FFG | Chapter 22 - Sorry and thank you

462 46 0
                                    

Hai! Hai!
Bagaimana kabar kalian?

Btw, ini full chapter of Luiz, Ruby and Axander. Aku mau mulai kelarin masalah satu persatu. Hehehe ....

Sebelum mulai baca, jangan lupa untuk klik bintang kecilnya. 

Happy Reading ....

______________________________________

Playlist : Olivia Rodrigo - Happier

🍁🍁🍁

Jemari Ruby bergerak lincah di atas keyboard, sedangkan matanya fokus menatap layar monitor. Selama sebulan ini kantor sangat hectic, dikarenakan Tyson Corp. akan mengadakan pesta perayaan ulang tahun perusahaan yang ke-80 sabtu depan. Bukan hanya karyawan yang dibuat lembur, Ruby selaku CEO juga turut lembur.

Selama sebulan ini pula Ruby belum bertemu lagi dengan Luiz. Pria itu sama sibuknya. Namun, mereka tidak pernah absen mengirim pesan. Sesekali mereka akan berbincang lewat saluran telepon atau video call. Setidaknya tidak ada yang menghilang tanpa kabar.

Ruby melirik jam yang tertera di sudut kanan atas layar desktop. Jam makan siang sekitar sepuluh menit lagi, itu berarti dia masih memiliki waktu sebelum Luiz menjemputnya. Tadi pagi pria itu memang sempat mengirim pesan dan mengajaknya makan siang bersama. Katanya ada restoran yang baru buka di dekat gedung Tyson Corp.

Jika ditanya, apakah Luiz dan Ruby akhirnya menjalin hubungan? Jawabannya adalah tidak tahu. Luiz tidak pernah berkata ingin menjadikan Ruby kekasih. Mereka hanya membiarkan hubungan ini mengalir tanpa status yang jelas. Walau begitu keduanya tetap bahagia.

Ruby yakin bahwa orang-orang sekitar pasti mengira mereka memang tengah menjalin kasih dan Ruby sama sekali tak berminat meluruskannya. Biarkan saja orang-orang menganggap mereka cocok dan couple goals. Pun sepertinya masyarakat sudah lupa kalau sebelumnya Luiz memiliki seorang kekasih.

Tak terasa sepuluh menit hampir berlalu. Usai menyimpan file yang diketiknya tadi ke sebuah folder, Ruby beralih membuka salah satu laci meja, lalu mengeluarkan sebuah cermin. Dia pun mulai memperbaiki make up-nya tipis-tipis. Ruby tidak mau terlalu kelihatan berhias diri, takut Luiz besar kepala dan berpikir kalau Ruby sengaja berdandan untuknya.

Padahal ... memang iya.

Ponsel Ruby yang tergeletak di atas meja berdering nyaring. Gadis itu bergegas mengangkat panggilan dengan satu tangan, sementara tangan satunya sibuk memasukkan peralatan make up yang berserakan di atas meja ke dalam pouch.

"Halo ...."

"Halo, Ruby. Kamu masih di atas?"

"Ah, iya. Aku baru selesai," sahut Ruby setelah berhasil menutup resleting pouch dan menyimpannya kembali ke dalam laci.

"Mau aku ke atas atau aku tunggu di lobi saja?"

Ruby segera bangkit dari kursi kebesarannya, lalu menyampirkan tali tas di salah satu bahu. "Ini aku mau turun. Tunggu sebentar, ya."

"Oke." Ada jeda beberapa detik sebelum Luiz kembali bicara. "By the way, tidak perlu buru-buru. Aku tidak akan ke mana-mana."

Mau tidak mau Ruby tersenyum simpul. Ada perasaan hangat yang menjalar dalam dadanya. Luiz selalu punya cara untuk membuatnya tersenyum. "Kututup ya teleponnya."

FIGHT FOR GRAY | ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang