Bab 16

442 92 15
                                    

"Mau apa anda kemari?"

Maika hanya memberikan senyum tipis melihat tatapan tajam Hinata padanya. Walau tak dipungkiri, ia merasa terintimidasi dan hatinya gelisah. Namun, Maika harus berusaha tenang agar tujuannya datang ke rumah sakit tak sia-sia.

"Saya mau menjenguk tuan Uzumaki."

"Tidak bisa. Kehadiran anda hanya akan menambah masalah untuk Naruto." Tegas Hinata seraya melipat kedua tangan di dada.

"Tapi ada hal penting yang harus saya sampaikan."

"Lain __

"Biarkan saja dia masuk Hinata." Naruto menyela ucapan Hinata, setelah terdiam beberapa saat untuk berpikir.

"Tapi kan ...."

"Aku baik-baik saja." Seulas senyum Naruto berikan untuk meyakinkan Hinata jika dirinya tidak keberatan.

Hinata menghela napas sebelum akhirnya bergeser mempersilakan Maika masuk.

Setelah masuk, Maika memberikan bingkisan buah yang dibawanya pada Naruto yang terlihat sungkan menerimanya.

"Apa keadaan anda membaik?"

"Ya, seperti yang anda lihat."

"Dia begitu juga karena kau." Hinata bergumam dengan tatapan menghunus repoter tersebut. Setelah mendengar penjelasan dari dokter, dan berusaha mengingat kembali, Hinata yakin jika wanita di depannya ini adalah sumber masalah yang menyebabkan trauma Naruto kembali.

Maika tersenyum canggung, ucapan Hinata benar adanya. Karena setelah bertemu dengannya, pria itu langsung terjatuh menahan sakit. "Untuk itu, saya bermaksud untuk meminta maaf dan untuk yang terjadi di masa lalu ... saya sangat menyesalinya dan mohon maafkan saya," ucapnya lalu membungkukkan badan.

Naruto tersentak, rasanya kenangan itu kembali terekam secara perlahan. Namun sentuhan hangat di tangan membuat Naruto merasa nyaman dan ketika ia menoleh, Hinata tersenyum tulus seraya mempererat genggaman tangannya guna menyalurkan rasa nyaman dan aman. "Aku bersamamu," bisiknya.

Perlakuan Hinata membuat hatinya menghangat. Ingatan mengenai pahitnya masa lalu bahkan seolah menghilang begitu saja. Naruto mengukir senyum untuk Hinata, lalu kembali menoleh pada Maika yang terlihat begitu menyesal.

Membuang napas berat, Naruto membuka suara. "Dulu ... aku tidak mengerti kenapa orang-orang menuduhku dengan kejamnya tanpa tau kebenarannya. Tak lama aku tahu, hal itu terjadi hanya karena sebuah artikel yang berasumsi tanpa mencari fakta. Aku akui itu hari terberat untukku. Selain kehilangan sahabatku di depan mata, akupun di tuduh menjadi penyebab kematiannya. Bukankah kalian terlalu kejam? Aku bahkan tidak bisa menjalani hariku dengan baik setelah itu ..." Naruto meremat kuat tangan Hinata digenggamannya, Hinata lantas mengelus tangan Naruto dengan sebelah tangannya. Bermaksud untuk membuatnya kembali tenang. "... aku tidak bisa berada di keramaian, atau pun bertemu dengan reporter lagi. Aku sangat ketakutan."

"Maaf, saya sungguh menyesal. Saya terpaksa." Maika berkata jujur, karena dulu dirinya hanya karyawan baru di perusahaan J-News. Kala itu, kepala timnya menekan dirinya agar membuat berita yang mampu menarik banyak perhatian orang. Kebetulan isue tentang kematian Sai sedang banyak diperbincangkan, maka ia membuat artikel mengenai hal tersebut. Ketika dirinya hendak mencari tahu fakta dibalik kejadian itu, sang ketua tim tertekan karena deadline dan dalam minggu tersebut dirinya belum memberikan artikel yang mampu menjadi tranding topic. Maka, sang ketua tim memaksanya untuk membuat headline mengenai kemungkinan Sai terkapar karena ulah sahabatnya sendiri yang jelas sedang bersamanya.

Naruto terdiam sejenak, walaupun ucapan reporter itu terdengar tulus dan penuh penyesalan, tapi tidak sebanding dengan dampak yang diterimanya. Ia tidak tahu harus memutuskan apa. Setelah terdiam beberapa saat, Naruto membuka suara,  "Anda boleh pergi jika sudah selesai. Aku harus beristirahat."

You got meTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang