Rewrite Our Fate : Zero

16 11 0
                                    

Story by: iggacumi

Aku hanya menatap kosong pada sekuntum krisan putih yang begitu menawan. Berbanding terbalik denganku, ia begitu cantik sementara aku begitu kacau. Keadaan yang seperti ini, sejujurnya aku sangat tidak suka. Jika boleh, ingin rasanya aku lari saja dari muka bumi. Mengempaskan beban yang terus-menerus menggelayut tanpa dosa di pundak. Pikiranku justru kembali berputar akan kejadian dua tahun lalu. Saat sebelum semua hidupku sehancur ini. Saat aku tidak perlu menuliskan ini di tengah-tengah kesepianku. Saat aku tidak perlu menghabiskan masa perkuliahan yang sebegitu berharga hanya mengandalkan perangkat gawai dan laptop. Sungguh, aku benci pandemi. Lebih dari pandemi, sebenarnya aku paling benci semua hal yang berani memisahkan kita. Semesta ... tidak mendukung kita.

***

Kala itu, September 2019.

Gadis itu duduk terdiam, memisahkan diri dari sekelompok mahasiswa yang berseragam sama, yakni pakaian formal dengan almamater kampus tercinta. Sekelompok mahasiswa itu tampak bersenang-senang dan tertawa, sementara sang gadis hanya memasang wajah datar. Sepertinya dia tampak tidak bersahabat atau memang sengaja ... mengasingkan diri? Tidak cocokkah? Anti sosial? Entahlah. Dia hanya berpikir bahwa semua ini tidak semenyenangkan yang dibicarakan orang-orang. Katanya, masa ospek dan menjadi mahasiswa baru akan menjadi hal tidak terlupakan selama masa perkuliahan. Namun, itu semu. Gadis itu menundukkan kepala, merasa gerah jika berada di sana berlama-lama.

Suatu ketika, kakak tingkat yang menjadi panitia pengurus kegiatan ospek memanggil semua mahasiswa baru yang sedang beristirahat di halaman kampus untuk memasuki aula. Di mana, kegiatan selanjutnya akan dimulai. Gadis yang masih menunduk itu menghela napas panjang, sungguh ingin mempercepat waktu dan segera pulang. Ini baru hari kedua ospek dan sungguh sama sekali membosankan.

Ketika gadis itu mengangkat kepala bersiap pergi, jantungnya hampir saja mencelus melewati perut tatkala menyadari seorang lelaki tengah menatapnya tanpa berkedip. Lelaki itu menawan. Kulitnya cokelat muda dipadukan dengan rambut berwarna perak yang tertiup angin sore kala itu. Belum lagi, sepasang netra besarnya memandang antusias penuh rasa ingin tahu. Seolah lelaki itu adalah jelmaan kucing yang sangat menyukai keberadaan manusia pendiam seperti sang gadis di hadapan.

Detik berikutnya, si gadis itu berusaha menetralisir detak jantungnya yang tidak beraturan. Sembari mencuri pandang pada kedua kaki sang lelaki yang masih menapak. Syukurlah, dia sungguh manusia. Sebab keberadaannya yang sangat tiba-tiba dan tanpa bisa dirasakan sama sekali sungguh berbahaya.

Sebenarnya, gadis itu masih takut.

Menyadari pandangan tidak nyaman itu, sang lelaki langsung tertegun. "Maaf, apa aku membuatmu ketakutan?"

Gadis itu tidak tahu harus menjawab apa, masa takut pada manusia? Jadi untuk mencari aman, dia hanya menggeleng.

"Syukurlah. Kalau gitu salam kenal! Aku Valentinus Sebastian!" Lelaki itu menarik senyum kecil, memamerkan kedua lesung pipi di kiri dan kanan. "Kalau boleh tahu, siapa namamu?"

"Sa ... saya Haera, Kak."

"Kak? Aku ini maba, lho," ungkap Val terang-terangan. Hal itu membuat sang gadis merasa tidak nyaman karena salah menduga. Habisnya, selama dua hari menjalani ospek rasa-rasanya sang gadis tidak pernah berpapasan atau pun melihat sosok lelaki bernama Val itu ada.

"Maaf, aku kira kamu kakak tingkat," lirih sang gadis yang membuat Val terkekeh kecil.

"Hahaha. Kau ini lucu, ya! Dari prodi mana?"

"Penyiaran," jawab sang gadis malu-malu, sebab mengambil prodi penyiaran yang berada di bawah fakultas ilmu komunikasi padahal tidak pandai bersosialisasi. Sungguh keterbalikan.

"Lho? Sama denganku!" seru Val kemudian langsung berceloteh. "Kalau begitu kamu teman pertamaku di kampus ini, Haera."

Mendengar kalimat itu terlontar dari labium penuh si lelaki, dada sang gadis menjadi terasa berdesir. Teman pertama? Apa rungu sang gadis itu tidak salah dengar? Sudah dua hari berlalu, sang gadis hanya bisa menyendiri hingga lelaki ini menghampiri, bahkan menjadi teman pertamanya di kampus.

"Aku kemarin sakit, jadi tidak hadir ospek," tutur Val membuat sang gadis mengangguk. Kemudian, mereka sepakat jalan berdampingan menuju aula.

Itulah kisah pertemuan mereka. Bukan. Itu kisah pertemuan kita. Iya, kita. Kau dan aku. Valentinus Sebastian dan Haera Yuna Anastasia. Aku tidak pernah tahu, kalau diriku mampu menulis ulang kisah kita walau berat.

***

Sekarang sudah dua tahun berlalu. Aku sudah bukan seorang mahasiswa baru, melainkan menjalani perkuliahan di semester lima. Namun, mau berapa tahun pun berlalu, tidak akan ada yang bisa mengubah sejarah bahwa Val tetap teman pertamaku di perkuliahan.

Apa aku juga masih ... ada di hati Val sebagai teman pertamanya? Sejujurnya, aku penasaran. Aku ingin kembali ke masa lalu, menemui Val, berceloteh banyak hal dengannya. Rangkaian penyesalan demi penyesalan seolah mengambang di udara. Kini, aku hanya bisa memandangani krisan putih di hadapan. Krisan putih adalah bunga favoritku, lambang kesetiaan dan kejujuran.

Aku ingin menjadi krisan putih untukmu, Val. Aku ingin selalu setia menjadi teman pertamamu, sejak dulu hingga sekarang. Sampai kau kembali mengingatku. Sampai kau kembali menyapaku. Kapan pun itu.

Selain itu, aku ingin jujur. Aku ingin mengungkapkan semua hal perihal rasa. Rasa kesepian sejak takdir memutuskan perpisahan kita. Perkuliahan yang tidak lagi dilaksanakan secara langsung, merusak momentum kita. Merenggangkan kedekatan kita hingga kini menjadi asing.

Aku ingin menjadi krisan putih yang mengubah takdir.

Aku ingin menjadi krisan putih yang mengubah takdir.

Aku ingin menjadi krisan putih yang mengubah takdir.

Aku ingin menjadi krisan putih seorang Valentinus Sebastian.

Sampai ... aku tidak menyangka kalau harapanku yang sebegitu besar berhasil mengetuk pintu hati semesta. Membuat diary-ku bersinar terang. Aku tidak pernah menyangka hari ini akan terwujud.

Hari di mana aku bisa kembali ke semester satu dan menemuimu.

Permainan bernama 'Fate' akan menjadi jalanku untuk mengempas semua yang memisahkan kita.

End

.

A/N :
Halo. Aku Iggacumi, penulis Rewrite Our Fate : Zero. Sebenarnya selain untuk memeriahkan projek Flower Series CPBS, cerita ini juga akan kutulis versi panjangnya menjadi novel. Hehehe! Anggap aja ini bab 0-nya, ya, karena nanti akan ada kelanjutannya! Hahaha, semoga aja ada yang mau menunggu sampai rilis novelnya! See you!

Flower Series ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang