-happy reading!-
Melihat Rubi yang sedang asyik bermain kembang api dengan Tina dan Yeni, membuat Joy merasa ini adalah kesempatannya untuk rehat sejenak. Sejak tadi pagi, Rubi sudah semangat menyambut malam tahun baru. Waktu Joy langsung disabotase untuk mempersiapkan kembang api. Ternyata ada yang lebih melelahkan dari bekerja lembur tak dibayar yaitu bermain dengan anak kecil.
"Mau nambah, Non?" tanya seorang koki, yang ditugaskan Deon untuk mengurus dapur.
Joy menggeleng sambil tersenyum ramah. "Nggak, chef. Udah kenyang."
Lalu dia melanjutkan langkah melalui teras dan masuk ke rumah. Tidak ada siapa-siapa karena semua sibuk berada di luar. Joy merasa mungkin dia bisa beristirahat sebentar di meja makan. Acara malam tahun baru yang diadakan Deon ternyata tidak semeriah yang dia bayangkan, hanya ada Tina, Petra, Rubi, Yeni, dan dirinya. Joy kira, Deon akan mengundang beberapa keluarga atau teman terdekatnya. Bahkan Joy kira istri Petra akan datang, tapi ternyata hingga beberapa jam menuju tahun berganti tiba, Petra tetap sendiri.
"Makan udah, main kembang api udah, tinggal rebahan. Andai aja ini bukan rumah Pak Deon, gue udah tiduran sejak tadi kali, ya?" Joy menghela napas seraya hendak menarik kursi untuk duduk, tapi matanya jatuh ke arah teras dalam, di mana kolam berenang dan gazebo berada.
Dia melihat Deon ada di sana, di pinggir kolam renang dengan gelas wine di tangan. Joy menoleh ke pintu utama. Disaat anak dan ibunya sedang asyik menikmati malam tahun baru, apa yang justru Deon lakukan sendirian di sana?
Joy bahkan tidak sadar kapan Deon melipir. Namun, itu bukan urusannya jadi dia memutuskan untuk mengabaikan, tapi telat karena Deon kini sudah menangkap keberadaan dirinya. Joy sempat terdiam sejenak, membalas tatapan pria itu dalam diam. Namun, karena Deon tak kunjung melepas pandangan, Joy jadi mengurungkan niat untuk duduk dan menghampiri pria itu. Pasti dia disangka sedang mengintip, Joy tak mau ada kesalahpahaman. Jadi, dia melangkah dan membuka sliding door.
"Tadi Rubi cari Bapak," dusta Joy, karena itu adalah alasan paling aman.
"Oh ya?" Deon membalas acuh tak acuh.
Joy mengangguk.
"Mau?" Deon mengacungkan gelas wine yang tersisa setengah kepada Joy.
Kali ini wanita itu menggeleng. "Bapak sedang apa ada di sini?"
Deon mengangkat bahu lalu dia menepuk ubin batu di sebelahnya. "Sini duduk."
Joy pikir tidak ada salahnya jika hanya duduk sebelahan, bukan? Lagipula dia juga ingin istirahat. Jadi, Joy berjalan dan duduk di sebelah Deon dengan tenang. Sesungguhnya dia merasa bingung dengan perubahan sikap Deon yang kadang diam, kadang berisik. Apakah orang seperti Deon juga kerap memakai topeng dan berganti wajah seiring situasi yang mereka lalui?
"Joy."
"Ya?"
"Kamu tahu nggak kenapa saya nggak pernah merayakan malam tahun baru di sini, di Indonesia?" tanya Deon, tiba-tiba.
"Biar Bapak dan Rubi bisa sekalian liburan?" sahut Joy.
Deon mendengus dan tertawa. Dia menggeleng. "Bukan, tapi karena saya nggak mau tenggelam dalam kesedihan terus. Tanggal 1 Januari adalah ulang tahun Kiara, kalau saya di sini, saya nggak akan bisa fokus apa-apa. Makanya, saya selalu ajak Rubi pergi dan pulang setelah tanggal 1 Januari."
Joy menoleh. Wajahnya mengisyratakan kebingungan.
"Saya itu berbeda dari apa yang orang lihat. Diam-diam saya berusaha untuk melupakan Kiara demi bisa hidup normal. Saya nggak ... seromantis itu. Alasan saya nggak bisa membuka hati untuk wanita lain bukan karena saya masih mencintai Kiara, tapi karena rasa bersalah. Saya takut Kiara marah," lanjut Deon, lalu dia meneguk wine dari gelas.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Bride ✅
Romance[DICARI ISTRI UNTUK PAPA!] ❝Kriteria: harus perempuan, nggak genit, nggak boleh pakai lipstik merah, harus sayang Rubi dan Sally.❞ Itu adalah isi dari selebaran yang ditulis Rubi menggunakan krayon. Dibantu dengan Carlos, bocah enam tahun itu menemp...