Case 19

23 6 7
                                    

"Makasih, Natan. Ketemu besok." Frida tersenyum simpul kala sudah turun dari motor tebengannya.

"Iya. Langsung ganti baju sama istirahat, ya. Kamu pasti capek." Ucapakan Natan dibalas anggukan Frida, gadis itu segera melambai, ditunggunya raga Natan menghilang bersama motornya. Di sisi lain, terlihat seorang pemuda yang mencengkeram erat kantong plastik berisi sate madura dua puluh tusuk.

"Sial. Harusnya aku datang nantian aja," gumamnya kesal. Kemudian ketika melihat Frida balik badan hendak masuk rumah, Tristan terpaksa mengakhiri perdebatan batinnya dan memanggil gadis tersebut.

"Frida! Tunggu sebentar." Frida tetap abai, memaksa Tristan memutar otak. "Aku dapat bukti lain!" teriaknya begitu saja, padahal barang yang dimaksud tidak ada.

Mendengar kata bukti, Frida menoleh. Dengan bersedekap dia berucap. "Mana? Aku mau lihat." Refleks Tristan menyerahkan kantong plastik yang segera dibuka Frida dengan wajah berseri.

"Apa ini?" Namun, wajahnya seketika murung saat melihat hanya ada makanan kesukaannya di sana. "Kamu bermain-main denganku, ya?!"

"Kata siapa? Aku serius, kok." Tristan masih saja tenang, padahal gadis di hadapannya sudah emosi.

"Ini makanan, Tristan, bukan bukti!"

"Itu bukti," kekeh pemuda itu.

"Bukti apa?!"

"Bukti kalau aku tulus minta maaf soal kejadian barusan."

Frida tertegun. Gadis itu melihat antara bungkusan makanan dan wajah memelas Tristan. Merasa menemukan hal menarik, dengan ogah dia menyerahkan kembali kantong plastik tersebut.

"Nggak butuh," ketusnya kemudian.

"Eh? Serius, ini? Ini makanan kesukaanmu, loh."

Frida membuang muka. "Gak butuh sogokan," balasnya masih kekeh pada pendirian.

"Yakin? Ya udah, aku makan aja." Tristan nyengir. Dia bergerak mengambil isi kantong di tangannya, nyaris membuka bungkusnya jika saja Frida tidak mencegah.

"E-eh! Kok dimakan?!" Panik melanda gadis tersebut.

"Katanya gak mau? Masa dibuang, 'kan sayang," balas Tristan kemudian.

"A-aku mau, kok. Aku cuma gak suka kamu pakai itu buat nyogok aku."

"Nah, bilang dong dari tadi. Kan nggak ribet." Tristan mengurungkan niatnya mengambil isi kantong, hal itu segera membuat Frida refleks merebut kantong seraya memeluknya erat.

"Berarti, 2-0, nih?" goda pemuda itu.

"Apanya 2-0, dikira pertandingan olahraga?"

"Dasar atlet, pikirannya olahraga mulu," cibir pemuda itu sambil terkekeh.

Frida semakin cemberut, kesal dengan sikap Tristan yang mempermainkannya. Niat hati menjahili pemuda itu, tapi mengapa justru dia yang dijahili?

"Jangan cemberut, dong. Nanti jadi Nenek lampir," ledek pemuda itu kemudian mendapat sebuah pukulan kuat di lengan.

****

"Kenapa malam-malam mau ke sini? Untung Ibu lagi di rumah saudara. Kalau ada, pasti Ibu heboh," tanya Frida sesampainya mereka di ruang tamu.

"Hahahaha .... Ya iyalah Ibumu heboh, yang datang cogan gini." Tristan membusungkan dadanya, bangga melingkupi seluruh raga.

Sedang Frida, gadis itu membuang napas lelah. "Tristan, udahan bercandanya, aku capek. Kalau nggak ada urusan, mending kau pulang biar aku bisa istirahat."

Giselle [✓] #WRITONwithCWBPTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang