09. ( Tidak Mencintainya )

80 59 2
                                    

Bismillahirrahmanirrahim~

Budayakan bismillah sebelum membaca ya :)
______

Jangan lupa vote ok⭐ karena vote itu penting buat para author.

"Jangan Umi! Aiza nggak apa-apa, cuma luka dikit kok bentar lagi juga sembuh." Ujar Aiza ceria.

"Beneran nggak apa-apa?" Mendengar itu Aiza mengangguk dan tersenyum.

Aisyah memandang memandang gadis didepannya yang kini sudah menjadi menantunya tersebut. Saat ini Aiza tengah tersenyum ceria namun Aisyah tahu kemungkinan penyebab luka itu tidaklah sesederhana kelihatannya.

Tetapi karena menantunya tidak berniat memberitahu akan hal itu, Aisyah hanya bisa pura-pura tidak tahu. Wanita paruh baya itu menghela nafas mengingat perlakuan Halima pada Aiza waktu itu. Sebenarnya bagaimana kehidupan gadis itu selama ini?

Tidak mau merusak suasana, Umi Aisyah segera mengalihkan pembicaraan. Mereka berbicara tentang banyak hal yang sederhana namun hangat.

Aiza merasakan matanya berkaca-kaca. Suasana keluarga yang hangat, sejak kapan terakhir kali Aiza merasakan kasih sayang keluarga seperti itu? Mungkin sebelum orang tuanya meninggal?

Beberapa saat berbincang, Zaid mulai memperkenalkan orang-orang yang ada disana satu persatu.

"Aiza, perkenalkan ini Pak Nur, ini mang Udin, terus yang ini Bi Ijah. Merekalah yang selama ini mengurus rumah ini Aiza. " Ujar Zaid.

"Iya sayang, Pak Nur bekerja sebagai sopir, kalau mang Udin sebagai tukang kebun, dan ini Bi Ijah pembantu paling lama disini." Aisyah menjelaskan.

"Lalu mereka-mereka ini adalah pegawai profesional baru yang akan membantu kamu dirumah ini."

Aisyah menunjuk ke arah 3 orang wanita berseragam pelayan dihadapannya.

"A-anu... Bukannya itu terlalu berlebihan Umi, Abi? Insyaallah Aiza masih sanggup kok mengurus rumah sendiri." Kata Aiza canggung.

"Lohh... Kok gitu? Padahal Umi sama Abi udah bawa orangnya loh..." Ujar Umi Aisyah sedih.

"Bukannya gitu Umi, umm... Mengurus rumah itukan salah satu tugasnya Aiza sebagai seorang istri, Aiza ingin memenuhi kewajiban Aiza dengan tangan Aiza sendiri Umi. Insyaallah Aiza pasti mampu kok." Jelas Aiza dengan lembut.

Aisyah dan Zaid tertegun atas jawaban Aiza, merasa kagum dengan pemikiran Aiza yang mulia. Mereka merasa beruntung karena memiliki menantu yang bukan hanya baik rupanya namun juga hatinya. Subhanallah...

"Kamu yakin nggak butuh mereka nak? Rumah ini agak besar loh." Tanya Zaid.

Gadis beriris coklat itu pun mengangguk sebagai jawaban.

"Nggak bisa gitu dong sayang, meski begitu setidaknya kamu harus memilih satu untuk membantu kamu. Kami nggak mau kamu kecapekan sayang..." Ujar Aisyah lembut.

Pada akhirnya Umi Aisyah mengalah pada menantunya untuk tidak menambah pelayan, cukup Bi Ijah, Pak Nur, dan mang Udin yang memang sudah lama bekerja dirumah Azka. Setelah itu mereka pun melanjutkan untuk memotong kue dan kebetulan Azka juga sudah turun.

Aiza tersenyum kepada Azka namun suaminya itu hanya memasang wajah datar dan melewatinya sebelum duduk disebelah Zaid. Melihat itu Aiza menunduk sambil menghela nafas saat sebuah tepukan mendarat di bahunya.

Aiza mendongak dan melihat Umi Aisyah tengah tersenyum lembut sambil mengangguk kepadanya, Aiza membalasnya dengan senyuman.

_____

Di sebuah halaman, terlihat seorang pemuda dan pria paruh baya yang sedang bercakap-cakap. Mereka tak lain adalah Azka dan Zaid, entah apa yang pasangan ayah dan anak itu bicarakan.

Zaid menatap putra semata wayangnya itu dengan datar.

"Azka, Abi tidak peduli dengan sikap kamu yang sebelumnya. Tapi karena sekarang kamu sudah menikah, kamu harus melupakan dia." Ujar Zaid.

"Kenapa Abi? Kenapa Abi segitunya tidak menyukai dia. Kenapa Abi tidak percaya dengan Azka dan memisahkan Azka dengan orang yang Azka cintai."  Azka menatap Zaid dengan kecewa.

"Karena dia tidak pantas untukmu Azka." Zaid menghela nafas.

Jawaban ayahnya itu membuat Azka mendengus.

"Hah! Selalu saja. Kenapa setiap Azka bertanya alasannya, jawaban Abi selalu sama. Dia tidak pantas untuk Azka? Memangnya apa yang membuat dia tidak pantas untuk Azka? Aiza, apa gadis itu pantas untuk Azka?!" Azka meninggikan suaranya  frustasi.

"Jangan membedakan Aiza dengan dia Azka! Aiza jauh lebih baik dalam segala hal dari orang yang kamu cintai itu." Ujar Zaid.

"Lebih baik? Lebih baik apanya Abi? Dia juga baik dan juga cantik. Jika masalah dia yang tidak menutup aurat, Azka bisa memintanya untuk berubah. Dia pasti mau melakukannya." Jawab Azka.

Azka menatap Zaid yang saat ini tengah memandang ke arah langit yang cerah, tidak berniat menjelaskan pada putranya itu.

"Azka tidak mencintainya Abi. Tidak akan pernah!" Ujar Azka dengan tegas.

Zaid menggelengkan kepalanya mendengar jawaban puteranya itu. Bagaimana bisa putranya yang cerdas tidak bisa membedakan mana batu dan mutiara. Zaid memandang putranya dengan iba.

"Kamu mungkin tidak mencintainya sekarang Azka. Tapi Abi yakin suatu saat kamu akan. Karena batu tidak akan bisa menjadi mutiara, dan kamu pasti akan menyadarinya."

Zaid menepuk bahu putranya sebelum beranjak.

Azka memandang kepergian Abinya. Tangannya terkepal erat. Kenapa Abinya tidak bisa mengerti  perasaannya? Kenapa Abinya begitu ingin memisahkan dirinya dengan orang yang ia cintai?

Azka menggertakkan giginya saat mendengar suara langkah kaki dari belakang menghampirinya. Orang itu adalah Aiza, gadis yang saat ini menjadi istrinya. Sejak kapan dia ada disana?

Azka menaatap tajam kearah Aiza membuat langkah gadis itu terhenti ditempatnya.

"Umm, anu.... Makanannya sudah siap kak. Umi menyuruh semua berkumpul di ruang makan." Ujar Aiza takut, pasalnya Azka menatapnya sangat tajam.

Azka tidak menanggapi ucapan gadis itu, pemuda itu mendengus dan segera melewatinya begitu saja. Entah sengaja atau tidak, Azka menabrak bahu Aiza yang membuat gadis itu meringis.

-
-

Assalamualaikum Aiza HumairaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang