Bumi 11

2.6K 831 64
                                    

Aku lelah. Tapi aku tidak bisa melepas tanggung jawab, karena pekerjaan ini memang menuntut loyalitas yang tinggi.
Semalam, harusnya aku pulang, tapi karena tubuh lelah dan kepalaku pening maka aku memutuskan menginap di kantor. Takut kalau aku nekat pulang dan membawa mobil sendiri akan berakibat fatal.

Ketukan di pintu membuat aku menatap pintu ruangan kantorku yang masih tertutup. Aku membuat ruangan ini memang seperti kamar pribadiku. Ada kamar mandi di dalam dan juga kasur yang bisa aku lipat.
Setelah mandi dan berganti baju, aku baru akan keluar saat suara seseorang terdengar.

"Bumi, ini aku. "

Suara Siska terdengar. Dia memang semalam ikut lembur denganku. Sebenarnya dia partner kerjaku sejak dulu. Dan aku merasa dia, memang cocok denganku. Ideku selalu saja klop dengannya.

"Masuk."

Pintu terbuka dan Siska sudah muncul. Dia membawa sesuatu di tangannya. Wanita berambut panjang itu tersenyum saat melangkah ke arahku yang berdiri di depan meja kerja.

"Semalam aku bangunin juga, kamu nggak berkutik. Ngantuk banget ya?"

Siska memberikan paper bag kepadaku "Nih, burger sebrang jalan. Enak buat sarapan."
Aku menerimanya dan menganggukkan kepala.

"Makasih ya."

"Biasa aja Bum, kayak ama siapa. Kamu jadi canggung kayaknya setelah nikah. Padahal nikahnya juga nggak sama Nilam. Coba yang jadi istri kamu Nilam, wah aku udah dilemparin sandal."

Siska, mengatakan itu dengan diiringi tawa. Semua sahabatku juga tahu kalau Nilam memang sangat cemburu dengan Siska. Padahal aku sudah sering mengatakan Siska hanyalah partner kerja. Dan tidak mungkin ada perasaan romantis diantara kami. Tapi Nilam selalu saja curiga kalau Siska menaruh hati denganku. Karena memang Siska selalu saja begini, santai dan sudah menganggapku saudara.

Aku hanya menanggapi dengan senyum. Membuka bungkus burger dan memakannya. Siska kini sudah duduk di sofa yang ada di seberang ku.

"Eh ngomongin soal Nilam nih, kamu beneran nggak tahu dia mau nikah sama si ehmm siapa namanya?"

Aku hanya menggelengkan kepala. Terlalu malas membahas tentang Nilam, sebenarnya aku kemarin merasa ingin menemui Nilam. Tapi akhirnya semua aku tepis. Toh sejak aku menikahi Kinan, berarti aku sudah menutup akses hidupku. Artinya aku hanya akan peduli dengan Kinan. Tidak ada yang lain.

"Kemarin ketemu ama saudaranya, ehm si Hanum. Dia kan kenal ama aku ya, nah dia bilang si Nilam nikah tuh karena patah hati sama kamu. "

Siska, mengatakan hal itu sambil menatap ku. Aku hanya bersandar di meja dan kini bersedekap. Sudah terlalu malas untuk makan.

"Aku dan Nilam udah putus lama, jauh sebelum aku mutusin nikah."

Aku memang selalu ber aku kamu kalau dengan Siska. Salah satu hal yang membuat Nilam cemburu. Karena katanya kenapa jadi seperti orang pacaran. Yang harusnya kalau cuma temen ya lo- gue. Ah hal sepele seperti itu aku malah tidak terlalu memperhatikan.

"Nah itu. Tapi kamu kan nggak tahu Nilam itu patah hati enggak? Hayo. Yang ada kamu yang patah hati tuh. Aku masih ingat banget pas kamu nggak konsen tuh, dan... "

"Case closed, Siska. Kita kembali ke laptop saja. "

Aku memotong ucapan Siska karena malas harus teringat hal itu. Siska hanya mengulas senyumnya dan tidak memperpanjang ceritanya. Yah sebaiknya, memang seperti ini.

🍏🍏🍏🍏🍏

Saat aku pulang ke rumah sore harinya, Mama sudah menyambut ku di ruang tamu.

"Kamu duduk sini, Bumi."

Aku mengernyitkan kening mendengar perintah Mama. Padahal aku ingin bertemu dengan Kinan untuk saat ini.

"Ada apa Ma? Kinan enggak kenapa-napa kan?"

Baru saja aku melepas sepatuku dan kini meletakkan tas kerjaku di atas meja. Mama, menggelengkan kepala
"Kinan lagi pergi sama Bulan. Sekarang Mama mau bicara sama kamu."

Entahlah. Perasaanku tidak enak, untuk saat ini.

"Kemarin, keluarganya Nilam datang. Dan Mama nggak suka, kamu yang disalahin karena Nilam sekarang menikah."

Ucapan Mama, benar-benar membuatku bingung. Kenapa aku yang disalahin?

"Memangnya ada apa, Ma?"
Mama menatapku dengan serius.

"Katanya, Nilam patah hati sama kamu dan  dia nekat nikah gitu. "

Lagi.

Ada yang mengatakan hal ini kepadaku. Aku harus, berbicara sama Nilam kalau seperti ini. Aku tidak mau, dituduh dan difitnah. Padahal urusan kami sudah selesai.

"Aku nggak merasa buat Nilam patah hati, Ma. Tapi kalau memang hal itu sepertinya jadi alasan dia, aku akan bertanya sama Nilam. "

Mama menatapku lekat "serius kamu? Bukannya kamu dulu cinta mati sama Nilam?"

Kuhela nafasku dan kini mengusap wajahku. Sebenarnya lelah dan ingin segera beristirahat tapi kalau seperti ini aku tidak akan tenang sebelum urusan ini selesai.

"Cinta iya Ma, tapi nggak sampai mati."

Mama mendengus dan menahan tawa mendengar jawabanku.

"Bercandanya kamu nggak asyik ah. Ya udah kalau emang gitu. Kamu pokoknya jangan sampai nyakitin siapapun. Baik Nilam ataupun Kinan. Nggak boleh nyakitin wanita.'

Kuanggukan kepala, mendengar ucapan Mama. Suara mobil datang membuat kami menatap pintu depan. Itu pasti Kinan dan Bulan. Aku sudah beranjak berdiri dan melangkah keluar.

Tapi ternyata aku salah, yang datang bukan istriku, tapi Nilam. Dia keluar dari mobilnya dan langsung menatapku.

"Bumi... Tolong aku."

Nilam sudah terlihat akan jatuh pingsan. Wajahnya pucat pasi dan saat aku melangkah mendekatinya dia tiba-tiba jatuh tak sadarkan diri tepat aku sampai di depannya. Untung aku bisa menangkap tubuhnya.

"Nilam. Nilam... "

Bertepatan, dengan itu mobil Bulan memasuki halaman rumah. Mama sudah keluar dan berlari ke arahku.

"Kenapa Bumi?"
Aku belum sempat menjawab Mama saat Bulan keluar dari dalam mobil

"Mas.... Mbak Kinan Mas... "
Mataku membelalak melihat Bulan yang panik dan menunjuk Kinan yang masih ada di dalam mobil.

"Ma tolong sebentar."
Mama menganggukkan kepala saat aku memindahkan Nilam kepada Mama. Aku segera, berlari ke arah mobil dan langsung masuk ke dalam mobil. Di sana Kinan tampak menangis kesakitan.

"Kinan, kamu kenapa?"

Saat aku menggenggam tangannya terasa begitu dingin.

"Mas... Sakit. "

Kinan menatapku dan dia tampak kesakitan. Aku segera mendekap tubuhnya yang terasa gemetar.

"Sakit apanya?"

Tidak ada jawaban, dan aku bisa merasakan tubuh Kinan terasa lemas tak berdaya. Dia kenapa?

Bersambung

Dua wanita jatuh tak sadarkan diri semua. Hayo Bumi pilih yang mana?

Restu Bumi StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang