Case 21

44 7 11
                                    

Gadis itu berdiri tegak di depan pintu gudang. Ekspresi wajahnya sama sekali tidak takut, seakan dia memang menunggu semua ini.

Gadis yang mungkin agak gila itu tiba-tiba tertawa saat maniknya tidak sengaja berpapasan dengan Frida. Tawanya semakin menggelegar, sarat akan kepuasan.

"Hahaha .... Akhirnya," kata gadis itu.

Frida yang melihat gadis itu memandangnya sembari tersenyum hanya bersikap abai. Fokusnya malah teralihkan pada beberapa polisi yang tak jauh darinya, berusaha mencuri dengar perbincangan polisi tersebut.

Ketika jarak sang gadis dengan Frida tak jauh, samar Frida mendengar ucapan gadis itu.

"Sampai akhir pun tampaknya kau tak pernah memperhatikan keberadaanku, ya?"

****

Bukti yang mereka dapatkan berbeda. Ketika mendengarkan penjelasannya Dadang dan foto CCTV dari Tristan telah membuktikan hal tersebut. Kedua orang yang bersama dengannya juga merasakan hal yang sama, tetapi Tristanlah yang heboh sendiri.

"Tuh! Apa kataku. Ada yang aneh dengan anak satu itu," ujarnya menggebu. Sempat membuat Frida menutup telinga karena suara Tristan menggelegar ketika jarak mereka cukup dekat.

Tristan yang semangat segera ciut melihat delikan gadis tersebut. "Aku tahu. Dia emang sudah mencurigakan sejak pencarian barang bukti."

Dadang yang melihat interaksi keduanya sedikit bingung. "Lo, bukannya kalian lagi marahan? Saya kira masih berantem."

"Marahan? Sejak kapan?" Keduanya melirik sebentar sebelum kembali pada Dadang. "Beberapa hari ini 'kan kalian beda-beda selidiki kasusnya. Biasannya berdua terus kayak kembar siam."

Keduanya hanya tersenyum jenaka, kemudian terpingkal dengan reaksi polisi itu yang tertipu dengan akting keduanya.

****

Minggu pagi, Natan tiba-tiba mengajaknya menemui seseorang. Gadis itu sudah bertanya siapa gerangan yang Natan singgung, tetapi pemuda itu memilih bungkam.

"Masih jauh kah?" tanya Frida ketika keduanya menanjak jalan yang berada di sana.

Natan melihat selembar kertas, kemudian menggeleng. "Belum, Da. Tahan sebentar lagi, ya."

Perasaan Frida entah kenapa tak enak. Gadis itu segera mengeluarkan ponsel, memberi pesan singkat beserta map lokasi keberadaan ke sebuah kontak WhatsApp. Ketika mukanya menabrak Natan, gadis itu tanpa sengaja menghapus seluruh pesan yang dirinya kirim.

"Kita sampai," ujar Natan kemudian, tak menggubris apalagi menanyakan kondisi gadis yang baru saja menabrak punggungnya.

Gudang yang berada di atas tanjakan. Berbalut seng berkarat di setiap sisi dengan atap yang tak lebih baik dengan tembok membuat Frida keheranan.

"Kita ... masuk ke dalam?" tanyanya kemudian mendapat anggukan.

Natan berjalan lebih dulu, diikuti dengan Frida yang lebih memilih menjaga jarak darinya. ketika pintu berkarat itu terbuka —cukup menimbulkan bunyi yang hampir membuat telinga Frida pekak sebentar.

Gudang itu tak memiliki apa-apa selain kursi ditengah ruangan, sedang lantainya tampak penuh debu dan bungkus minuman kaleng di mana-mana.

"Lo, mana orang yang mau kita temu—" ucapannya terpotong saat suara keras dari pintu terdengar. Natan tak ada di sana lagi, lengkap dengan tas yang semula ada di bahunya.

Putus sudah alat komunikasi Frida. Gadis itu tak memiliki alat elektronik lainnya untuk sekadar menghubungi seseorang.

Reflek Frida mendekati pintu, digedornya kuat permukaan pintu yang kasar tersebut. Suaranya terdengar menggelegar, kendati demikian tak ada satupun suara dari luar sana. Setelah cukup lama berteriak dan menggedor pintu, tenaga gadis itu hampir terkuras habis.

Gadis itu seketika ambruk. Kakinya lemas sedang tenggorokan terasa kering. Perutnya sudah keroncongan, efek tak makan pagi sebelum pergi. Ketika sedang berada dalam situasi semacam itu, sebuah botol minum dan makanan yang keluar dari pintu kecil di bawah pintu utama menyadarkannya dari segala lamunan.

Dengan semangat yang tak ia duga masih bersarang, gadis itu mulai menyantap makanan dan menegak isi air mineral. Puas pada semua hidangan, gadis itu tersenyum sejenak, sebelum panik karena pandangannya memudar. Frida ... hilang kesadaran setelah itu.

****

Natan keluar dari gudang saat wajah Zoe benar-benar ada di depannya. Dengan terkejut pemuda itu mengelus dadanya pelan.

"Kau mengejutkanku, Zoe!" serunya kemudian dibalas cengiran gadis tersebut.

"Ya maaf. Aku hanya ingin mengejutkanmu saja."

Jujur saja, Natan tak pernah suka dengan rekannya satu itu. Dia ... aneh.

"Ada apa ke sini? Kan dia bilang cukup aku yang membawanya?" Natan bersedekap, sorot matanya memandang Zoe tajam.

Sedang Zoe sendiri, gadis itu hanya terkekeh. "Aku membawa makanan dan minuman, dia memintaku memberikannya pada si Frida," jelasnya kemudian mengarahkan hal yang dimaksudkan di depan wajah Natan.

Pemuda itu hanya mengangguk, kemudian mengambil makanan serta minuman seraya berbalik.

"Jangan dimakan, ya! Di sana ada obat khusus buat Frida." Peringatan Zoe membuat Natan mengangguk saja. Pemuda itu segera kembali ke pintu gudang.

****

Ketika sadar Frida sudah tak ada di depan gerbang gudang. Gadis itu kebingungan, dia berusaha berdiri dari posisi duduk ketika merasa kedua tangannya tertahan sesuatu. Dengan penasaran diliriknya ke bawah, mendapati tak hanya tangan, tapi juga kaki terikat pada bangku tempatnya duduk. Gadis itu memberontak, berusaha melepaskan ikatan.

"Percuma, ikatan itu ikatan paling kuat yang Natan buat, lo." Suara halus masuk ke telinga Frida. Dengan cepat dia menoleh ke arah kanan, mendapati seseorang yang sempat dia lihat sebelumnya berdiri di hadapan.

"Hmph!" Ketika ingin berucap, gadis itu tersadar bahwa mulutnya sedang dibekab.

Mata Frida melotot pada samping kanan, yang mendapat sebuah cekikikan dari orang asing tersebut.

"Kamu lucu, Frida. Sebagai orang yang suka mencari misteri dari suatu masalah, wajahmu terlalu transparan ketika panik," komentarnya kemudian, berjalan mendekati Frida yang masih memberontak. Matanya menatap gadis itu jenaka, sedang Frida hanya bisa mencoba menakut-nakuti si gadis dengan tatapan mematikan paling ampuh miliknya.

Puncak kepala Frida ditepuk sedikit keras, membuat gadis itu harus menahan sakit tanpa bisa protes. "Bagus, begitu dong. Diam, 'kan enak lihatnya," ujar gadis itu seraya tersenyum lebar.

Ah, Frida tahu siapa gadis ini. Gadis yang sama yang sudah menjatuhkan Tiana dari rooftop, gadis yang menjadi pembicaraan hangat ketika dia baru kembali ke sekolah. Giselle, gadis yang dikatakan sudah meninggal karena terjatuh dari tangga sekolah.

Dugaannya sejak Natan yang tiba-tiba mendekatinya benar, pemuda itu ... tahu tentang tindakan Giselle. Bahkan, dia dengan sukarela menutupi tulisan di papan tulis itu—setidaknya itulah dugaan Frida saat ini.

Natan sendiri hanya dapat melihat interaksi Frida dan Giselle dari jauh. Netra pemuda itu memandang lamat kepada Giselle. Bayangan gadis cilik yang dia jumpai dulu mulai samar, terganti dengan gadis asing yang dia kenal saat ini.

Sampai akhir, Natan, satu-satunya teman Giselle tak tahu apa-apa. Tentang Giselle yang menderita di bawah bangunan bernamakan rumah.

Giselle [✓] #WRITONwithCWBPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang