lo kenal Sean gak?"

"Gak."

"Menurut lo Sean itu kayak gimana?"

"Biasa."

"Biasa gimana?"

"Sok, songong, banyak gaya, suka tebar pesona, php"

"Lha, kok lo tau?"

"Gue korban php nya dia"

"Anjir homo lo!" Amanda menepuk pipi Dannis, lalu tertawa keras. Sebenarnya Dannis malas membahas Sean. Entah kenapa baru sekali Amanda menanyakan tentang Sean sudah membuat Dannis panas dan kesal.

Dannis sendiri tidak tahu kenapa.

A/N: Hai! Maaf jarang banget update :( Oh iya ada yang bisa nebak apa masalah Ririn? xD Vomments selalu ditunggu ;)

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang