Bab 10

559 104 21
                                    

Si kecil berceloteh riang tatkala bertemu dengan sang papa, anak itu sudah merindukan sang papa. Sesekali kekehan kecil meluncur dari bibir merah kecoklatan pria dewasa yang mendengarkan celotehannya. Namun, jika diperhatikan lebih dalam, pria itu tak benar-benar mendengarkan semua yang diucapkan si kecil. Raganya begitu dekat dengan si kecil, namun hati dan pikirannya melayang ke sosok gadis yang terlihat sangat kecewa dengannya.

"Aku harus bicara dengannya ..."

"Apa pa?"

Naruto tersentak, lantas mengulas senyum, "Ah, Inojin pintar ... tapi tetap saja kamu tidak boleh pergi seorang diri. Di luar berbahaya."

"Tapi aku tadi bertemu kakak cantik yang baik."

"Itu sebuah keberuntungan ... dan keberuntungan seperti itu tidak selalu datang setiap saat. Inojin mengerti 'kan?"

Inojin menunduk, rasa bersalah menyeruak, "Maafkan Inojin."

Naruto mengelus sayang kepala Inojin sebelum memeluk anak kecil tersebut, "Tidak. Papa yang salah. Maafkan papa."

Inojin mengangguk kecil seraya mengeratkan pelukannya. Sungguh, rasa sayangnya pada sang papa begitu besar, hingga ia tak ingin membuat papanya merasa khawatir.

.

"Dia sudah tidur?" Shino bertanya ketika Naruto keluar dari kamar seorang diri.

"Ya, pasti dia sangat lelah ..." Naruto mendudukkan diri di sofa dan menyender. Menghela napas, "Kenapa Ino bisa membiarkan anak sekecil itu pergi dari rumah seorang diri? Apa dia tidak khawatir sama sekali? Bahkan dia tidak mencarinya."

Shino membawakan kopi, dirinya turut mendudukkan diri di samping Naruto, "Tenanglah ... tidak ada seorang ibu yang rela kehilangan anaknya. Aku yakin Ino juga sedang khawatir. Apa tidak sebaiknya kau menghubunginya?"

"Rumit."

"Kalian berselisih lagi?" Naruto mengangguk, "Biar ku tebak, masih dengan masalah yang sama?"

"Aku semakin tidak mengerti jalan pikirannya."

"Tenangkan dirimu dulu, tapi setidaknya beri dia pesan jika Inojin ada di sini. Bagaimanapun dia ibunya."

"Kau saja yang memberinya pesan, aku harus pergi." Bersamaan dengan selesainya ucapannya, Naruto beranjak dari duduknya.

Shino hanya mampu membuang napas berat mengingat peliknya masalah Naruto. Seperti yang diceritakan Naruto ketika baru sampai, jika Hinata salah paham akan hubungannya dengan Inojin. Maka, ia mengerti jika Naruto harus segera menjelaskan segalanya pada Hinata. Shino juga tidak ingin jika kebahagiaan Naruto lenyap begitu saja.

.

Kini, Naruto sudah berada tepat di depan pintu unit apartemen Hinata. Mengetuk pelan tak ada jawaban, hingga ia menggedor pintu itu.

"Hinata, tolong buka pintunya!"

"Aku tahu kau ada di dalam."

"Ada hal yang harus aku jelaskan."

"Hinata!"

Hinata membekap mulutnya sendiri agar tak menimbulkan suara. Air mata masih terus bercucuran seakan tak ada habisnya. Dirinya masih merasa dipecundangi oleh pria yang mulai membuatnya nyaman itu.

"Aargh..." Tembok putih itu menjadi samsak tinju bagi Naruto. Ia merasa frustrasi dengan keadaan yang semakin rumit. Masalahnya dengan Ino belum terselesaikan dan sekarang Hinata salah paham mengenai statusnya.

Perasaan bersalah menyelimuti diri. Ia hanya bisa menyalahkan semua yang terjadi pada diri sendiri. Dulu dia kehilangan orang yang disayanginya dan sekarang ia juga tak mampu jika kehilangan orang yang mulai disayanginya.

You got meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang