Lama gak up nih, wkwk.
Selamat membaca
Jangan lupa untuk tendang pake tendangan madun bintang di pojoknya.
.Aku, Windha dan empat siswa lain masuk kedalam perpustakaan. Menjalankan hukuman yang di berikan oleh guru BK tadi.
"Kalo boleh tau, sejak kapan lo deket sama Ari?" tanya Windha tiba-tiba.
Aku dan winda sedang merapihkan deretan buku di rak.
"Dari orok, Wind." jawabku sedikit terkekeh.
"Woah, berarti kalian udah deket banget dong."
"Iya, Ari sahabat sekaligus saudara buat Riri."
Windha terdiam, gerakan tangannya yang membereskan buku terhenti. Ia seperti memikirkan sesuatu. Aku menepuk pundaknya.
"Ayo lanjut beresinnya, biar cepet selesai. Riri udah mau ke kelas dan cari Ari." ucapku. Windha menganggukan kepalanya.
"Boleh kita temenan, Ri?" tanya Windha.
"Boleh banget!" seruku riang. Windha terseyum.
Setengah jam aku habiskan didalam perpustakaan. Tanganku kotor sekali, karena banyak sekali debu.
"Windha, ke toilet bentar yuk!" ajakku. Windha menganggukkan kepala.
"Yuk!"
Aku berjalan beriringan bersama Windha menuju toilet. "Ari gak punya temen lain selain Riri?" tanya Windha.
"Ari? Oh, dia punya temen cowok kok. Cuma, akhir-akhir ini lagi jarang ketemu aja, soalnya gak satu sekolah." Aku dan Windha masuk kedalam toilet.
Aku menyalakan keran dam membasuh tanganku. "Apa Windha juga punya sahabat?" tanyaku.
Windha menggelengkan kepalanya, tatapannya menjadi sendu."Dulu gue punya sahabat, namanya Sinta, tapi dia udah meninggal. Dia koma selama lima bulan dan gak bisa di selamatin."
Aku mengelus bahu Windha. "Yang sabar ya, Wind." Windha mengangguk dan tersenyum.
"Eh, gue duluan ya." Aku mengiyakan. Windha melambaikan tangnya, aku membalas lambaian Windha dan Windha pun keluar dari toilet.
Aku menghadap cermin di depanku. Pantulan diriku terpampang jelas di sana. Aku mengusap wajahku dan memperbaiki rambutku yang aku ikat ekor kuda.
Aku keluar dari toilet dan melangkah menuju kelas. Aku masuk kedalam kelas, sedang tak ada guru. Mungkin jam kosong.
Kulihat Ari yang sedang duduk santai di bangkunya. Aku menghampiri Ari dan duduk di sebelahnya. Aku memukul bahu Ari keras.
"Ari!" seruku.
"Eh, Riri, kemana aja?" tanya Ari dengan wajah tanpa dosa.
"Kenapa Ari gak berangkat bareng sama Riri?" tanyaku dengan mata yang tajam.
"Tadi Ari berangkat bareng sindi," jawab Ari enteng.
"Siapa? Ari tau gak, gara-gara Ari, Riri telat dan di hukum bersihin perpus!"
"Dihukum? Ahahaha!" Ari tertawa keras. Aku meninju lengan Ari, Ari pun menghentikan tawanya.
"Gara-gara Ari!"
"Iya, iya, gara-gara Ari," ucap Ari mengaggukkan kepalanya. Aku melotot tak percaya.
"Cape tau Ari!"
"Oh." Ari kembali tertawa membuatku semakin kesal.
"Sindi, dia pacar baru Ari. Dia cantik gak kaya Riri yang burik, dia baik gak kaya Riri yang sesat, dia manis gak kaya Riri yang asin, dia lemah lembut gak kaya Riri yang sengklek." ucap Ari, memamerkan pacar barunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him or Him?
Teen FictionDisetiap pelukannya memberikan ketenangan, menyalurkan rasa hangat. Terbiasa dengan kehadirannya membuatku tak bisa untuk kehilangannya. "Gak bisa kaya gini, Riri. Ingat, kita sahabatan! Riri gak boleh punya obsesi buat bisa pacaran sama Ari, apala...