CHAPTER 19. CRIPPLED SENSE
⌭⌭⌭
Saat Kim Taehyung cilik berkata bahwa ibu panti rela menjual anak asuh demi sepiring nasi dan dua potong lauk untuk diri sendiri, ia sungguh tidak sedang berbohong.
Bocah laki-laki berusia delapan tahun itu meletakkan ember berisi air kotor di kamar mandi. Ia mengucek kain yang tak lagi terlihat warna aslinya, mengganti air, lalu merasakan punggung serta lipatan tangan terasa berdenyut nyeri. Tubuh kurus kecil yang dibalut kaus tipis tersebut sudah basah oleh keringat, celana katun selutut terlanjur kotor, kedua kaki ikut bergetar sebab ia belum menelan apa-apa hingga menjelang tengah hari.
Siapa saja yang tinggal di bekas gereja tersebut tahu benar bahwa tidak ada sesuatu yang bisa ditelan jika mereka tidak menyelesaikan tugas yang sudah diembankan. Pasti akan ada saja orang lain pasti mengadu jika Kim Taehyung ditemukan berleha-leha, mengirim ibu panti tersayangnya—Nyonya Kwon untuk memecut siapa saja dengan sabuk kulit jika masuk ke dalam hitungan tak berguna.
"Kalian hidup untuk berjuang," katanya satu waktu. Wanita tersebut seolah baru saja melewati seratus episode depresiasi mental dalam jangka waktu kelewat singkat. Melanjutkan setengah menjerit, suara seraknya mengisi ruang makan yang penuh sesak dengan anak-anak, "Kalau kalian ingin tetap berada di bawah atap tempat ini, menelan makanan gratis dan tidur di atas ranjang setiap malam, maka buat tubuh ringkih itu berguna!"
Taehyung barangkali baru berulang tahun beberapa bulan yang lalu. Dirayakan oleh dirinya sendiri di atas ranjang keras sebab ia nyaris tak bisa bernapas sebab serangan penat. Namun kendati begitu, ia yang masih berusia delapan tahun sudah mengerti bahwa apa yang Nyonya Kwon katakan merupakan sebuah kebenaran. Panti asuhan ini sudah hampir mati. Hanya menghitung mundur hari sampai stok persediaan makanan habis, dana tidak lagi mengalir dan semua orang berlari menyelamatkan diri menyongsong matahari.
Itu juga kalau-kalau mereka bisa bertahan.
Bagi bocah sekecil itu yang semalam melewatkan makan malam sebab tertidur kelelahan, ia mengetuk pintu di ambang batas. Membawa satu ember air untuk menuntaskan bersih-bersih jendela di belakang gereja membuat Taehyung harus memutar, berjalan jauh melewati anak-anak lain yang sibuk menyiangi kebun, menyapu halaman atau mengepel lantai. Belum mencapai delapan langkah untuk dikikis, ia akhirnya terantuk dan jatuh tertelungkup.
"Ibu panti akan memecutmu kalau kau tidak bangun!" pekik seseorang. "Bangun dan selesaikan tugasmu!"
Taehyung mengernyit menahan sakit. Pecutan lima hari sebelumnya karena ia tak sengaja muntah sebab terkena masuk angin masih terasa sakit kalau tergesek pakaian. Dia jelas tidak mau berlutut, memohon ampun dan dipukuli kembali. Tetapi di dalam ember, si lelaki kecil sudah menemukan airnya habis, disesap tanah berbatu yang sudah melukai satu lutut Taehyung. Kakinya berdarah. Fisiknya menuntut ia untuk melepas lelah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Humanoid
FanfictionPada tahun 2030, humanoid telah dikembangkan dengan sempurna. Min Kanna hanya tak menduga bahwa telepon singkat yang ia terima akan mengantarkan si gadis untuk membawa pulang sebuah humanoid usang, kepingan rahasia, serta sebuah perjalanan menuju ma...