Berita itu datang ketika aku baru saja akan bilang ke Bapak, tentang lamaran Bang Handi. Harusnya, hari itu menjadi hari bahagia. Bapak yang selama ini sudah menjagaku, akan terbebas karena aku akan diperistri oleh pria yang menerimaku apa adanya. Yang tulus mencintaiku.
Tapi semuanya hancur, saat kabar tentang kecelakaan yang akhirnya membuatku kehilangan semuanya. Orang yang sangat aku hormati dan aku sayangi sudah pergi meninggalkan dunia ini. Meninggalkanku seorang diri dan sebatang kara.
Sejak aku kecil, yang aku kenal hanya bapak. Ibu meninggal sejak aku lahir ke dunia ini. Bapak lah yang merawatku dari kecil, dibantu Bibi dari keluarga Ibu. Tapi saat aku sudah berusia 10 tahun, Bapak dan aku pergi dari rumah keluarga Ibu. Karena keluarga besar Ibu, malu denganku. Aku yang cacat karena kecelakaan. Ada mobil yang menabrakku dan membuat kakiku kiriku harus diamputasi.
"Namanya Restu? Mbak Restu ya panggilnya?"
Aku tersadar dari lamunan saat mendengar suara itu. Sosok wanita cantik kini duduk di depanku.
"Bulan, jangan gangguin Mbak Restu nya. Biar berisitirahat, kasian."
"Kan Bulan cuma pingin kenalan, Mama sayang."
Kali ini wanita yang dipanggil Mama itu tersenyum dan memeluk Bulan. Aku menunduk dan merasa malu. Sejak Satria Bumi, pria yang mengaku mendapatkan amanah dari almarhum Bapak untuk menjagaku itu mengajakku ke rumahnya, aku merasa rendah diri.Ternyata, pria itu bukan orang biasa. Karena yang aku lihat sekarang ini, dia termasuk orang berada. Rumahnya saja sangat besar. Apalagi lingkungannya sangat berbeda denganku.
"Nak Restu, kalau mau istirahat, Ibu sudah siapin kamarnya. "
"Maaf ngerepotin, Bu. Panggil saya Kinanti aja atau Kinan."
Aku menjawab dengan lirih. Beliau tersenyum dan menganggukkan kepala.
"Kinan ya? Mau Ibu bantu?"
Beliau tampak canggung saat mengatakan itu. Dan aku paham, karena kondisi ku lah. Aku cacat. Aku duduk di kursi roda sudah sangat lama. Tapi dulu, Bapak rutin membawaku terapi, selalu bersemangat agar aku bisa kembali seperti sebelum kecelakaan.
"Bulan aja."
Sebelum aku menjawab, Bulan, adik Bumi melangkah mendekatiku dan meminta ijin untuk mendorong kursi rodaku."Saya bisa sendiri."
Aku menolaknya dengan halus.
Tapi Bulan malah menggelengkan kepala
"Udah selow aja Mbak, Bulan nggak cinta bayaran kok bantuinnya.""Bulan... "
"Bercanda, Mama. Yuk ah kita ke kamar. Horee Bulan ada temen."
Aku tidak bisa menolak karena mereka sangat ramah dan tulus.
*******
Aku tidak bisa tidur. Sejak dulu, kalau tidur di tempat yang baru memang membuatku tidak nyaman. Padahal, kamar yang aku tempati sangat bagus dan besar. Harusnya aku merasa nyaman, tapi kenyataannya tidak.
Aku malah terkenang dengan Bapak dan Bang Handi. Pria yang seharusnya sudah menikahi ku.
Aku tidak pernah berpacaran dengan Bang Handi, dia hanya tetangga yang kebetulan kos di sebelah rumah.Dua bulan kami mulai dekat dan sehari sebelum kecelakaan itu Bang Handi mengutarakan niatnya untuk menikahiku. Hanya saja, itu hanya menjadi niat, karena sehari setelahnya, Bapak dan Bang Handi sama-sama meninggal saat kecelakaan terjadi. Iya, Bapak dan Bang Handi berboncengan motor. Bang Handi mengantar Bapak ke tempat kerja seharusnya.
Merepih. Menangis. Terpuruk.
Itulah keadaanku. Sampai akhirnya Bumi datang dan mengatakan semuanya. Sebelum meninggal, Bapak meminta Bumi untuk berjanji menikahiku.
Ketukan di pintu kamar membuat aku yang sejak tadi hanya berbaring di atas kasur empuk ini mulai mencoba untuk menegakkan diri.
"Kinan, boleh aku masuk?"
Suara berat itu membuat aku segera duduk dan membenarkan selimut yang menutupi kakiku. Merapikan rambut yang berantakan."Ya.. "
Pintu terbuka saat aku sudah duduk dengan baik. Pria itu menatapku dengan tatapannya yang tak bisa kuartikan sejak kami bertemu pertama kali.
"Bisa kita bicara? Atau aku mengganggu?"
Dia memberi isyarat dan menunjuk tempat tidur. Aku mengernyitkan kening.
"Bicara di sini?"
Dia tampak canggung tapi kemudian menganggukkan kepala lalu melangkah untuk duduk di tepi kasur tak jauh dari tempatku duduk.
"Kamu lelah, dan aku tidak mau mengganggu."
"Owh, kalau Mas mau bicara... Aku bisa keluar dan... "
Dia mengangkat tangannya untuk memberi isyarat aku untuk menghentikan ucapanku."Nggak usah. Aku hanya mau bilang, besok kita menikah."
Setelah mengatakan itu dia beranjak berdiri. Melangkah ke arah pintu. Tapi kemudian dia berbalik lagi dan menatapku.
"Aku dan kamu tidak bisa mengabaikan begitu saja. Apa yang sudah menjadi tanggung jawabku, harus aku laksanakan. Itu janjiku, kamu tidak perlu berpikir apapun."
'Tapi Mas, aku tidak mau... "
"Kita tidak bisa memilih, Kinan."
Seharusnya aku bahagia. Seharusnya. Tapi hatiku sekarang menangis. Karena aku tahu, dia melakukan ini hanya terpaksa. Aku tahu itu.
Bulan sempat bercerita kepadaku, kalau Bumi sebenarnya sudah memiliki seorang tunangan. Aku tidak mau mengganggu hubungan mereka. Lagipula aku sedang berduka. Tidak ada kapasitas ku untuk mengurusi tentang semua ini.
Besok, aku harus bicara dengan dia. Aku harus bisa menolak tentang semua ini. Meski itu mengingkari janjinya dengan Bapak.
Bersambung
Lanjut ya ini lanjut. Tapi plis jangan marah2 ya kalau up lama atau apapun itu. Mengerti kesibukan masing2 ya.
Happy Reading
KAMU SEDANG MEMBACA
Restu Bumi Story
RomanceBumi tidak menyangka kalau bantuannya terhadap seseorang akan membawanya untuk bertanggung jawab menikahi seorang wanita yang tidak dikenalnya. Bahkan, dia harus menerima semuanya meskipun wanita itu tidak sesuai dengan kriteria nya. Bumi harus me...