-happy reading!-
"Kamu kenapa sih, Mas? Aku perhatikan belakangan ini kamu sering melamun."
Pertanyaan Wulan berhasil menyurutkan senyum Petra yang ia hadirkan sebagai tameng. Pria itu menarik diri dan langsung mengambil posisi untuk tidur. Petra memadamkan lampu kamar yang membuat penerangan hanya ada dari lampu tidur.
"Mas." Wulan menyentuk lengan sang suami.
"Nggak apa-apa. Aku nggak sesering itu kok melamunnya," kata Petra, dia membiarkan Wulan bersandar di pundaknya sembari tiduran.
"Terus kenapa tadi kamu di ruang kerja cuma lihatin gelang dari Mbak Kiara? Nggak sekali atau dua kali kamu begitu," kata Wulan, tentu saja pernyataannya barusan menyentak Petra dalam diam. Pria itu bahkan tidak menyadari kapan Wulan berada di ambang pintu ruang kerja, kalau bukan karena Wulan menyapa.
"Nggak, itu aku bingung aja. Gelangnya kan udah rusak, mau aku buang atau tetap disimpan sebagai kenangan dari dia," ujar Petra, usai terdiam beberapa detik.
"Tapi kamu juga sering datang ke rumah abu Mbak Kiara, Mas. Kenapa, tah?"
"Nggak sering. Kemarin datang pas ulang tahun dia aja," kata Petra.
"Bohong. Aku nemu banyak karcis parkir Krematorium Bunga Abadi di mobil Mas kok. Tahun ini, kamu udah empat kali ke sana. Ngapain?" tanya Wulan, dia mendongak untuk melihat wajah suaminya dengan penerangan remang-remang.
Petra diam. Fakta apa yang ia sembunyikan ternyata diketahui sang istri, membuat rasa bersalahnya mencuat.
"Apa nggak bisa cerita sama aku kalau lagi ada masalah? Apa harus selalu cerita ke Mbak Kia karena dia lebih lama kenal kamu dibanding aku? Buat apa cerita sama orang yang udah nggak ada?" cecar Wulan, nada suaranya berubah muram dan sendu.
"Bukan, Wulan. Aku selalu cerita sama kamu soal apa pun. Aku ke sana ... bukan untuk itu," sahut Petra, tak ingin istrinya salah paham. "Kamu tahu kan Deon sekarang udah sama Joy. Dia juga bilang cuma mau datang disetiap peringatan kematian Kia aja mulai sekarang. Aku ... kasihan, Lan. Kamu juga tahu hanya kita yang urus rumah abunya Kia. Keluarganya udah lepas tangan sejak Deon bertengkar dengan Mamanya Kia. Aku cuma ... nggak pengin dia kesepian."
"Mas." Wulan bisa memahami jika Petra ingin berkontribusi mengurus rumah abu Kiara karena memang yang bertanggung jawab, tapi alasan terakhir pria itu benar-benar janggal. "Mbak Kiara itu udah nggak ada. Dia nggak akan kesepian. Jangan bohong sama aku. Sebenarnya ada apa?"
Bahasa tubuh Petra semakin menunjukkan bahwa dia resah dan ia tahu kalau sudah seperti ini, dirinya tidak akan bisa lagi berbohong dari Wulan. Pikiran yang menjadi sumber kegelisahannya belakangan ini, haruskah ia bagi kepada sang istri? Ketika Petra diam seraya menatap langit-langit kamar yang gelap, dia merasakan usapan lembut di dadanya.
"Kamu ragu sama Joy?" tanya Wulan, pelan.
Petra menghela napas dan menggeleng. "Nggak. Aku malah merasa dia orang tepat buat Deon, tapi ..."
"Tapi apa?"
"Tapi sebagai sahabat Kia, aku khawatir. Aku merasa ini nggak adil untuk Kia. Cuma di lain sisi, aku juga nggak bisa denial kalau aku senang lihat Deon bisa punya pasangan lagi. Sebagai sepupunya, aku bahagia lihat mereka. Aku nggak paham sama perasaanku, Lan. Rasanya aku kayak ditarik-tarik dari dua arah. Antara harus berpihak dengan Kia atau Deon. Keduanya sama-sama penting buat aku," ujar Petra. Meski dia yakin caranya bercerita sedikit kacau karena memang dia bingung sendiri, tapi ia percaya Wulan akan paham.
Rasa mengganjal itulah yang membuat Petra hilang kendali diawal. Dia tidak menyangka proses Deon menemukan pasangan akan semudah dan selancar itu. Sempat terpikirkan oleh pria 34 tahun tersebut, jika saja dulu dia menolak permintaan Kiara untuk dikenalkan dengan Deon, jika saja dia mengalihkan perhatian Kiara untuk melupakan Deon setelah putus dari Rio, pasti pernikahan mereka tidak akan terjadi. Kiara tidak akan meninggal karena melahirkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Last Bride ✅
Romansa[DICARI ISTRI UNTUK PAPA!] ❝Kriteria: harus perempuan, nggak genit, nggak boleh pakai lipstik merah, harus sayang Rubi dan Sally.❞ Itu adalah isi dari selebaran yang ditulis Rubi menggunakan krayon. Dibantu dengan Carlos, bocah enam tahun itu menemp...