1 - Sewindu Waktu

198 9 1
                                    

Malam yang sama yang telah dia lihat berkali-kali. Malam yang disertai badai bukan hanya badai dari alam, tapi juga badai dari hidupnya. Pria itu menarik lengan istrinya satu-satunya wanita yang baru sekarang dia cintai.

Jean: "Kamu butuh waktu?! Berapa lama, Luc? BUTUH BERAPA LAMA!"

Jean: "Kamu pikir delapan tahun selama ini aku beri kamu waktu itu untuk apa?!"

Jean: "Semua orang juga akan lelah dengan waktu, Luc"

Jean: "Diluc, kamu terlambat"

Diluc: "Maaf Jean, aku mohon--"

Jean: "Aku tidak dapat melanjutkan hubungan ini lagi, aku telah mencapai titik kelelahan yang tak terkendali. Meskipun aku bisa saja mempertimbangkan untuk memaafkan, apakah kamu bersedia bersama dengan seseorang yang tidak dapat lagi menatap matamu? Apakah kamu bersedia bersama dengan seseorang yang hatinya sudah kehilangan makna untukmu? Jika aku berada dalam posisimu, aku tidak ingin bersama dengan sosok yang seperti boneka, yang kehilangan makna dalam hatinya."

Diluc: "Jadi waktupun tak bisa memulihkan kondisi kita?"

Jean: "Tidak bisa"

(Brak!)

Dengan kerasnya, pintu pun terhempas, dan wanita yang dicintainya itu pergi meninggalkan rumah. Diluc menutup matanya sejenak, lalu perlahan membukanya lagi.

(Kriiing!)

Diluc: "Lagi? Mimpi ini lagi?"

Diluc membuka matanya dan menemukan langit-langit kamarnya yang sangat familiar, yang telah menjadi saksi selama dua puluh empat tahun kehidupannya. Tanpa menunda lagi, pria itu segera menuju kamar mandi untuk membersihkan dirinya, dan dalam waktu tidak lebih dari sepuluh menit, dia sudah selesai. Diluc membuka lemari pakaian yang selalu rapi dengan pakaian yang telah disetrika oleh Adelinde. Dia mengenakan kembali kaus kerah putih dan jaket cokelatnya, serta celana kain hitam seperti biasanya.

(Krieeeet ...)

Adelinde: "Tuan Diluc, selamat pagi! Sarapannya sudah siap yah di meja makan tuan"

Diluc: "Terima kasih Adelinde"

Adelinde: "Oh iya Tuan omong-omong untuk sesi terapi hari ini apa tuan butuh bantuan Elzer untuk mengemudikan mobil tuan?"

Diluc: "Tidak usah Adelinde kan lagi pula saya masih harus ke kantor capil untuk ambil akta cerai"

Adelinde menyampaikan keheningan yang penuh makna, sambil tersenyum pada tuannya yang akhirnya mulai menampilkan senyumnya. Dia mengangguk dengan hormat dan kemudian melanjutkan tugasnya untuk mengurus rumah. Sementara itu, Diluc turun ke lantai bawah untuk sarapan seperti yang biasa dilakukannya, meskipun kali ini ia duduk sendirian. Meskipun biasanya sarapannya disiapkan oleh kekasihnya, kali ini Diluc merasa kekosongan tanpa kehadirannya. Meskipun omelet yang lezat buatan Adelinde tersaji di meja, Diluc hanya mampu menyantap separuhnya. Ini bukan karena tidak menyukai masakan Adelinde, tetapi karena selera makannya kurang baik dalam beberapa minggu terakhir.

Diluc: "Elzer, kalau ada tamu bisnis tolong urusi yah saya mau ke kantor capil dan RS Liyue"

Elzer: "Tuan yakin tidak butuh bantuan saya?"

Diluc: "Yakin Elzer"

Dengan senyum yang merekah, Diluc mengambil kunci mobil yang diserahkan oleh Elzer. Dia meninggalkan rumahnya yang dapat lebih tepat disebut sebagai mansion, dengan mobil yang telah disiapkan oleh Elzer di depannya. Diluc menempelkan kartu kunci mobil ke gagang pintu mobilnya, lalu menyalakan mesin mobil. Dia menunggu diam selama sekitar dua menit, memastikan mobilnya benar-benar siap untuk dikendarai.

Tak LagiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang