Bab 4

646 117 18
                                    

Tungkai mungilnya mengayun lambat seraya mata yang enggan terbuka, membuat pergerakannya bertambah lambat karena harus terkantuk benda-benda yang menghalangi jalannya. Bahkan mulut mungilnya terus saja menguap di sepanjang jalan menuju daun pintu.

Mengucek matanya beberapa kali, lantas hal selanjutnya yang ia lakukan adalah membuka kunci lalu memutar hendel pintu hingga pintu putih tersebut terbuka setengah.

Hal pertama yang tertangkap oleh mata adalah sebungkus makanan yang bahkan menutupi pandangannya terhadap si pengirim. Hingga si pengirim memiringkan kepalanya sembari menyengir, barulah ia dapat melihat jelas wajah tersebut.

"Naruto? Ada apa pagi sekali datang kemari?"

Naruto mencebik, "Bukankah harusnya tamu dipersilakan masuk dulu ya!?"

Hinata tersenyum kikuk sembari menggeser badannya, "Masuklah!"

Naruto kesenangan, dengan langkah pasti ia memasuki apartemen milik Hinata lalu mendudukkan diri di karpet bulu seraya tangannya menyimpan bungkusan tadi di atas meja oshin.

"Aku membawakan sarapan untuk kita."

"Hooaammm ... kau baik sekali! Padahal kemarin malam sudah membayarkanku makan."

"Cuci muka dulu sana biar gak nguap terus!"

Hinata menyengir, ia lantas segera ke kamar mandi menuruti saran Naruto. Mau bagaimana pun pria itu sudah bersusah payah datang membawakan makanan, akan tidak sopan jika ia terus dalam keadaan mengantuk.

Naruto tersenyum tipis melihat tingkah Hinata yang tidak merasa risi penampilan terburuknya di lihat oleh seorang pria. Eh, atau mungkin Hinata tidak menganggapnya seorang pria?

Naruto menggeleng mengenyahkan pemikirannya. Jelas-jelas dia pria tulen, mana mungkin Hinata tidak dapat melihat itu.

Deritan pintu terdengar, membuat Naruto menatap penuh pada sosok Hinata yang baru saja keluar dari kamar mandi. Gadis itu terlihat menepuk-nepukkan wajahnya menggunakan handuk kecil yang bertengger di bahu mungilnya.

"Aaahh... segarnya," ucapnya seraya mendudukkan diri di seberang Naruto.

"Nih ... untukmu!" Ucap Naruto sembari menyodorkan satu mangkuk berisi bubur.

"Waahh ... terima kasih." Hinata menerimanya dengan mata yang berbinar, bubur itu tampak menggiurkan dengan berbagai macam topping di atasnya. Sejurus kemudian mereka berdoa bersama, lalu memakannya. "Ngomong-ngomong ada apa kau datang sepagi ini membawakan sarapan?"

"Hanya ingin saja. Entah kenapa aku merasakan kesepian, padahal aku sudah terbiasa," jawab Naruto yang merasa ada yang hilang setelah perpisahannya semalam dengan Hinata.

"Maksudnya? Kok aku bingung dengan kata-katamu."

"Sudahlah tidak usah dipikirkan, nanti kau malah pusing!"

"Ya sudah ... eh emang rumahmu dimana? Kalau jauh kau pergi jam berapa dari rumah?"

"Dekat kok, hanya beda dua blok dari sini. Basecamp lebih tepatnya. Di sana ada aku dan Shino asisten desainer butik."

"Eh ada ya tempat seperti itu? Itu gratis? Untuk karyawan perempuan ada tidak?" Tanya Hinata antusias. Jika ada, ia juga ingin tinggal di basecamp seperti itu, lumayan 'kan uang sewa apartemennya bisa ia tabung dan bayar utang.

"Hhmm ... bagaimana ya menjelaskannya ... itu memang gratis, tapi tempat itu sesungguhnya tempat kerja untuk desainer dan asistennya, hanya saja aku waktu itu tidak ada tempat tinggal jadi aku diperbolehkan tinggal di sana."

"Berarti di sana banyak barang? Pakaian, tas, sepatu ... "

"Tidak sebanyak itu, hanya basecamp untuk pembuatan tas, untuk pakaian dan sepatu beda lagi."

You got meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang