TLB - 17

31.5K 3.8K 164
                                    

-happy reading!-

Juwita Intan Wardhana, adik dari ibu Deon, penyebab terbesar Rubi membuat lowongan istri beberapa minggu lalu. Wanita berusia 56 tahun itu melangkah dengan gembira menuju keponakan dan cucunya. Tentu saja dia juga tidak menyangkan bisa bertemu mereka di Puncak. Padahal biasanya Deon sekeluarga akan terbang ke negara lain dan menghabiskan malam tahun baru di luar Indonesia.

"Deon! Kok nggak bilang mau ke Puncak juga? Sama Rubi pula," seru Juwita, sambil mengusap-usap kepala cucunya.

Deon tersenyum kikuk. "Mendadak aja, Bulik."

"Mbak Mana?" tanya Juwita, sembari celingak celinguk.

"Mama nggak ikut," kata Deon.

"Oh." Bibir Juwita membulat, dia lalu fokus terhadap Rubi. "Hi, Rubi. Ini Eyang Uwi, lho. Udah lama nggak ketemu kita, ya. Rubi mau ke Jogja lagi nggak? Nanti kita menginap di rumah Eyang, terus Rubi bisa main sama cucu Eyang Uwi, lho."

"Ngggg—berisik!"

Namun, alih-alih sambutan yang hangat, Rubi malah mengerang kesal. Dia memukul-mukul pundak Deon dan hendak menangis karena tidurnya diganggu dengan suara nyaring seorang wanita. Satu hal yang membuat Rubi semakin persis dengan Kiara adalah mereka sama-sama tidak bisa diganggu ketika sedang terlelap. Itu kenapa setiap Deon pulang telat, dia akan memilih tidur di kamar lain agar tidak mengganggu tidur Kiara.

"Lho, lho. Kok marah, tah?" Juwita mencoba menghentikan tangan Rubi, tapi anak itu malah semakin marah.

"Rubi bisa cranky kalau tidurnya diganggu, Bulik." Deon mundur satu langkah.

"Mau bobo!" pekik Rubi, setengah sadar. Deon sampai kewalahan menggendong putrinya yang sebentar lagi akan menginjak usia tujuh tahun. Sudah semakin besar saja anak itu.

"Oalah. Jelek ini adatnya," ujar Juwita.

"Maaf, Pak. Biar saya gendong Rubi dan ajak masuk ke kamar saya dulu." Joy tiba-tiba nimbrung. Meski dia tak ingin, tapi melihat Rubi membuat hatinya tergerak.

"Kamu siapa?" tanya Juwita, beralih ke Joy.

"Itu—"

"Saya babysitter Non Rubi, Bu," kata Joy, tak ingin memperpanjang obrolan dengan wanita tersebut. Dia lalu menggendong Rubi dari pelukan Deon dan tak menyangka bocah enam tahun itu memiliki bobot yang cukup berat walau terlihat mungil.

"Oh, babysitter. Hampir aku kira Deon punya pacar diam-diam," ujar Juwita, dengan pandangan penuh selidik kepada Joy.

"Saya masuk dulu, Pak," kata Joy.

Deon mengangguk. Dia membukakan kamar Joy dengan keycard dan membiarkan putrinya bersama wanita itu. Sebab, Deon tahu Juwita tidak akan berhenti mengoceh kalau belum lelah sendiri. Yang ada Rubi akan semakin cranky dan berimbas buruk dengan jam tidur serta suasana hati gadis itu esok hari.

"Kalau dilihat-lihat juga nggak mungkin, sih, calon istri kamu kayak dia," ujar Juwita, saat Joy sudah masuk kamar.

"Apa yang nggak mungkin, Bulik?" Deon bertanya balik.

"Ya, lihat aja penampilannya. Nggak cocok sama kamu gitu, lho. Jadi, berarti kamu masih jomblo, tah?" tanya Juwita.

Deon menghela napas. "Bulik ke sini sama siapa?"

"Bulik ada kenalan buat kamu. Anak teman Bulik, dia desainer baju. Cantik puol, anaknya anggun, sopan. Setara sama kamu pokoknya. Nanti kalau ke Jogja, Bulik ajak dia ke rumah biar bisa ketemu kamu," tutur Juwita, antusias. Tidak mengindahkan pertanyaan dari keponakannya.

The Last Bride ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang