Bab 11

484 110 29
                                    

"NARUTO!!!"

Panik.

Hanya satu kata yang dapat menggambarkan kadaan Hinata kali ini. Dirinya yang baru saja membuka pintu, dikagetkan dengan Naruto yang terkapar tak sadarkan diri di lantai teras rumahnya.

Merengkuh tubuh jangkung itu dengan kesulitan, Hinata menepuk-nepuk pipi bergaris itu.

"Naruto bangun! Sadarlah!"

Ucapnya dengan bibir bergetar. Diambilnya ponsel miliknya, lalu tangan gemetar itu berusaha mencari panggilan darurat. Dia harus menelepon petugas kesehatan untuk membawa Naruto ke rumah sakit.

"Kumohon bertahanlah..." racaunya disela-sela menunggu panggilan tersebut tersambung.

..

Setelah meminta pertolongan dan ambulance datang, di sinilah Hinata berada, duduk di samping ranjang pasien ruang IGD dengan canggung. Beberapa kali tangan mungilnya berusaha untuk menggapai tangan hangat Naruto, tapi diurungkan ketika mengingat jika pria di hadapannya itu sudah memiliki keluarga kecil. Hinata hanya bisa terduduk menatap sendu wajah damai Naruto.

"Bangunlah ... Aku akan memaafkanmu jika kau bangun."

Dokter bilang, Naruto mengalami syok berat hingga jatuh pingsan. Namun, keadaannya sudah stabil dan akan segera terbangun. Maka dokter hanya memberikan infus vitamin untuk Naruto dan meminta Hinata segera menghubunginya jika sudah terbangun. Hinata tidak mau beranggapan jika Naruto tak sadarkan diri karena pertengkaran kecil mereka.

Bunyi di perutnya kembali terdengar, Hinata meringis menahan perih yang mulai terasa. Jika begini, ia butuh antisida segera untuk meredakan rasa sakitnya dan membeli makanan ringan agar perutnya tidak syok.

Hinata berdiri, memutuskan untuk ke kantin sejenak membeli beberapa potong roti untuknya dan Shino jika dia datang. Orang pertama yang Hinata hubungi adalah Shino. Karena hanya Shino lah yang Hinata kenal.

"Anakmu sakit?"

"Ah, bukan. Aku belum punya anak."

"Kalau begitu, suamimu?"

"Bukan juga. Aku belum menikah."

"Ya ampun maaf, berarti pacarmu ya?"

"Bukan juga bi, temanku. Tidak mungkin aku memacarinya."

"Oh berarti kalau mungkin mau dipacari?"

"Eh, gak gitu juga. Maksudku ... "

"Bibi hanya bergurau. Semoga temanmu segera pulih."

"Ya semoga. Terima kasih."

"Aku yakin dia orang yang berarti untukmu."

Hinata hanya tersenyum tipis walau dalam hati menggerutu karena bibi penjaga kantin terlalu ikut campur urusannya. Lantas setelah membayar ia memutuskan kembali ke ruang IGD. 

Ayunan kaki mungil itu terhenti di balik pilar ketika atensinya menemukan sosok Shino dan anak kecil yang baru ditemuinya sepulang kerja. Hinata meremat tangannya erat, mengambil napas dalam, lalu bermaksud kembali melangkahkan kakinya.

Namun, ketika sosok wanita memasuki ruang IGD dan duduk di samping anak kecil tadi, Hinata mengurungkan niatnya. Ia kembali bersembunyi di balik pilar. Hinata yakin, itu adalah istri dari Naruto. Terbukti ketika wanita itu datang, anak kecil tadi langsung berhambur ke pelukan wanita itu sembari berteriak 'mama'.

Wajah ayu itu menyendu, dan sedetik kemudian terbelalak ketika wajah wanita itu tertoleh. Hinata menarik badan. Menekan dadanya yang berdegup dengan kencang.

"Ketua ...."

Entah kenapa setelah mendapati wanita yang selama ini berada di samping Naruto membuat air matanya kembali menetes. "Bodoh ... Saudara apanya?!" Hinata mengusap kasar air matanya, "Pantas saja dia sangat dekat."

You got meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang