Happy Reading
Sebelum baca, tendang dulu dong bintangnya!
.
Permasalah Ari dengan Kania ternyata tidak sampai kata putus saja. Kania masih mengejar Ari, Ia tak mau putus dari Ari.Kania sampai mohon-mohon kepada Ari untuk tidak putus, tapi nyatanya keputusan Ari sudah bulat untuk putus dengan Kania.
Untuk beberapa hari kedepan Ari pasti akan memiliki pengganti Kania, aku yakin dengan itu.
"Ari, aku mohon jangan tinggalin aku," pinta Kania. Ari menggelengkan kepalanya. Sekarang kami sedang berada di kantin sekolah.
"Gak Nia, aku gak mau. Aku udah bosan sama kamu, mending kamu pergi deh dari kehidupan aku jauh-jauh," balas Ari.
"Gak bisa Ari."
"Harus bisa, karna aku usah gak suka lagi sama kamu."
"Tega ya kamu, Ari." Ari hanya mengangguk, aku melihat raut kekesalan terpampang jelas di wajah Kania.
Kania melirikku sinis dan aku hanya mengerutkan keningku, tidak paham dengan tatapannya.
Kasian dia menjadi korban perasaan dari permainan yang Ari buat.Kania bangkit dari duduknya aku melihat ia bergabung kembali dengan teman-temannya. Aku memandang Ari yang sedang makan di sampingku.
"Ari gak kasihan sama Kania?" tanyaku.
Ari menghentikan acara makannya dan memandangku dalam. "Riri mau jauh-jauh dari Ari, ya?" bukannya menjawab Ari malah balik bertanya kepadaku.
Jauh-jauh dari Ari? Ah, aku tak mau. Jelas saja aku tak akan mau. Sejak kecil sampai sekarang aku sudah terbiasa dengan kehadiran Ari. Jadi, rasanya akan sedikit tak rela jika suatu saat Ari berjauhan denganku.
Aku menggelengkan kepalaku untuk menjawab pertanyaan Ari tadi.
"Begitupun juga Ari. Ari gak bisa jauh-jauh dari Riri. Riri itu segalanya bagi Ari. Jadi, sampai kapan pun Ari gak akan mau buat tinggalin Riri hanya demi cewek itu." Ari menggenggam jemariku yang berada di atas meja kantin.
"Jangan tinggalin Riri ya, Ari!" perintahku.
"Gak akan pernah, Ri," ucap Ari dengan sorot mata bersungguh-sungguh.
"Ngapain kalian?" aku langsung mendongak ke sumber suara. Ternyata itu Dito.
"Eh Dito," sapaku dengan perasaan senang.
"Itu tangannya tolong," ucap Dito membuatku melihat ke arah jemariku. Ternyata sendari tadi jemariku dan jemari Ari saling bertaut.
Aku hendak melepaskan tautanku dan Ari, tapi tiba-tiba Ari bersuara. "Emang kenapa? Masalah buat lo?"
"Jelas masalah buat gue, Riri itu pacar gue!"
"Baru pacarkan? Gak usah Posesif kek gitu lah, gue sama Riri cuma sahabatan."
Aku hanya bisa dia, bingung harus berbuat apa.
"Riri, ikut aku." Dito menarik tanganku, tapi satu tanganku yang lain ditahan oleh Ari. "Riri lagi makan," ucap Ari, terlihat masih tenang.
"Ri." Aku memandang Dito, memelas.
"Aku makan dulu ya," ucapku hati-hati takut Dito tersinggung karna aku menolak ajakannya.
"Jadi kamu lebih milih Ari?" tanya Dito. Aku menggelengkan kepala sebagai jawaban.
"Ikut aku sekarang," perintah Dito.
Aku menengok kearah Ari, mataku memelas meminta persetujuannya. Kudengar Ari berdecak, lalu penganggan tangan Ari pada tanganku terlepas.
![](https://img.wattpad.com/cover/293431591-288-k138651.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Him or Him?
Teen FictionDisetiap pelukannya memberikan ketenangan, menyalurkan rasa hangat. Terbiasa dengan kehadirannya membuatku tak bisa untuk kehilangannya. "Gak bisa kaya gini, Riri. Ingat, kita sahabatan! Riri gak boleh punya obsesi buat bisa pacaran sama Ari, apala...