01

5.4K 321 13
                                    

"Skripsi kamu sudah sampai bab berapa?" Taeyong yang baru saja menginjakkan kakinya dirumah tersebut setelah sekian lama pun menoleh. Menatap Ayahnya yang sedang membaca koran menghadap pintu masuk, namun tak sekalipun pandangan pria tersebut menatap ke arah putra tunggalnya.

Tanpa menjawab, Taeyong berlalu saja. Selalu seperti itu saat ia pulang, ah lebih tepatnya singgah. Karena rumahnya itu tak sekalipun mirip seperti tempat pulang seperti yang orang-orang bicarakan.

"Taeyong! Kesini kamu! Jangan jadi anak kurang ajar!"

Mendengar bentakan pria yang ia sebut 'Ayah', Taeyong lantas mengehentikan pijakannya pada anak tangga, hanya berhenti tanpa menoleh.

"Kalau orang tua tanya itu dijawab! Kamu mau hah jadi anak durhaka?!" Teriakan itu, lagi dan lagi selalu seperti itu, Taeyong bahkan hapal diluar kepala omongan-omongan kasar dari si tua bangka.

"Apalagi sih Yah??? Taeyong capek Ayah selalu maksa Taeyong buat ini dan itu! Ayah pikir nyusun skripsi itu mudah?" kini ia menoleh, memberanikan diri untuk menjawab perkataan Ayahnya.

"BERANI KAMU JAWAB AYAH!? DASAR ANAK TIDAK TAHU DIRI!" Taeyong menghela nafas lelah. Salah lagi, pikirnya.

"Taeyong udah berkali-kali bilang ke Ayah, kalau Taeyong gak mau nerusin perusahaan!"

Mendengar perkataan anaknya, makin naik pitam lah Ayah Taeyong. "Kamu sudah Ayah kuliahkan mahal-mahal, begini balasan kamu hah!?"

"TAEYONG GAK PERNAH SEPESERPUN MAKAI UANG KULIAH YANG SELALU AYAH KASIH! TAEYONG DIAM-DIAM KERJA BUAT BAYAR UANG KULIAH TAEYONG, KALAU AYAH BAHAS MASALAH UANG, TAEYONG BAKAL BALIKIN SEMUA UANG AYAH!"

Taeyong yang sudah habis kesabarannya pun semakin memberanikan diri untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya selama ini. Taeyong lelah menjadi boneka sang Ayah.

"KURANG AJAR! PERGI KAMU! MULAI SEKARANG KAMU BUKAN ANAK AY-"

"Oke! Taeyong bakalan angkat kaki dari sini, jangan harap Ayah bisa ngeliat Taeyong lagi setelah ini!" Segera Taeyong berjalan menuju pintu rumahnya, lalu pergi dari sana. Tak mengindahkan teriakan Ayah nya yang terus-menerus menyumpahi Taeyong.

Taeyong mulai berkendara tak tentu arah, ia hanya membawa dua pasang baju sisa ia menginap dirumah temannya kemarin, dan juga laptop yang menjadi pemberat tas nya.

Syukurnya Taeyong membawa buku tabungannya selama ini, buku tabungan berisi uang hasil Taeyong bekerja dari semester tiga. Yang setiap enam bulan selalu ia pakai berlebih untuk membayar uang semester.

Seperti perkataan nya, Taeyong tak pernah memakai uang pemberian sang Ayah. Ia hanya tak mau merasa hutang karena selama ini selalu menjadi boneka yang disuruh ini dan itu.

Taeyong berhenti disalah satu halte dekat kampusnya, hari menjelang sore dan ia tak punya tempat tujuan untuk memikirkan rencana apa kedepannya.

Menghela nafas, Taeyong memainkan ponselnya asal. Bingung ingin meminta bantuan siapa karena ia tak memiliki banyak teman.

Sejujurnya ia ingin menghubungi Doyoung- temannya yang sudah mau menampungnya untuk menginap kemarin. Namun, Taeyong masih cukup memiliki urat malu.

Doyoung tinggal bersama orang tuanya, tak mungkin ia terus-menerus menginap disana tanpa tahu diri. Yah, walaupun orang tua Doyoung tentu saja tak keberatan, tapi tetap saja.

Masalah Taeyong bekerja, hanya sebagai kasir shift-shiftan yang menyesuaikan jadwal kuliahnya. Untung saja pemilik toko kue tempat Taeyong bekerja tidak keberatan. Disamping kerja nya sebagai kasir, Taeyong juga menggeluti usaha nya sendiri. Taeyong bercita-cita sebagai baker karena ia sangat menyukai makanan manis tersebut.

jaeyong • falling in love with strangerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang