9. Bibi di pasar

97 34 2
                                    

"Dasar anak-anak menjijikkan! Sana pergi, jangan mengotori tokoku!"

Keonhee menatap kosong pada bapak pemilik toko yang sedang marah-marah pada dirinya dan juga Hwanwoong. Anak itu menarik Hwanwoong menjauh dari emperan toko tersebut.

"Pelit banget, kita kan cuma numpang duduk aja." Hwanwoong membuka percakapan.

Anak tinggi yang sedang menarik tangan Hwanwoong tidak menanggapinya. Dia tetap menarik tangan bocah yang lebih pendek darinya itu. Kemudian mereka berdua berhenti di pinggir jalanan. Keonhee duduk di trotoar jalan. Hwanwoong hanya bisa menatap diam pada Keonhee yang duduk dengan wajah murung.

Dengan perlahan, Hwanwoong mendudukkan diri di samping Keonhee. Anak itu memiringkan kepalanya untuk melihat wajah Keonhee yang sudah meneteskan air mata. Hwanwoong kelabakan tidak tahu harus apa. Akhirnya Hwanwoong menepuk-nepuk punggung Keonhee ragu-ragu.

Keonhee sesenggukan. Dia kelihatan susah bernapas di mata Hwanwoong. Air matanya seolah tak ada habisnya, mata, hidung dan pipinya memerah karena menangis.

Karena canggung, Hwanwoong hanya melanjutkan acara menepuk-nepuk nya tanpa berbicara apapun dengan Keonhee. Dia tidak tahu cara menghibur orang lain.

"Maaf ya, pasti kaget karena aku tiba-tiba nangis..." Keonhee akhirnya bersuara.

"I-iya... Aku gak enak mau nanyain." Hwanwoong menghentikan tepuk menepuknya. Anak itu menatap jalanan yang ramai akan kendaraan.

"Toko yang tadi itu dulunya punya papaku."

Hwanwoong mengalihkan pandangannya kepada Keonhee yang tersenyum masih dengan mata yang sembab. Dia ingin bertanya lebih lanjut. Tapi ia rasa itu tidak sopan, jadi dia hanya diam.

"Toko kami dulu kebakaran. Papa, mama sama adik ceweku meninggal." Keonhee menatap sendu pada jalanan yang terlihat sibuk.

"Maaf..."

Hwanwoong tidak tahu kenapa ia minta maaf. Mungkin karena dia yang tadi mengajak Keonhee untuk istirahat di toko itu.

"Bukan kamu yang salah. Omong-omong, kamu belum pernah cerita soal keluarga kamu?" Keonhee menatap Hwanwoong dengan tersenyum tapi air matanya masih senantiasa mengalir.

"Kata paman, mereka kecelakaan." Anak berusia sepuluh tahun itu menatap langit dan menunjuk langit tersebut dengan jari telunjuknya, "Mereka ada disana sekarang."

Keonhee terdiam. Dia tak lagi tersenyum. Keonhee ikut menatap langit yang tadi ditunjuk Hwanwoong, "Kira-kira keluargaku ketemu gak ya sama mama, papamu?"

Anak disampingnya tidak menjawab pertanyaan Keonhee. Mereka berdua terdiam untuk waktu yang agak lama, hingga Youngjo memanggil.

"Yuk kerja lagi."

•••

Hari ini Youngjo bekerja bersama Koenhee dan Hwanwoong. Ketiga anak itu menyusuri pasar tradisional tempat biasa Seoho dan Keonhee mengamen. Kali ini mereka juga mengambil barang-barang atau makanan sisa yang ada di tempat sampah.

Hwanwoong tidak ikut mengobrak-abrik tempat sampah yang kotor dan bau itu. Kata Youngjo, dia hanya perlu berdiri di belakang mereka dan memegangi barang dan makanan yang mereka temukan.

Keonhee dengan teliti mencari benda yang mungkin sekiranya akan berguna bagi mereka. Tangan putih namun kasarnya mengorek sampah-sampah yang mengeluarkan bau tidak sedap.

"Liat tuh! Makanya kalo ibu bilangin jangan bandel, nanti kalian jadi gitu."

Hwanwoong menoleh untuk melihat seorang ibu menasehati dua anaknya sembari menunjuk-nunjuk pada kakak-kakaknya yang sedang bekerja. Dia sebal. Kenapa orang-orang berbicara tanpa tahu keadaannya? Memangnya mereka pikir, Hwanwoong dan kakak-kakaknya ada disini karena mereka nakal?

I Called You Home [ONEUS] ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang