-happy reading!-
Deon menatap layar TV 75inch itu tanpa selera. Film besutan Marvel yang belakangan ramai diperbicangkan, ia biarkan berjalan begitu saja. Pria itu menghela napas untuk sekian kali. Bahkan setengah botol wine sama sekali tak bisa mengalihkan pikirannya. Deon menjambak rambutnya ketika mengingat apa yang terjadi beberapa jam lalu.
"Lo ngapain jadi pahlawan kesiangan begoooo!?" racau Deon, sambil memaki dirinya dalam hati. Dia menjatuhkan tubuhnya ke sofa empuk di ruang tengah.
Setiap kali insiden membawa Joy pergi dari rumah wanita itu terlintas di kepala, Deon akan merinding dan mendadak mual. Dia akui, saat itu emosinya sedikit meledak. Entah karena apa, padahal Deon paling anti ikut campur masalah orang lain, terutama karyawannya sendiri. Tuan Putri Rubi Liya Winston tentu saja gembira dan menerima kehadiran Joy di rumah dengan senang hati. Bahkan mempersilahkan wanita itu untuk tidur di kamarnya hingga Mbak Yeni tak perlu capek-capek membersihkan kamar tamu.
"Terus gue harus apa setelah bawa anak orang ke sini?" Deon menatap langit-langit rumahnya yang super mewah. Setidaknya walau pusing, dia tetap orang kaya.
Meski tindakannya tadi terkesan heroik, tapi apakah pantas? Deon tidak punya hak untuk melakukan itu. Dia bukan kekasih atau orang penting untuk Joy. Memang tak bisa Deon elak kalau keributan yang terjadi di rumah Joy telah membangunkan rasa penasarannya. Apalagi ketika pria yang mendapat bogem mentah darinya itu mengeluarkan kata-kata semacam skandal, jalang, mesum, dan lain sebagainya yang berhasil menyulut emosi Deon.
Ingatan Deon mundur sampai saat dia melihat CV milik Joy tempo hari lalu. Sedikit mengejutkan karena ternyata Joy pernah mengemban jabatan yang cukup tinggi untuk ukuran fresh graduate dengan pengalaman magang enam bulan. Deon tahu di mana tempat terakhir Joy bekerja sebelum bergabung ke Winston Group, bahkan dia kenal pemilik perusahaan tersebut. Joy memang bukan lulusan dari universitas bergengsi, tapi kampus tersebut adalah salah satu swasta terbaik dengan akreditasi yang bagus.
Dengan riwayat akademik dan karir yang semulus itu, mengapa Joy tiba-tiba duduk menjadi staff accounting biasa? Joy bahkan bisa melamar posisi yang jauh lebih tinggi dan tak perlu mengikuti masa probation. Maka dari itu, Deon tak ragu memberi kursi sebagai sekretaris Petra kepada Joy.
"Apa ada hubungannya dengan laki-laki yang kemarin, ya?" Deon bergumam, tapi suara deru mesin mobil yang mendekat langsung membuyarkan pikirannya tentang Joy.
Dia menggeleng dan bangkit dari sofa. Tak baik berprasangka terhadap orang lain, apalagi tentang masa lalunya. Jika ia ingin tahu, ada baiknya langsung ditanyakan kepada yang bersangkutan, tapi Deon jelas ogah terlihat kepo. Mungkin nanti dia tanya saja pada Carlos. Asisten pribadinya itu menyimpan segala rahasia besar seluruh karyawan Winston Group.
"Siapa, sih?" Deon menyibak gorden untuk melihat mobil siapa yang datang.
Mata pria itu menyipit. Audi putih yang tak lagi asing. Itu adalah mobil Petra. Kening Deon berkerut, bertanya-tanya apa yang Petra lakukan selarut ini di rumahnya. Deon melirik jam dinding yang sudah menunjuk pukul setengah 12 malam. Rubi sudah masuk kamar sejak jam tujuh bersama Joy dan sekarang pasti sudah terlelap.
Deon membuka pintu dan langsung disambut dengan wajah kusut Petra.
"Gue bingung kenapa lo bisa diizinkan masuk komplek sama satpam semalam ini," ujar Deon, tapi yang diajak bicara sama sekali tidak menjawab dan malah melangkah ke belakang mobil untuk membuka pintu bagasi. Kemudian Petra kembali sambil membawa boneka jerapah yang besarnya seukuran Rubi.
"Gue mau kasih ini ke Rubi," sahut Petra, datar sekali.
"Bohong," balas Deon, tanpa ragu.
Petra ingin menjawab, tapi seperti orang yang tak punya energi, dia hanya menghela napas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Bride ✅
Romansa[DICARI ISTRI UNTUK PAPA!] ❝Kriteria: harus perempuan, nggak genit, nggak boleh pakai lipstik merah, harus sayang Rubi dan Sally.❞ Itu adalah isi dari selebaran yang ditulis Rubi menggunakan krayon. Dibantu dengan Carlos, bocah enam tahun itu menemp...