TLB - 21

33.8K 4.1K 276
                                    

-happy reading!-


Euforia tahun baru sudah lewat sejak satu minggu yang lalu. Kini rutinitas sebagai budak korporat kembali berjalan seperti biasa. Joy setengah mati berusaha mengalihkan perhatian dari wajah kusut Petra yang berada di tengah ruang kerja. Bukan apa-apa, dia hanya merasa terganggu sekaligus khawatir dalam waktu yang sama. Melihat orang yang biasanya selalu ceria dan ramah, tak segan mengajaknya berbincang di sela waktu kerja, dan sekarang begitu pendiam membuat Joy bingung serta merasa serba salah.

"Joy."

"Iya, Pak," sahut Joy, cepat langsung menoleh kepada COO Winston Group.

"Jadwal saya hari ini ada apa aja?" tanya Petra, nada suaranya hampir datar, tapi terlihat dia berusaha untuk tidak menunjukkan suasana hatinya kepada Joy.

"Hari ini Bapak ada meeting evaluasi Q2 sama tim finance untuk jam tiga sore, lalu ada lunch meeting bersama Pak Deon dan Pak Nick Vernancy dari Vernancy Corp di Central Park untuk jam 11 sampai kira-kira jam satu siang. Ada lagi yang mau Bapak tanyakan?" Joy menutup buku jurnalnya dan menoleh kepada Petra.

"Deon udah confirm bakal datang di lunch meeting?" tanya Petra.

Joy mengangguk. "Tadi Carlos juga bilang, kalau Pak Deon mau pergi bareng sama Bapak aja."

Petra mengangguk-angguk. "Oke, kamu gantikan saya, ya. Kamu aja yang pergi lunch meeting sama Deon. Saya ... ada keperluan pribadi hari ini. Nanti saya bilang sama Deon. Toh, dia juga yang bakal memimpin rapatnya."

"S-saya gantikan Pak Petra untuk meeting?" Joy menunjuk dirinya sendiri. Alamak! Dia saja belum genap satu bulan menjadi sekretaris COO Winston Group. Joy memang mengerti sedikit demi sedikit pekerjaan Petra, tapi mana bisa posisinya digantikan seenak jidat begitu? Bagaimana kalau nanti dia malah membuat Deon repot? Petra adalah partner terbaik Deon di Winston Group.

"Iya, tolong ya, Joy," kata Petra, suaranya benar-benar seperti tidak menerima bantahan.

"Iya, Pak." Joy mengangguk pasrah, lagipula siapa dia bisa menolak perintah Petra Wardhana. Wanita itu melihat jam kecil di ujung meja yang sudah menunjuk pukul setengah 10.20. Maka, Joy mulai memasukkan buku jurnal dan alat tulis ke tas untuk berjaga-jaga apabila dia butuh mencatat dan memberikan laporkan kepada Petra.

Satu bulan menjadi sekretaris pria itu, Joy masih belajar untuk menyesuaikan cara kerja Petra yang menurutnya cukup gesit dan rapi. Petra berbeda dari Deon yang terlihat santai sampai-sampai tidak tahu kapan sebenarnya CEO Winston Group itu bekerja. Petra cenderung lebih terorganisir dan menjaga image serta penuh wibawa, meski setelah Joy temukan pria itu sebagai Pakde Rubi, Petra tetaplah pria biasa yang hangat dan seru.

"Joy."

"Iya, Pak?" Wanita itu menoleh lagi. Sepertinya tugas menjadi sekretaris itu sulit, dia harus mulai mempersiapkan asuransi kesehatan yang memadai dan menjaga diri supaya tidak cepat ambruk. Maklum, tubuhnya sudah renta meski baru 26 tahun. Stok koyo harus selalu tersedia dan tidak lupa FreshCare setiap gejala masuk angin menyerang.

"Kemarin waktu malam tahun baru, are you happy?" Petra bertanya seraya memainkan bolpoint di tangan. Suaranya sudah tidak seserius tadi, tapi juga tidak sesantai biasanya.

"Maksud Bapak?" Joy tidaklah bodoh, dia menangkap apa maksud pertanyaan Petra, tapi Joy takut salah. Ada dua kemungkinan dari pertanyaan pria itu, mengenai Rubi atau justru Deon. Kalau memang soal Rubi, Joy bisa tenang dan menjawab dengan apa adanya. Namun, kalau yang Petra maksud adalah Deon, dia tak siap untuk memberi jawaban.

"Saya lihat kamu dan Deon di teras belakang waktu itu. Nggak sengaja lihat tepatnya. Saya cum—"

"Saya nggak ada maksud apa-apa kok sama Pak Deon kemarin. Saya juga nggak sengaja ngobrol di teras karena ... Rubi sempat cariin Papanya. Saya nggak bermaksud untuk lancang dan kurang ajar. Saya paham batasan di antara kita, saya juga udah berencana untuk secepatnya keluar dari rumah Pak Deon. Bapak tenang aja," pungkas Joy, cepat. Bahkan sebelum Petra menyelesaikan perkataannya, dia hanya tidak mau terjadi kesalahpahaman yang bisa mengancam karirnya yang baru kembali dimulai ini.

The Last Bride ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang