Camellia

22 11 2
                                    

Story by: chyisni

Aku melihatnya lagi di pagi ini. Ia sibuk berdiskusi bersama anggota komunitasnya. Ia memiliki wajah tampan, nada bicara yang cukup halus bagi laki-laki, dan senyum manis selalu terukir ketika sedang berbicara. Aku berpikir pasti dia sedang berdiskusi tentang rencana liburan akhir semester ini untuk mendaki gunung bromo. Ia memiliki persamaan hobi denganku yaitu mendaki gunung.

Salah satu dari mereka memanggilku, aku pun menoleh dan menghampiri mereka.

"Hai," sapa Hinata.

"Hai juga, Nat, kalian pasti sedang diskusi perihal liburan akhir semester ini ya?" tanyaku.

"Iya, kita sedang berdiskusi tentang liburan akhir semester dan kami berencana untuk mendaki gunung Bromo," ucap Raihan.

"Lu mau ikut enggak, Mel? Kan biasanya kalau dengar kata mendaki langsung antusias untuk ikut," tanya Hinata.

"Gimana, ya? Nanti gue coba tanya ayah gue dulu dibolehin apa enggak," jawabku.

"Ya udah, gue masuk dulu. Ada kelas pagi ini," ucapku sambil berpamitan.

"Bentar Mel, lu nanti malam sibuk enggak? Kalau bisa gue mau ajak lu ke suatu tempat," ajak Raihan.

Aku hanya menjawab dengan anggukan, dan berarti itu bisa.

***

Aku duduk di samping aquarium kafe sambil menunggunya datang. Awalnya aku ingin menolak karena aku tidak suka tempat keramaian. Keramaian membuatku pusing, aku lebih suka ke tempat yang sunyi seperti perpustakaan yang membuatku lebih tenang.

"Hai, maaf menunggu lama, tadi ada urusan dadakan yang harus diselesaikan," ucapnya.

"Iya, enggak apa-apa, kok, gue juga ini baru dateng," jawabku sambil tersenyum.

"Gunung yang pernah lu daki, gunung mana aja Mel?" tanyanya.

"Hmm, Prau pernah, Merapi pernah, Bromo pernah, Merbabu pernah," kataku.

Raihan tertegun kala mendengar ucapanku barusan.

"Wow, keren, lu mulai mendaki sejak kapan, Mel?"

"Sejak gue SMP, itu juga gara-gara ayah ngajak mendaki bareng teman-temannya. Awalnya sih gue enggak mau ikut, tapi karena dipaksa, ya udah, gue ikut, dan ternyata seru. Berawal dari situ, gue hobi mendaki," jelasku.

"Berarti lu pernah lihat bunga edelweis dong, Mel?" tanyanya kembali.

"Iya pernah lihat."

Raihan hanya beroh ria.

***

"Ayo, semangat semangat!" teriak salah satu pendaki.

Pada saat aku menghentikan langkahku guna mengambil minum dan menarik napas dalam untuk membangkitkan tenaga, jarak menuju puncak hampir kelihatan.

"Lu capek?" tanya Raihan dari belakang sambil menepuk pundakku.

Aku menggeleng. Menurutnya mendaki gunung bukanlah hal yang sulit bagi yang sudah terbiasa seperti Camellia.

"YEAY! AKHIRNYA KITA SAMPAI JUGA DI PUNCAK GUNUNG BROMO INI. ENGGAK SIA-SIA GUE, SEMUA RASA LELAH TERBAYAR SUDAH DENGAN KEINDAHAN INI," teriak Hinata.

Aku hanya menggelengkan kepala melihat kelakuan Nata. Aku mengusap keringatku atas jerih perahku yang terbayarkan di puncak gunung ini. Aku ingin duduk sejenak mengistirahatkan tubuh ini. Ada beberapa teman-teman yang kelelahan langsung berbaring di tanah tanpa memperdulikan kalau itu kotor.

Kini mereka tengah berkumpul berbagi tugas, seperti mendirikan tenda, memasak, mencari kayu, membuat api. Aku mendapat bagian mendirikan tenda.

"Hai Mel, ikut gue yuk ke situ! Ada sesuatu yang mau gue tunjukin sama lo," ajak Raihan.

Sesampainya di sana, aku melihat hamparan yang sangat indah, hingga pandanganku tak mau berpindah.

"Ehh ... ehh, Han, stop, lu mau petik bunga edelweisnya?" cegahku.

"Enggak, gue cuma mau pegang, ya kali mau petik, bisa-bisa gue dipenjara gegara petik bunga ini," terang Raihan.

Aku tertawa mendengar jawabannya. "Mel, kenapa bunga edelweis disebut sebagai bunga abadi?"

"Ya karena bunga edelweis memiliki waktu mekar yang lama, dan untuk menunggu bunga edelweis mekar memiliki waktu yang cukup lama. Hormon etilen yang ada pada bunga edelweis, bisa mencegah kerontokan kelopak bunga dalam waktu yang lama," jelasku.

"Lu pinter, enggak salah gue pilih teman kaya lu, udah pintar, cantik, good attitude, dan perempuan kaya lu itu langka, Mel," pujinya.

Aku mengalihkan pandanganku agar tidak terlihat jika pipiku sedang memerah. Raihan memujiku tak berlebihan tapi bisa membuatku salah tingkah.

***

Flower Series ProjectTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang