BAB 9 : Program Kehamilan

2.2K 122 20
                                    

Ø Mungkin ada beberapa typo

Ø Bahasa Baku dan Non-Baku

Ø EYD masih belum sempurna

Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG

Ø Dewasa 21+

Ø Adegan seks eksplisit

Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.



Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!

***



Aku mengernyitkan kening tanda heran ketika mendapati Elvan masih berada di kosan, padahal hari sudah menunjukkan pukul tujuh pagi. Seharusnya Elvan sudah berangkat kerja setengah jam yang lalu, tetapi kini ia sedang duduk sambil terus memelukku dari belakang.

"Kamu nggak berangkat kerja, Van?" aku mengelus punggung tangannya yang melingkar di perutku.

Mungkin ini adalah momen-momen terakhirku bersama Elvan sebelum aku meninggal. Aku ingin selalu seperti ini disisa umurku. Merasakan hangatnya dekapan Elvan. Karena aku yakin aku nggak akan bisa merasakan hangatnya dekapan Elvan di alam kubur nanti.

"Aku mengambil cuti." Elvan mencium puncak kepalaku.

"Kenapa kamu tiba-tiba cuti?" tanyaku heran.

"Hari ini aku ingin menemanimu periksa ke dokter. Aku tidak akan percaya dengan apa yang kamu ucapkan malam tadi kalau aku tidak mendengarkannya secara langsung dari dokter spesialis penyakit dalam."

Aku menghela napas. Memang apa bedanya coba periksa di rumah sakit dan di puskesmas? Toh, mereka sama-sama dokter juga. Bukan dosen akuntansi yang memeriksaku.

Namun aku hanya diam saja tanpa berkomentar apa-apa. Biarkan saja Elvan melakukan apa yang dia inginkan. Aku tahu jika apa yang kukatakan ini nggak akan bisa Elvan terima. Bahkan aku sendiri pun masih nggak percaya jika saat ini aku sedang sekarat.

Daripada aku memikirkan umurku yang semakin dekat dengan ajal, lebih baik aku memanfaatkan sisa waktuku yang ada bersama Elvan. Karena aku nggak ingin menyesal di alam kubur nanti. Jika aku menyesal dan bisa kembali lagi menemui Elvan sih, nggak apa-apa. Masalahnya jika sudah dikubur, aku nggak bisa bangkit lagi.

Pukul sembilan pagi kami berdua keluar dari kosan dan menuju ke rumah sakit. Elvan langsung berjalan menghampiri suster yang berjaga di meja resepsionis, sementara aku berdiri di belakang Elvan.

Aku terlonjak kaget ketika seseorang menepuk bahuku. Aku menoleh ke belakang dan mendapati sosok Lintang berdiri di belakangku.

"Ngapain kamu di sini?" tanya Lintang dengan alis terangkat. "Kamu sakit, Sat?"

"Nggak, kok!" jawabku cepat. "Cuma mau periksa aja."

"Ayo, Sat! Kita duduk dulu nunggu antrian," kata Elvan yang sudah selesai dengan urusannya. "Oh, hai , Lintang, apa kabar?" tanya Elvan saat melihat sosok Lintang yang berdiri di hadapan kami.

"Hai, Van." Lintang mengulurkan tangannya dan meraih tangan Elvan yang terulur untuk berjabat tangan. "Yah, seperti yang kaulihat, aku baik-baik saja. Siapa yang ingin diperiksa?"

Aku menggenggam tangan Elvan kuat-kuat. Mencoba memberitahu Elvan secara nggak langsung supaya dia nggak cerita apapun kepada Lintang.

"Hanya ingin memeriksa kualitas kesuburan saja, Lintang, sebab Satya selalu merengak ingin punya anak kandung sendiri," kata Elvan yang sukses membuatku memandangnya dengan mata melotot.

Bersamamu [Selesai | BL | MPREG]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang