RESTU 16

1.7K 580 11
                                    


Ada sesuatu yang mengganggu Bumi. Aku bisa tahu itu. Meski sikapnya kepadaku tetap lembut, bahkan lebih perhatian. Tapi kadang dia seperti melamun sendiri. Aku sebenarnya ingin bertanya, hanya saja aku tidak berani. Bukan kapasitasku untuk bertanya. Aku tidak mau mengganggunya. Seperti saat ini, dia libur tapi aku lebih memilih di dalam kamar untuk menyelesaikan naskahku. Dan sejak tadi pagi, Bumi sudah berpamitan untuk pergi menemui temannya. Sebenarnya aku diajak, hanya saja aku tidak mau.

"Kamu beneran nggak mau muncul? Novel kamu bestseller dan mereka ingin bertemu."

Suara Mas Dedi, editorku yang menangani novelku membuat aku hanya menggelengkan kepala. Kami memang tidak pernah bertemu, komunikasi selama ini juga via telepon saja. Pihak penerbit juga tidak mengetahui siapa aku. Dan sekarang, dia memaksaku untuk menunjukkan jati diri.

"Enggak Mas, aku kan udah bilang nggak bisa."

"Tapi, Lan, semuanya ingin mengetahui siapa kamu. Bahkan kalau kamu mengadakan ketemu penggemar novel kamu makin laris. Tolong ya? Ini permintaan penerbit."

Aku menghela nafas dengan ucapan Mas Dedi. Aku tidak nyaman dengan ini.

"Kalau aku nggak mau?"

Ada decakan di ujung sana "Itu ada dalam kontrak loh, Lan. Kamu udah setuju."

Aku mengernyitkan kening, memangnya ada? Tapi aku kadang memang percaya begitu saja dan langsung menandatangani kontrak dan tidak aku pelajari.

"Buka lagi kontraknya, ada di halaman ke 4. Aku dulu pernah nanya sama kamu, setuju enggak sama kontrak novel terbaru? Kamu jawab setuju. Jadi kamu harus melakukan sekarang."

Kenapa aku sangat bodoh? Aku sendiri yang lalai.

Aku benar-benar pusing memikirkan hal itu. Sampai akhirnya aku ketiduran dan bangun ketika mendengar suara pintu kamar terbuka. Bumi masuk ke dalam kamar, wajahnya muram. Dia meletakkan kunci mobil begitu saja di atas nakas. Lalu dia berbaring di sebelahku. Tangannya melingkar begitu saja di perutku.

"Mas..."

"Aku tidak suka dibohongi. Tidak suka."

Dia tiba-tiba mengatakan hal itu membuat jantungku berdegup kencang.

"Bohong?"

Aku menoleh ke arahnya saat dia menyurukkan wajahnya di lekuk leherku. Nafas hangatnya terasa di leherku. Membuat aku meremang.

"Dia membohongiku. Selalu begini, aku bodoh."

Dan aku tahu ada yang ingin dibicarakan oleh Bumi. Aku berbalik dan kini menatap Bumi yang berbaring miring dan menatapku.

"Kamu, jangan pernah berbohong kepadaku ya? Apapun itu. Hanya kamu yang aku percaya saat ini."

Deg

Entah kenapa aku seperti merasa tertohok. Karena aku juga berbohong dengan profesiku ini. Aku harus bagaimana? [ ]

Restu Bumi StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang