Selamat Pagi

9.8K 1.4K 142
                                    

Sudah dua hari berturut-turut ketika Kim Dokja meminta waktu untuk tidur.

Yoo Jonghyuk menggaruk rambutnya kasar. Seharusnya ia tidak mengizinkan Kim Dokja untuk tertidur lagi.

"Sialan."

.
.
.

Han Sooyoung menyusuri sepanjang jalan menuju rumah sakit.

Ia ditemani oleh Lee Seolhwa yang sejak dua hari lalu diperintah oleh Yoo Jonghyuk untuk memeriksa kondisi Kim Dokja.

"Kenapa si bodoh itu tertidur lagi?" Tanya Han Sooyoung membuka pembicaraan.

Lee Seolhwa menoleh, "Entahlah. Sejujurnya aku juga terkejut saat mendengar kabar ia tiba-tiba terbangun."

Han Sooyoung tak lagi bertanya karena tak puas akan jawaban Lee Seolhwa.

Ia lebih memilih untuk diam.

"Apakah yang kulihat saat itu hanya ilusi si bodoh itu?" Han Sooyoung memijit pelipisnya yang berkedut.

Lee Seolhwa tak tahu harus merespon seperti apa.

Ia membiarkan Han Sooyoung mengeluarkan sumpah serapahnya tentang Kim Dokja.

'Lagipula, kenapa ia tiba-tiba terbangun?' pikir Lee Seolhwa.

.
.
.

Yoo Jonghyuk duduk tenang di kursi kesayangannya. Kursi yang paling dekat dengan kasur Kim Dokja.

Kakinya ia silangkan sembari membalik halaman koran yang ia baca.

Matanya sesekali menatap kearah sosok Kim Dokja yang masih tertidur lelap di atas kasur rumah sakit.

Kim Dokja tak menunjukkan tanda-tanda akan terbangun.

Harapan Yoo Jonghyuk kembali buntu. Dadanya sesak walaupun ekspresinya tetap dingin seperti biasanya.

Kadangkala ia pernah berpikir pasal hubungannya dengan seorang pembaca. Terlebih dengan sosok Kim Dokja.

Apakah salah jika seorang protagonis mengharapkan sesuatu dari seseorang yang membaca kisahnya?

Apakah salah jika seorang protagonis egois perihal perasaan pada pembacanya?

Apakah salah jika seorang Yoo Jonghyuk membutuhkan seorang *Dokja?

Dan apakah salah jika Yoo Jonghyuk lemah karenanya?

Yoo Jonghyuk adalah orang yang lebih tahu tentang semua pertanyaan itu.

Namun, ia tak mau berharap maupun menjawab.

Kasus itu terlalu rumit bagi sosok regressor yang berulangkali dikhianati oleh perasaannya sendiri--

Ding dong ding dong.

Jam dinding berdenting menunjukkan pukul 09.00 pagi. Berhasil membangunkan Yoo Jonghyuk dari lamunan dalamnya.

Yoo Jonghyuk lantas menatapi sekitar nakas.

Masih ada sisa makanan yang diberikan oleh rekan-rekannya saat mengunjungi Kim Dokja beberapa hari yang lalu.

Ia menemukan belasan roti yang sedang nganggur.

Yoo Jonghyuk membawa roti itu dan dibukalah plastik pembungkusnya.

Ia kunyah roti itu perlahan karena tak sedang nafsu makan.

Tapi, ia juga perlu sarapan untuk merawat Kim Dokja sepanjang hari ini.

Selesai dengan acara sarapannya, Yoo Jonghyuk membersihkan diri di kamar mandi rumah sakit.

Tak perlu waktu lama baginya untuk keluar dengan seember air dan handuk kecil yang mengambang didalamnya.

Yoo Jonghyuk mengelap satu per satu bagian tubuh Kim Dokja dengan pelan.

Ia juga tak lupa mengganti baju Kim Dokja dengan yang baru.

Intinya, Yoo Jonghyuk benar-benar merawat Kim Dokja dengan lembut.

Itulah keseharian Yoo Jonghyuk selama ini.

Walaupun terlihat mudah, Yoo Jonghyuk juga mengalami kesusahan saat menyuapi Kim Dokja.

Meskipun Yoo Jonghyuk sudah melumatkan roti hingga dikiranya halus, Kim Dokja tetap tak menelannya dan malah memuntahkannya.

Melelahkan sekali. Mungkin itu yang ada di pikiran Yoo Jonghyuk.

Ia ingin bersandar di kursinya kalau saja tidak ada yang mengetuk pintu kamar mereka.

Tok tok!

"Permisi, tuan." Wanita separuh baya yang tengah tergesa-gesa itu memanggil Yoo Jonghyuk.

"Ada apa?" Yoo Jonghyuk segera melangkah khawatir menghampiri wanita itu.

"Maafkan ketidaksopananku, tuan. Tapi bisakah anda melihat kearah jendela?"

Yoo Jonghyuk lantas berlari kearah jendela dan menyipitkan matanya saat melihat belasan monster tingkat 6 memenuhi jalanan.

"Tsk. Sialan." Yoo Jonghyuk mendecakkan lidahnya.

Tangannya yang gesit langsung mengambil pedang hitamnya dan segera melesat keluar kamar.

Kaki jenjangnya berlari sekencang mungkin menuruni tangga bangunan rumah sakit.

Brak!

Ketika didepan pintu gerbang bangunan, ia mendobrak gerbang tersebut dan seluruh perhatian monster-monster itu tertuju padanya.

Mungkin itu yang sudah direncanakan oleh Yoo Jonghyuk dari awal.

Ia berlari dan memastikan sekelompok monster itu dapat mengikuti langkahnya.

Ketika mendapati mereka sudah diluar jangkauan rumah sakit, Yoo Jonghyuk lantas mengayunkan pedang hitamnya.

Sekelompok monster itu mengerang kesakitan ketika anggota tubuh mereka terbelah akibat tebasan pedang Yoo Jonghyuk.

Hanya membutuhkan waktu belasan menit bagi Yoo Jonghyuk untuk menumbangkan mereka semua.

Damn, protagonis. Mungkin itu yang akan dikatakan Kim Dokja saat melihat semua ini.

.
.
.

Yoo Jonghyuk yang telah sampai didepan pintu kamar Kim Dokja langsung memutar kenop pintu dan mendorongnya.

Entah muncul darimana, tapi angin sepoi-sepoi tiba-tiba menyapa wajahnya.

"Seingatku tadi aku tidak membuka jendela." Gumam Yoo Jonghyuk berusaha mengingat kembali.

Yoo Jonghyuk memberanikan diri untuk melangkah masuk kedalam kamar.

Angin yang entah darimana pun kembali menerbangkan rambut hitamnya.

Tepat beberapa meter dari kasur, Yoo Jonghyuk berhenti sesaat.

Bibir kasarnya bergetar hebat walau sang protagonis mencoba menyembunyikannya.

Matanya membulat sempurna sampai-sampai bisa terlihat pantulan sosok Kim Dokja yang tengah duduk manis disana.

Kim Dokja yang merasa punggungnya panas karena dilihat oleh seseorang pun menoleh.

Ketika kedua pasang mata itu bertemu, Kim Dokja tersenyum lemah.

"Selamat pagi, Yoo Jonghyuk."

While You're Sleeping [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang