21. Guilt Spells Regret

336 87 3
                                    

CHAPTER 21

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

CHAPTER 21. GUILT SPELLS REGRET

⌭⌭⌭


Dalam beberapa waktu yang tergulung getir, Yoongi benar-benar berharap ia mampu melipat adegan dalam babak kehidupannya seperti selembar kertas untuk dibuang jauh-jauh. Dibinasakan. Dilupakan. Atau setidaknya disimpan di dalam kotak Pandora dimana tak ada seorangpun yang boleh melihat apalagi tahu. Rasanya mengerikan bahwa memori dan segumpal penyesalan dapat berubah menjadi siksaan terkuat bagi umat manusia.

Seperti sekarang.

"Kak Yoongi hari ini akan pergi les piano lagi, tidak?"

Pertanyaan itu selalu ada di sana—dalam sudut kepalanya. Seperti sedang menghukum dengan memutar ulang berkali-kali. Bahkan saat kesadarannya sudah setengah melebur bersama obat bius yang disuntikkan oleh ayahnya, Yoongi masih merasa bahwa serpihan kenangan tersebut terasa seperti luka bakar yang masih memerah panas.

Menyadari siapa yang bertanya, pemuda kecil tersebut lantas memalingkan wajah. Ia berhenti memasukkan buku ke dalam tas, menemukan sesosok gadis cilik yang melangkah memasuki kamar saat menyahut, "Iya, Lana. Kenapa?"

Lana tak buru-buru menyahut. Ia memandangi abangnya gelisah. Resah. Ingin bertanya tetapi jelas dipenuhi keraguan. "Tidak, tidak. Tapi ... um, Kak Yoongi—ituu—"

Yoongi mendengus, menahan tawa. Ia kembali memasukkan buku lagi, mengecek jam digital di atas meja yang masih menunjukkan pukul tujuh pagi. "Ada apa? Kalau kau meminta kubelikan permen dari sekolah, aku tidak mau, lho. Mama nanti marah."

Lana buru-buru menggeleng. "Bukan itu, kok!" sergahnya, jelas panik dan sang kakak terkekeh pelan. Pemen memang manis, sih. Enak pula. Tetapi Mama memang sudah marah kemarin sebab ia mengonsumsi terlalu banyak dan Lana sungguh tidak mau mendapatkan wejangan lagi. Tetapi di sana, mengaitkan satu jemari dengan yang lain, ia melanjutkan gugup, "Tadi aku ... cuma ingin bertanya."

"Bertanya apa?"

"Kak Yoongi ... hari ini tidak bisa membolos, ya?"

Yoongi memasukkan buku terakhir ke dalam tas, menatap sepasang netra adiknya tidak mengerti dan kemudian bangkit guna melangkah menuju lemari guna mengambil dasi. Ini pertama kalinya Lana bertanya begitu.

Mereka memang biasanya hanya bertemu di pagi hari sebelum berangkat sekolah dan malam hari setelah Yoongi menyelesaikan les pianonya. Tetapi sebelumnya tidak pernah ada masalah. Mama pergi bekerja seperti biasanya di Departemen Pengembangan. Karena berada di tingkat yang berbeda, Lana biasanya pulang lebih awal dan mengunjungi Papa di NIER. Tetapi, mungkinkah—

"Inginnya juga begitu. Tetapi tidak bisa." Yoongi menurunkan nada bicaranya—terdengar sangat menyesal. "Bulan depan, aku akan mengikuti sebuah audisi, Lana. Aku harus lebih giat berlatih."

HumanoidTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang