twenty-sixth

44 2 4
                                    

Mobil milik Abim diisi oleh keheningan, hanya ada deru suara pendingin mobil. Baik Abim dan Anjani tidak ada yang mau mengawali, lumayan lama kesunyian diantara mereka. Abim memberikan sebotol minuman untuk wanitanya, Anjani segera menerima botol tersebut sambil mengalihkan perhatiannya. Abim segera menyalakan mobil miliknya menuju rumah tujuan mereka, Anjani melirik lelaki disampingnya.

"Ngapain?" ucap Anjani tanpa menatap Abim.

"Nganter kamu pulang kan?" balas Abim kebingungan.

"Ngapain ketemu Kamala?"

"Hah? nggak kok cuma nyampain pesen Bunda"

"Nyampain pesen Bunda? Enggak usah alasan Abim."

"Terus kenapa kamu nggak angkat telfon dari aku?" sambung wanita tersebut.

"Handphone aku jatuh tadi, terus layarnya pecah sampai mati"

"Jatuh atau kamu banting?"

"Jatuh Anjani."

"Bim, Handphone mana yang jatuh sampai kayak gitu? kecuali jatuh dari lantai 5 sih." Anjani sesekali mengerling kemudian kembali melanjutkan kalimatnya.

"Anjani?" Abim segera mengenggam tangan Anjani sambil membagi fokus antara jalanan dan dirinya.

"Jujur aja deh Bim, aku udah denger dari temen - temen kamu. Kamu sampai nyelinap masuk ke kelasnya Kamala kan?!"

"Apasih Jan? kamu nuduh aku?" balas Abim

"Huh? nuduh? udah jelas Abim, kamu enggak usah ngelak lagi deh."

"Oh jeez, aku cuma mau tanya kenapa dia nggak njeguk aku kemarin." Anjani diam sambil menatap jalanan lurus didepannya.

"Biasanya kalau aku sakit atau aku luka kayak kemarin, dia selalu datang buat ngerawat aku. Mangkanya aku sedikit emosi pas tau dia sedikit berubah."

"Kenapa harus dia?" sedikit terdengar nada tidak suka dari kalimat yang Anjani lontarkan.

"Udah jadi kebiasaan dari lama Anjani, kamu kan tau aku sama dia dan yang lain udah bareng dari lama."

"Terus kenapa pakai banting handphone?"

"Ya itu tadi, kita sama sama emosi. Mala capek karna kuliahnya, aku juga keburu emosi."

"Beneran? enggak ada yang lain?"

"Maksud kamu? kamu nuduh aku macem-macem? kamu dari tadi kenapa sih nuduh aku terus?" Abim kembali dibuat emosi akan pertanyaan yang Anjani lontarkan.

"Aku enggak nuduh kamu"

"Terus kenapa kamu tanya gitu? seakan-akan kamu nuduh, aku sama Mala ada apa-apa?"

"Kamu emang ada apa-apa kan sama Mala? dilihat dari tatapan kamu ke dia aja udah kelihatan Abim!" emosi Anjani meledak

"Tatapan apa sih yang kamu maksut? aku nggak paham ya sama bahasan kamu dari tadi." Abim menepikan mobil miliknya, sorot matanya terlihat sangat marah.

"Semua orang juga tau kalau Kamala punya perasaan sama kamu, kamu pun sebaliknya. Kamu enggak usah sok denial sama perasaanmu sendiri deh"

"Anjani! Enggak usah bikin orang emosi."

"Sekarang aku tanya, aku pacar kamu bukan?"

"Ck, mending kamu diam deh. Aku udah males sama semua pertanyaan."

"Kamu pikir aja deh sekarang, mana ada orang yang udah punya pacar masih nyari 'sahabatnya'." ucap Anjani sambil menggerakkan tangannya pada kalimat sahabat.

"Apasih?! Jangan-jangan kamu cemburu sama Kamala?"

"Kamu masih tanya gitu ke aku? jawabannya udah jelas, Abim"

"Jeez, gara-gara cemburu kamu sampai ngelantur kemana-mana."

"Kamu bilang cuma? otak kamu tuh taruh mana sih?!"

"Udahlah males ngomong sama kamu, kamu tuh childish banget."

Abim segera menyalakan kendaraan miliknya. Seketika keheninggan kembali melanda, Anjani memilih sibuk dengan ponselnya sedang Abim fokus dengan jalanan. Katakan Anjani egois, ia hanya ingin lelaki yang ada disampingnya hanya menjadi miliknya.

"You better choose, aku atau your best friend itu."

"Ya enggak bisa gini lah, Anjani"

"You have to choose one, you can't be selfish."

"I told you, I can't choose one."

"Itu sebuah pertanyaan gampang, kamu tinggal milih aja."

"I can't"

"Haha is that right? you have more feelings for that woman." tawa Anjani mengisi kemudian terganti oleh suara tangisan miliknya.

"Anjani, stop crying"

"Why? does this bother you?"

"Anjani.."

"Aku pacar kamu loh Abim, apa kamu lupa itu?"

"I'm sorry.." salah satu tangan milik Abim terulur meraih tangan Anjani, ia elus tangan tersebut sesekali mengecupnya. Tangisan wanita tersebut masih terdengar dengan jelas, Abim kembali dibuat pusing.

"I'm sorry if my words hurt you, I'm dizzy but you accuse me of all kinds of things"

"You said i was jealous? you're right, you're always right. I'm jealous Abim seeing you and your best friend, I just want you to choose one"

"If you continue like this, you will hurt me and she" sambung wanita tersebut sambil sesekali mengusap air mata yang memenuhi pipinya.

"Anjani.."

"Final, aku atau dia? kalo kamu pilih aku, mulai sekarang kamu jauhin dia dan temen-temanmu yang lain begitupun sebaliknya"

"Anjani.."

"Abimana, kamu harus jawab sekarang juga"

"Aku enggak bisa kehilangan mereka" balas lelaki tersebut dengan nada frustasinya.

"Jadi kamu milih dia?"

"Aku juga enggak bisa kehilangan kamu"

"Yaudah, ayo break sampai kamu bisa milih salah satu"

"Maksud kamu?" Abim tak percaya dengan kalimat yang dilontarkan wanita tersebut.

"Aku capek."

Mobil hitam milik Abim perlahan mendekat menuju gapura perumahan milik wanita tersebut, Abim segera menghentikan mobilnya. Anjani bergegas membawa barang barangnya dan membuka pintu mobil milik Abim, ketika akan berjalan masuk kedalam rumah. Tangan nya sudah terlebih dahulu ditahan oleh Abim, Anjani mencoba menepis tangan lelaki tersebut namun gagal.

"Lepasin" kalimat yang wanita itu lontarkan terkesan dingin.

"Enggak bisa gini dong-"

"Kita harus sendiri sendiri dulu Abim, aku juga capek"

"Anjani.."

"Come to me if you have the answer" final dari wanita tersebut sebelum ia masuk ke dalam rumah.

Abim kembali masuk kedalam mobil kemudian memukul stir kemudi miliknya, tak tinggal diam ia segera menjalankan mobilnya dengan kecepatan tinggi menuju suatu tempat. Mobil hitam milik Abim membelah jalan besar yang sedikit padat, nafas Abim memburu dengan tangan miliknya mengepal pada stir kemudi sesekali ia melontarkan kata kata kasar ketika beberapa mobil akan menyerempet mobil miliknya . Emosi miliknya semakin tak tertahan, ia semakin menjalankan mobilnya menuju tempat yang ia yakini dapat mencari solusi untuk permasalahan ini. Ia tak tahu apakah orang tersebut masih mau menemui setelah apa yang ia perbuat, tapi yang ia yakini adalah Abim membutuhkan sosok tersebut sekarang.


to be continued
••

Ethereal Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang