Ø Mungkin ada beberapa typo
Ø Bahasa Baku dan Non-Baku
Ø EYD masih belum sempurna
Ø Cerita bertemakan LGBT/sesama jenis/boys love/boyXboy/gay/YAOI/MPREG
Ø Dewasa 21+
Ø Adegan seks eksplisit
Jika tidak suka dengan genre cerita yang saya buat, saya tidak memaksa untuk membaca.
Selamat Membaca dan Selamat Menikmati!
***
Aku terbangun dan nggak mendapati sosok Elvan di kamar, mungkin dia sedang mandi.
Niatku yang hendak bangkit dari kasur kuurungkan ketika anusku terasa sakit saat aku bergerak hendak duduk di tepi kasur. Dan bertepatan dengan itu juga Elvan masuk ke kamar dengan kedua tangan membawa piring dan meletakkannya di meja. Elvan menggendongku ke kamar mandi ketika melihatku sudah bangun. Dan aku dikejutkan dengan keberadaan Elvan yang menungguku di luar kamar mandi seperti penjaga toilet umum saat keluar dari kamar mandi.
Aku menolak ketika Elvan hendak memakaikanku baju. Aku nggak mau diperlakukan seperti orang sakit. Jika hanya sekedar berpakaian dan makan saja aku masih bisa melakukannya sendiri, sebab yang sakit itu bukan tubuhku tetapi anusku.
Dengan sedikit menahan sakit, aku berjalan menuju lemari untuk mengambil pakaian. Aku berdiri di depan cermin untuk menyisir rambutku. Dan kembali aku terkejut saat mendapati leherku penuh dengan bercak merah.
Selama ini aku nggak merasa memiliki alergi apapun. Ibu juga nggak memberitahuku jika aku mempunyai alergi. Lagi pula malam tadi aku juga nggak makan yang aneh-aneh.
Kutekan bercak merah yang ada di leherku. Nggak sakit, kok. Namun, walaupun nggak sakit, tetapi rasanya nggak enak untuk dipandang.
Aku mengambil kotak P3K di dekat tumpukan buku. Kuambil plester luka dan menempelkannya pada ruam merah di leherku agar tertutup. Namun ruam-ruam di leherku masih belum tertutup sempurna. Mungkin karena plester luka ukurannya kecil, makanya nggak bisa menutup semua ruam-ruam di leherku. Aku kembali menggeledah isi kotak P3K dan mendapati koyo yang masih utuh. Tanpa pikir panjang aku langsung melepas semua plester luka yang ada di leherku.
"Kamu kenapa, Sat? Lehermu luka?" tanya Elvan yang berdiri di sampingku dengan nada cemas.
"Ah, nggak ada, cuma menutupi bekas alergiku saja," kataku sambil melepas plester luka yang terakhir.
Elvan memalingkan tubuhku hingga menghadap ke arahnya. Dapat kulihat wajah Elvan yang khawatir dan panik sambil memeriksa tubuhku.
Elvan menatap mataku dengan kening berkerut. "Mana ruam-ruamnya? Tubuhmu bersih, tidak ada bercak-bercak merahnya."
Aku memutar kedua mata. Memang Elvan sudah buta kali, ya? Jelas-jelas di leherku terdapat ruam-ruam yang besar-besar, eh malah masih tanya di mana ruam-ruamnya.
"Kamu nggak lihat, ini," aku menunjuk ke leherku.
Aku mengernyitkan kening ketika Elvan tersenyum sambil geleng-geleng kepala.
"Satya, ini itu bukan alergi," Elvan menyentuh leherku yang ruam-ruam dengan lembut, "tapi kiss mark atau cupang, biasanya juga orang bilang tanda kepemilikan."
"Tapi aku nggak merasa ada yang menggigitku," kataku sambil berpikir dari mana asal datangnya cupang di leherku.
Tiba-tiba Elvan memelukku dan berbisik tepat di telingaku. "Aku yang membuatnya."

KAMU SEDANG MEMBACA
Bersamamu [Selesai | BL | MPREG]
RomanceSatya terkejut saat mengetahui dirinya akan segera menikah setelah kepulangannya dari KKN. Dan sialnya lagi orang yang ingin menikahinya adalah seorang laki-laki. Selama ini Satya yakin jika dirinya bukan gay walau nggak pernah dekat dengan seorang...