Bab 12

458 98 22
                                    

Embusan angin malam yang menusuk tulang tidak serta merta membuat Naruto beranjak dari duduknya.
Pasangan yang lalu lalang dengan saling bersenda gurau adalah atensi utamanya di taman kota yang tak jauh dari tempat tinggalnya.

Andaikan hubungannya dengan Hinata baik-baik saja seperti awal pertemuan mereka, apakah saat ini dia juga akan bersenda gurau seperti pasangan kekasih itu? Naruto iri. Amat iri dengan kehidupan mereka yang tampaknya tak ada masalah berarti. Sedangkan dirinya, sedari kecil di penuhi dengan masalah yang tak pernah berujung, membuat ia enggan untuk membuka diri pada siapa pun kala itu.

"Aarrghhh...." Naruto mengacak asal surai pirangnya, merasa frustrasi dengan keadaan yang semakin kacau. Belum lagi detak jantungnya semakin berdetak tak beraturan, rasa cemas menggerogoti hati yang lemah. 

Kembali merogoh saku jaket, mengambil beberapa pil lalu meminumnya dengan sekali telan. Naruto sudah tak peduli jika kadar pil yang diminum melebihi batas normal, yang penting rasa sesak karena cemas dan bersalahnya kembali menghilang.

Naruto mengerti jika Hinata tak ingin mendengar ucapannya. Dia mengerti seberapa sakit hati gadis itu, walau pun hanya sebuah kesalahpahaman. Yang membuat Naruto sesak ketika Hinata berkata jika gadis itu merasa hina telah melakukan sesuatu ketika mabuk dengannya. Seburuk itu kah dirinya di mata Hinata?

.

.

Usai Hinata bercerita mengenai kepahitan yang dialami selama hidupnya, mereka kembali menenggak bir kaleng dengan kadar alkohol rendah itu. Rendah jika hanya diminum satu kaleng, tapi mereka sudah menghabiskan beberapa kaleng.

Hinata tertawa terbahak dengan lelucon garing yang diutarakannya dan Naruto mengurva senyum lebar karena dapat melihat tawa lepas Hinata. Hinata terlihat bahagia membuat hatinya menghangat sekaligus terkagum dengan wajah merahnya yang cantik.

"Panas sekali." Hinata mengibaskan tangan di depan wajahnya, tapi usahanya tak berhasil. Bahkan AC di unit apartemen miliknya pun tak terasa sedikitpun.

"Kamu minum terlalu banyak," Ucap Naruto dengan disusul tawa setelahnya.

Hinata cemberut, "Kamu gak sadar diri? Wajah kamu merah sekali." Hinata melepas sweater yang menutupi badannya dan menyisakan tangtop putih. "Kamu gak gerah pake hoodie gitu?"

Pandangan Naruto tak lepas dari gadis di depannya, "Sangat." 

"Kalau begitu ___

Belum usai Hinata berucap, Naruto sudah melepas hoodie miliknya, menyisakan kaus putih yang terangkat ketika membuka hoodie hingga memperlihatkan otot perutnya yang membuat Hinata terpana.

Naruto hendak membenarkan kaos itu, tapi Hinata menahan tangannya dan sebelah tangan lagi menyentuh otot perut Naruto.

"I-ini sungguh otot perutmu?" Hinata terpana dan tanpa sadar jarinya terus bergerilia di sana, "indah sekali."

Naruto mendesis lirih, sentuhan lembut Hinata di perutnya membuat sensasi geli yang belum pernah dirasakannya. "Stop it."

"Kenapa? Perutmu sangat seksi." Hinata menengadah dengan mata sayu dan wajah yang memerah membuat Naruto sekuat tenaga menahan keinginannya untuk menyentuh Hinata.

"Kamu bisa membangunkanku," menggeram, Naruto hanya bisa menahan ketika tangan halus Hinata semakin turun menjamahnya. Jarinya berputar-putar mengitari area pusar.

"Itu tujuanku," bisik Hinata diakhiri gigitan kecil di telinga Naruto.

Ok kesalahan Hinata fatal, kali ini Naruto tak bisa lagi menahannya. Dengan satu tarikan Hinata sudah berada di atas pangkuan Naruto, pandangan mereka saling terkunci.

You got meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang