Bab 15

514 104 3
                                    


Matahari telah tenggelam sempurna, menyisakan cahaya rembulan yang menelusup melalui atap kaca. Bintang-bintang bertaburan menambah keindahan langit malam itu.

Di bawah atap kaca itu, terdapat dua insan yang berbaring di atas ranjang putih. Keduanya menatap rembulan dengan kedua tangan yang saling bertaut seolah tak ada hari esok.

Naruto sudah menceritakan hubungannya dengan Ino yang ia anggap tak lebih dari sekedar saudara dan ia hanya berusaha menggantikan sosok ayah untuk Inojin karena Sai sudah tiada.

"Oh iya, kenapa kau berakhir jadi valet parking?"

"Untuk itu aku belum sanggup mengutarakan kebenarannya sekarang, tapi suatu saat aku pasti akan bercerita padamu."

"Baiklah ...." Hinata menghela napas, pada akhirnya ia hanya bisa menunggu Naruto untuk siap menceritakannya. Walau penasaran, tapi Hinata berusaha menghargai Naruto.

Naruto paham jika Hinata merasa sedikit kecewa, tapi dia sungguh belum siap memberitahu Hinata mengenai dirinya lebih dalam. Maka untuk menghilangkan suasana yang kurang mengenakkan, ia mengalihkan pembicaraan . "Tadi mereka tidak bertindak macam-macam kan?"

"Tidak sih, hanya saja ..." ucap Hinata ragu.

"Hanya saja apa?" Naruto menoleh menatap Hinata dengan penuh rasa penasaran.

"Ah tidak. Lupakan saja."

Jawaban Hinata yang ambigu membuat Naruto semakin penasaran. Naruto melepas tautan tangan mereka, lalu tidur menyamping dengan tatapan penuh tuntutan pada Hinata.

Hinata yang ditatap seperti itu merasa ciut, lantas menggaruk-garuk lehernya. "Itu ... eumm... " Alis Naruto semakin menukik tajam dan Hinata hanya bisa bercerita yang Sanji lakukan dengan mencicit karena ketakutan, "... ya begitulah."

"Hah? Bagaimana? Bicaramu tidak jelas."

"Aku hampir dilecehkan, mulutku dibekap lalu pria brengsek itu mengendus-endus leherku. Untung aku ___

Naruto terperanjat kaget hingga duduk bersila, bahkan ia menyela ucapan Hinata. "Apanya yang untung? Kau dalam masalah besar dan ketika aku datang malah marah-marah. Sial, aku merasa tak berguna."

Hinata turut terduduk, "Ini bukan salahmu. Jangan khawatir, aku sudah menendang miliknya, makanya aku bisa lolos."

"Jangan membuatku khawatir lagi!" Naruto membawa Hinata ke dalam pelukannya, bahkan pria itu memeluknya sangat erat.

"Aku janji, tapi kau terlalu erat memelukku."

"Aku tidak mau orang-orang yang aku sayangi pergi meninggalkanku ... Aku sangat takut kehilanganmu."

Hinata melerai pelukan mereka, kedua tangannya mengangkup wajah Naruto yang tiba-tiba berubah menjadi sendu. "Aku janji tidak akan meninggalkanmu."

"Aku pegang janjimu."

Hinata mengangguk yakin, lalu mengecup kening Naruto lama.

Mata Naruto terpejam menikmati rasa hangat yang menjalari hatinya. Setelah Hinata menyudahi ciumannya, Naruto kembali membuka mata, menampilkan binar bahagia yang tak terkira. Kini gilirannya yang mengecup kening Hinata lalu turun menuju bibir gadis itu.

Keduanya memejamkan mata, kedua tangan Naruto kini berada di pinggang Hinata, mendekapnya seolah gadis itu tak boleh beranjak tanpa seizinnya.

Mereka terbuai dalam euforia menyenangkan lewat ciuman itu. Saling mengulum, memagut seolah sudah menjadi candu tersendiri.

Naruto membawa Hinata ke pangkuannya, tak ada penolakan sama sekali dari Hinata, malah gadis itu meremas gemas surai pirang prianya seraya memperdalam ciuman mereka.

You got meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang