R.A.V.I

680 83 34
                                    

Dengan terburu-buru gadis remaja yang tahun ini berulang tahun ke 19 itu menuruni anak tangga menuju lantai satu, sembari memakaikan jaket berwarna hitamnya ia terus turun.

Melewati ruang tamu yang nampak sepi, malam minggu di kosan ini tentu saja sepi. Sebagian penghuninya ada yang sudah berpergian mengarungi malam, ada juga yang memilih melewati malam di kamar saja.

Gadis itu tiba di luar, mengantongi ponselnya lalu celingak celinguk melihat ke seisi teras kosan yang semakin rimbun oleh tanaman yang dibudidaya oleh Tima dan Nenden.

Ia melangkah menuju gerbang, ia sedikit tergesa-gesa. Takut tempat yang ia tuju malah tutup saat ia tiba.

Tepat saat kedua kakinya keluar dari teras, motor vario berwarna charcoal berhenti tepat di depannya.

Ia terdiam, menebak-nebak siapa pengemudinya.

Namun dalam sekelebat malam wajah dibalik helm itu perlahan ia kenali.

Lelaki yang masih duduk di atas motor itu tersenyum tipis, menggerakan kepalanya dengan santun.

"Ehehe." Ia menyapa dengan terkekeh pelan, perlahan melepaskan helm yang ia pakai untuk lebih mudah dikenali.

"Mas Adam!"

"Pas banget mumpung baru nyampe!" Gadis remaja itu setengah berteriak, memeriahi kebetulan yang tidak disiapkan.

Alis Adam, pria dua puluh tahun yang baru tiba itu mengkerut. Mempertanyakan ujaran yang baru disebutkan gadis berjaket hitam di depannya.

"Eh mas anterin ke indomaret depan jalan boleh gak?" Gadis itu bertanya tanpa sungkan.

"Mau jalan kaki tadinya tapi males." Ucapnya ringan, seakan keluh itu harus diwajari orang yang mendengarnya.

"Keburu tutup nih udah malem." Lanjutnya, menjabarkan alasan mengapa lelaki itu tidak boleh menolak.

Dengan wajah yang datar, Adam hanya mengangguk sebagai jawaban. Tanpa ba-bi-bu ia bergerak mundur, memutar balikan vario yang ia tunggangi.

"Eh beneran ini?" Gadis itu bertanya ragu.

Kepala Adam bergerak untuk mengangguk lagi tanpa mengeluarkan satu suara pun.

"Bener ya gapapa?" Lagi-lagi gadis remaja itu mengkonfirmasi jikalau permintaan tolongnya diterima. Karena sejak tadi, satu kata pun tidak terdengar ke telinganya.

Satu anggukan muncul kembali dari kepala itu,  helm yang ia pakai ia letakan di celah pijakan kaki.

"Iya ayo." Masih dengan ekspresi yang sama, suara yang datar akhirnya dua kata sudah terucap dari bibir Adam yang sejak tadi hanya mingkem seakan mengunci mulut untuk meladeni remaja cerewet di depannya.

Setelah mendapat persetujuan, gadis remaja itu naik di kursi bagian belakang. Berhati-hati membuat jarak yang aman antara dirinya dan pengemudi di jok yang ia duduki.

"Udah." Sahut yang perempuan saat sudah merasa siap.

Adam menarik pedal gasnya, membawa motornya bergerak meninggalkan kosan tiga lantai itu.

"Indomaret depan kan ya?" Adam memastikan.

"Iya mas." Jawab gadis yang duduk di belakang.

"Ini gue manggilnya kak, bang apa mas sih?" Gadis remaja itu bertanya, merasa kaku ketika memanggil seseorang dengan sebutan 'mas'.

Namun ia tidak mendapat jawaban sama sekali, entah karena tidak terdengar atau memang pertanyaan itu memang tidak perlu dijawab.

Mereka akhirnya diam beberapa saat hingga tiba-tiba Adam bersuara lagi.

Another Side of KBYY FamilyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang