Chapter 12

1K 78 1
                                    


Good morning Baby... sapa Higo Ryusuke dengan senyum menawannya.

Morning... balas Shiho yang masih telanjang di bawah selimut.

Aku sudah buatkan sarapan untukmu, sandwich blueberry-kacang kesukaanmu dan jus jeruk...

Hmmm... sepertinya enak... Shiho bangun duduk.

Higo meraih kimono sutra Shiho dan memakaikannya, pakai ini dulu...

Ah toh kau juga sudah lihat semua...

Justru itu, aku takut tergoda, bisa tidak berhenti nanti... hehehe...

Shiho merangkul leher Higo dan mengecup bibirnya, apakah aku se-seksi itu?

Sangat... sahut Higo seraya merangkul pinggang Shiho dan menanggapi kecupannya.

Shiho berdiri di tepi danau buatan pagi itu seraya melepaskan cincin tunangan dari jari manisnya. Kenangan-kenangan manis bersama Higo Ryusuke berputar di benaknya, tapi Shiho merasa kenangan itu begitu jauh, bagai berada di dimensi yang lain. Ia sampai bertanya-tanya apakah sungguh ia pernah berada di dimensi itu?

Shiho mengecup cincin itu untuk terakhir kali sebelum melemparnya ke danau dan melihatnya langsung tenggelam. Shinichi yang baru saja menghampirinya tertegun melihat sikapnya.

"Kau buang begitu saja?" tanya Shinichi.

Shiho menarik napas dalam-dalam, "bagai ada jurang besar antara diriku yang dulu dengan diriku yang sekarang. Peristiwa buruk itu adalah batas dimensinya. Aku sendiri tidak tahu, aku harus menjadi Shiho yang bagaimana. Tapi yang pasti, aku tak mau lagi bermimpi,"

Shinichi berdiri di sisinya seraya memandang danau juga, "kau benar. Sejak kecil aku terbiasa memiliki impian untuk bersama Ran dan sekarang semuanya hancur," kemudian Shinichi menggeleng, "tidak, bahkan sudah hancur sejak Otosan dan Okasan meninggal..."

"Setelah kembali dari Amerika, hidupku datar saja. Ryusuke membuatku berani untuk menata mimpi. Tapi... memang sepertinya aku ditakdirkan tidak boleh memiliki impian... Aku sekarang menjalani kehidupan karena semata-mata aku masih hidup..."

"Shiho, Higo-San pria yang baik, dia pasti menerimamu kembali,"

"Ryusuke mungkin memang pria yang baik, tapi dia dikelilingi oleh kamera. Meski masa laluku di organisasi sudah ditutup rapat-rapat, suatu hari mereka akan tahu, terlebih lagi dengan kejadian sekarang ini. Aku tak mau Ryusuke menjadi bulan-bulanan media Jepang hingga semua sponsornya pergi. Aku tak bisa menyulitkannya lebih jauh lagi. Biarkan saja dia mengira aku sudah mati. Mungkin akan sakit sebentar, tapi pasti dia akan bangkit lagi. Banyak wanita yang lebih baik dariku dan lebih pantas untuknya,"

"David sudah menyiapkan surat kematiannya. Aku merasa dengan cara ini juga mungkin kita bisa tahu siapa yang telah menjualmu. Kau masih memiliki asuransi, siapa yang berusaha mengklaim asuransimu, mungkin dia lah pelakunya,"

Shiho mengangguk, "kau atur saja,"

"Ngomong-ngomong, apa kau masih berhubungan dengan keluarga Sera?"

Shiho menggeleng, "sejak aku ke Amerika sepuluh tahun lalu, aku sudah tidak pernah kontak dengan mereka lagi,"

"Kau masih marah pada Akai-San?"

Shiho menimbang-nimbang sejenak sebelum berkata, "aku... sekarang kalau mau dibilang marah juga tidak, benci juga tidak, hanya saja... aku tidak merasa terikat pada keluarga Sera. Hanya seperti orang asing yang tidak kenal saja... Sejak dulu, keluargaku hanya detektif cilik, kau dan Hakase..."

"Oh ya mengenai Hakase, aku jadi ingat sesuatu," kata Shinichi.

"Apa?"

"Ikut aku,"

Shinichi mengajak Shiho ke perpustakaan. Shinichi meraih sebuah map dari laci meja kerjanya dan menyerahkannya pada Shiho.

"Apa ini?" tanya Shiho ketika menerima map itu.

"Kau lihat saja,"

Shiho membuka map itu dan terbelalak, "wasiat atas namaku?"

Shinichi mengangguk, "setelah meninggal, aku mengurus rumah Hakase, membereskan segala administrasi dan dokumen. Akhirnya aku tahu, Hakase telah menunjukmu sebagai ahli warisnya. Tabungan Hakase memang tidak seberapa, tapi kau ingat dia mewarisi kastil tua dari pamannya Agasa Kurisuke?"

"Kastil tua yang penuh teka-teki itu?"

"Benar. Ternyata Hakase sudah menjualnya dan mendepositokan uangnya. Di formulir pada saat pembukaan deposito, dia mencantumkan nama Miyano Shiho sebagai pewaris jika dirinya meninggal,"

Shiho terhenyak, "Hakase melakukan itu?"

"Dia tak punya anak, Shiho. Selama ini hanya kau yang pernah bersamanya, dia sudah menganggapmu seperti putrinya sendiri,"

Mata Shiho berkaca-kaca, "Hakase..."

"Jadi, sekarang rumah yang di Beika adalah milikmu. Begitu juga dengan deposito di bank yang bisa kau cairkan, nilai pokoknya 100 juta yen, belum bunga,"

Shiho terperangah, "besar sekali?"

"Kastil teka-teki itu memiliki posisi yang bagus dan privasi, sebuah production house ternama membelinya untuk keperluan syuting film kolosal. Mereka benar-benar berani membeli dengan harga tinggi,"

Bahu Shiho terkulai, "berarti selama ini Hakase punya uang, tapi kenapa..." ia melempar map itu ke meja, "benar-benar Hakase... aku tak habis pikir..."

"Aku sendiri terkejut, aku tak menyangka Hakase begitu menyayangimu,"

"Aku tinggal dengannya hanya kurang lebih dua tahun. Selama 10 tahun ini kenapa dia tidak menikah saja atau apalah... Kenapa dia tidak gunakan uang itu untuk keperluannya sendiri?" Shiho mengoceh seraya berderai air mata.

Shinichi mengangkat bahu, "aku pun tak mengerti,"

"Ck seandainya saja dia mematuhi aturan diet yang sudah kubuat, seharusnya dia sudah kurus dan tidak kena serangan jantung!" isak Shiho.

"Jadi, apa rencanamu dengan semua ini?" Shinichi mengangkat mapnya.

"Aku tak mau, aku tak bisa menerimanya, aku merasa itu bukan milikku. Sumbangkan saja semuanya untuk yang membutuhkan,"

Shinichi mengangkat sebelah alisnya, "Shiho, ada 100 juta yen lebih di sini. Bayangkan kau bisa beli berapa banyak tas Fusae?"

"Kalau kau mau untukmu saja,"

"Aku sudah kaya raya, aku tidak memerlukannya atau begini saja," Shinichi menaruh map itu kembali ke laci, "mungkin sekarang kau masih kaget. Daripada kau sumbangkan semuanya, sebaiknya kau pikir-pikir dulu. Apa impian Hakase selama ini yang belum tercapai? Gunakan uang itu untuk mewujudkan impiannya,"

"Impian Hakase?"

"Eh,"

"Yang aku tahu impian Hakase adalah menciptakan drone yang bisa membawanya terbang,"

Shinichi nyengir, "kau pikirkan saja pelan-pelan, toh uangnya tidak kemana-mana,"

Shiho menghela napas, "Baiklah, kupikirkan nanti,"

BetrayalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang