Maaf

9.3K 1.2K 89
                                    

Kim Dokja hanya bisa pasrah mendengarkan omelan Yoo Jonghyuk yang tak ada habisnya.

Sudah hampir dua jam Yoo Jonghyuk mengomelinya perkara ia yang tertidur selama dua hari.

Han Sooyoung yang merupakan orang pertama yang diberi kabar tentang bangunnya Kim Dokja hanya mendengus.

Ia tidak berniat kemari hanya untuk mendengar Omelan Yoo Jonghyuk seharian!

"Kau tidak tahu betapa paniknya dia saat kau tertidur lagi." Bisik Han Sooyoung pada Kim Dokja.

Kim Dokja hampir saja tergelak-gelak kalau saja Yoo Jonghyuk tak menatap mereka tajam.

"Jangan berbicara hal yang aneh dibelakang ku, Han Sooyoung." Ancam Yoo Jonghyuk sangar.

Namun, Han Sooyoung mengendikkan bahu tak peduli.

Kim Dokja yang mendengar hal itu lekas terkekeh puas. Kedua rekannya itu tak pernah berubah.

Yoo Jonghyuk mengalihkan pandangannya saat mendengar cekikikan Kim Dokja.

"Kenapa tertawa, hm?" Yoo Jonghyuk mencubit gemas pipi Kim Dokja.

"Akwu twidak twertawa." Sanggah Kim Dokja dengan tangannya yang berusaha menarik tangan Yoo Jonghyuk dari pipinya.

Han Sooyoung yang familiar dengan scene disalah satu kisah romansa BL itu seakan mau muntah.

"Oh ya," Han Sooyoung menepuk pundak Kim Dokja dan sukses menghentikan aksi cubit menyubit kedua pria itu.

"Apa badanmu benar-benar sudah baikan?" Han Sooyoung bertanya khawatir, "Kurasa tubuhmu menjadi semakin lemah."

Harus Kim Dokja akui bahwa tubuhnya semakin melemah setiap harinya.

Kulitnya bahkan masih pucat dan kedua matanya sayup.

Jarinya semakin lentik dan tubuhnya lebih ramping daripada sebelumnya. Tak ada otot yang terbentuk disana.

"Mhmm. Kau benar. Tubuhku masih lemah. Mungkin karena belum terbiasa saja." Jawab Kim Dokja asal.

"Kau yakin?"

Kim Dokja mengangguk. Dan untungnya Han Sooyoung mengerti.

Ia tak mau kembali memaksa Kim Dokja dan beralih menatap kearah lainnya.

"Jadi, kau akan menghabiskan waktu di rumah sakit ini?"

"Mhm. Kata suster begitu." Kim Dokja hanya bisa bernapas pasrah.

"Tumben. Biasanya kau akan mengangkang." Julid Han Sooyoung tepat mengenai hati sang lawan bicara.

Yoo Jonghyuk tak berkomentar. Ia mendengus. Han Sooyoung terlalu banyak berbicara pada Kim Dokja.

Dan Yoo Jonghyuk tak suka itu.

.
.
.

"Hyung!"

"Ahjussi!"

Lee Gilyoung dan Shin Yoosung langsung menubrukkan kepala mereka ke dekapan Kim Dokja kala pintu kamarnya terbuka.

"Kau tidak boleh tertidur lagi, Hyung." Tegas Lee Gilyoung saat menarik kepalanya dari pelukan Dokja.

Shin Yoosung tampak setuju dan mengangguk mantap, "Jangan tinggalkan kami lagi, ahjussi."

Ia hanya bisa tersenyum lemah saat mendengar sesenggukan kedua bocah itu menggema di kamarnya.

Namun, jauh di lubuk hatinya, Kim Dokja tahu ia tak dapat berjanji.

Lee Jihye yang mengantar kedua bocah itu kesana hanya diam di ujung pintu. Tak mau mengganggu acara peluk haru kedua bocah itu.

Kim Dokja yang menyadari hadirnya sosok Lee Jihye hanya melambai lemah.

Lee Jihye tersenyum setengah hati.

Dada Kim Dokja berdenyut ketika melihat reaksinya.

"Ahjussi," panggil Shin Yoosung dengan suaranya yang bergetar.

Kedua anak itu takut. Kehilangannya bukanlah sebuah hal yang baru.

Namun, hati mereka masih kecil. Belum sebesar orang dewasa yang bisa lapang dada melepaskannya.

Dan Kim Dokja adalah orang yang paling tahu akan hal itu.

Ia lantas kembali menarik kepala Lee Gilyoung dan Shin Yoosung ke rangkulannya.

"Maaf." Hanya itu yang bisa keluar dari mulut Kim Dokja.

Ia sukar untuk berjanji.

Tapi disisi lain, ia juga tak kuat menahan rasa egonya yang mendorongnya untuk sekedar menenangkan mereka berdua.

Lee Jihye mengambil alih keadaan dengan suara boyish-nya.

"Ahjussi, kau tidak perlu memaksakan dirimu. Kami tahu kami egois. Tapi, kalau ahjussi menyayagi mereka setidaknya bermainlah dengan mereka berdua." Ucap Lee Jihye berusaha menjadi orang bijak disana.

"Lagipula, aku juga tidak suka melihat anak-anak ini menangis." Tambah gadis itu sembari mengusap tengkuk lehernya sendiri.

Kim Dokja mengangguk mengerti. Lagipula, kedua bocah itu masih berada di bawah tanggung jawabnya.

"Aku mengerti." Kim Dokja nampak berpikir sebentar.

Yoo Jonghyuk sebenarnya ingin protes akan usulan dari muridnya.

Tapi, ia juga tak ingin Kim Dokja merasa terbebani dengan tanggung jawabnya.

Tangan kasar nan lebarnya ia taruh keatas kepala Kim Dokja. Mengusapnya perlahan sambil berbisik.

"Jangan paksakan dirimu. Ingat, kau belum pulih."

Kim Dokja merona saat mendapat perhatian lebih dari sang protagonis.

"Mhm."

.
.
.

To be continued...

While You're Sleeping [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang