TLB - 03

53.4K 6K 325
                                    

-happy reading!-

"Oh, jadi Rubi mau comblangin Papa sama Tante Joy?" Petra menarik kesimpulan setelah Rubi bercerita hampir setengah jam di ruang kerja miliknya. Satu yang dia tangkap adalah gadis itu benar-benar tidak sabar melihat Deon menikah.

"Comblangin itu apa?" tanya Rubi, sebelum mengambil potongan kue di meja.

"Comblangin itu kayak kenalan supaya dua orang yang tadinya nggak saling kenal, bisa jadi dekat terus pacaran dan menikah. Nah, nanti kita bakal disebut Mak Comblang," ujar Petra, dulu dia juga yang mengenalkan Kiara dengan Deon.

Kening Rubi berkerut. "Aku nggak mau jadi Mak."

Petra terkekeh. "Itu cuma sebutan, sayang. Tapi sebelum Pakde bantu, emang Rubi udah kenal sama Tante Joy?"

Rubi menggeleng. "Aku baru pertama kali ketemu kemarin."

Petra sedikit bingung dengan alasan Rubi yang sangat tidak mendasar. Hanya karena Joy tidak memakai lipstik warna merah dan menjawab pujian Rubi dengan ramah, anak itu langsung memilih Joy sebagai calon istri sang ayah dan Deon pasti sudah menolak keras ide putrinya sampai Rubi berani meminta tolong kepadanya. Petra berpikir, mungkin saja Rubi sudah kelewat muak melihat kejombloan Deon.

"Kalau ternyata Papa dan Tante Joy nggak saling suka, gimana?" tanya Petra.

"Kita paksa!" sahut Rubi, dengan semangat.

Petra meringis. Dia mengambil tisu dan menyeka selai cokelat dari sudut bibir Rubi. Sifat keras kepala gadis itu benar-benar mirip dengan Kiara yang tentu saja didukung oleh cara mengasuh Deon.

"Emangnya Rubi nggak bakal cemburu kalau Papa punya istri?" Petra bertanya lagi.

Rubi menggeleng. "Biasa aja."

"Rubi pengin punya mama, ya?"

Gadis itu kini mengangguk.

"Kan ada Bunda," sahut Petra. Sang istri, Wulan, meminta Rubi untuk memanggil dirinya dengan sebutan Bunda. Bukan hanya agar Rubi tidak kehilangan sosok ibu untuk selamanya, Wulan juga memiliki harapan besar untuk segera dikaruniai anak.

"Tapi Bunda bukan istri Papa," balas Rubi, lalu dia merosot dari sofa. "Aku mau main sama Om Carlos lagi. Bye-bye, Pakde!"

Mendengar ucapan Rubi, Petra jadi ingat kejadian enam tahun lalu. Saat Wulan yang pada saat itu masih menjadi pacarnya, mengusulkan agar mereka saja yang merawat Rubi ketika melihat kondisi mental Deon setelah kematian Kiara. Mengingat rencana pernikahan dia dengan Wulan hanya tinggal menghitung minggu, awalnya Petra setuju. Namun, tak lama setelah itu dia sadar, hanya Rubi yang bisa menjadi oksigen bagi Deon setelah separuh napasnya pergi.

Karena status piatu yang dimiliki Rubi, gadis itu menjadi kesayangan semua anggota keluarga. Tidak ada yang berani menyinggung nama Kiara selama beberapa tahun. Petra juga takjub melihat bagaimana Deon bisa mengasuh Rubi sebagai single parent. Meski dengan bantuan baby sitter dan lainnya, tapi tidak pernah ada jarak di antara ayah dan anak itu.

Petra masuk ke ruangan Deon ketika dia telah memastikan Rubi sudah bertemu dengan Carlos. Satu-satunya keturunan Wardhana yang punya darah Inggris itu sedang asyik menyedot Teh Sisri dengan bungkus gorengan di meja. Petra hanya geleng-geleng kepala melihat kebiasaan CEO Winston Group.

"Jijik banget!" Pria itu meraih bungkus gorengan dengan tisu dan membuang ke tempat sampah. "Kalau sampai stakeholders lihat lo begini, gue buang lo ke Ciliwung."

Deon berdecak melihat kedatangan si kepala petugas kebersihan Winston Group. Dia hanya melirik Petra sekilas dengan tangan kiri memegang gelas Teh Sisri, tangan kanan menggeser kursor.

The Last Bride ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang