Happy Reading
Sebelum baca, sentil dulu dong bintangnya!
."Mama! Bunda!" teriakku, tapi tak ada sahutan dari keduanya.
Mama sama Bunda kemana?
"Riri? Kenapa kamu teriak-tetiak gitu?" Itu suara Bunda. Aku langsung turun kelantai bawah dan berlari menuju sumber suara.
"Kuenya gimana, Bun?" tanyaku dan memamerkan gigi-gigiku.
"Udah beres, Ri. Riri sama Ari tadi kemana?" tanya Bunda.
Aku tak tahu harus jawab apa, aku hanya diam. "Riri pasti baru bangun tidur ya? Udah sore nih, mendingan Riri mandi dulu baru nanti makan kue sama-sama," ucap bunda dan mengelus kepalaku sayang. Bunda sudah seperti Mama kedua untukku.
Aku menganggukka kepala dan kembali ke kemar.Saat aku sampai ke kamar aku melihat Ari yang sepertinya sudah selesai mencuci muka, terlihat jelas dati wajahnya yang terlihat segar dari sebelumnya.
"Ari, jangan bilang kalo tadi kita tidur di kamar Riri!" Aku menunjuk hidung Ari. Ya, walaupun kita sering main di kamarku atau pun di kamar Ari, tapi kita belum pernah tidur bareng, pernah sih, tapi itu waktu masih kecil.
"Emang kalo Ari bilang kenapa? Bukannya dulu kita sering banget tidur bahkan mandi bareng?" tanyanya, tangannya terlipat di depan dada. Aku memutar bola mataku malas.
"Jangan sampe Mama sama Bunda tahu! Ini bisa jadi masalah besar kalo Mama sampe tahu!" Aku menajamkan pandanganku, mencoba mengancam Ari supaya tak bicara pada Mama dan Bunda.
"Masalah apa, hm?" tanyanga dengan wajah yang songong membuatku ingin menjambaknya.
"Gak usah pura-pura gak tau gitu! Riri tau, Ari ngerti apa yang Riri pikirin, kalo Ari gak ngerti, Riri jelasin aja ya? Jadi, kalo Mama sama Bunda sampe tau kalo tadi kita tidur bareng pasti bakalan jadi masalah besar, apa lagi Mama paling cerewet kalo tau Riri kenapa-napa. Nanti Mama ngiranya kita tuh ngelakuin yang enggak-enggak, padahalkan kita gak ngapa-ngapain. Nah, kalo Mama salah paham, pasti kita nggak selamet, Mama maupun Bunda pasti bakalan nikahin kita, Ari. Jelas?" Aku menjelaskannya panjang lebar. Ari mengangguk-anggukkan kepalanya.
"Gak papa, itu bukan masalah besar, Ri." Ari keluar dari kamarku, aku hendak menahannya karena aku hendak berbicara lagi, tapi aku urungkan diri untuk menahan Ari, karena teringat dengan kue di dalam kulkas yang sedang menunggu untuk aku santap.
***
Malam kemarin adalah malam yang mengasyikan!
Kemarin malam aku, Ari, Mama, dan Bunda saling melempar obrolan dan candaan, tak lupa juga sambil menyantap kue yang Mama dan Bunda buat. Semalam Ari yang paling lahap memakan kue hingga tandas, padahal aku masing mau makan kuenya.
Karena semalam aku gak rela kue yang enak itu dihabiskan oleh Ari aku sampai menyiram wajah Ari memakai air jus, alhasil Ari berenggut kesal dan terlihat ingin membalas tapi seperti ia urungkan karena mungkin takut Mama dan Bunda marah. Menyiram wajah Ari yang menyebalkan sungguh memuaskan.
Pagi ini aku telah siap dengan seragam putih abuku, aku turun dari lantai dua kelantai bawah. Aku melangkah menuju dapur. "Pagi Mama!" sapaku kepada Mama dengan cukup lantang. Mamaku menengokkan kepala kearahk. "Pagi juga sayang," balas Mama.
Mamaku menyajikan sebuah nasi goreang di atas meja makan. Aku duduk dan mulai menyantap nasi goreng buatan Mamaku, Mamaku pun ikut sarapan.
"Mama mau kebutik gak hari ini?" tanyaku.
"Tumben banget tanya butik ... kayanya Mama kebutiknya agak siangan, Mama mau beres-beres dulu rumah."
"Oh gitu ya, Ma." Aku melanjutkan sarapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Him or Him?
Ficção AdolescenteDisetiap pelukannya memberikan ketenangan, menyalurkan rasa hangat. Terbiasa dengan kehadirannya membuatku tak bisa untuk kehilangannya. "Gak bisa kaya gini, Riri. Ingat, kita sahabatan! Riri gak boleh punya obsesi buat bisa pacaran sama Ari, apala...