"Orang ketiga?" tanya Aarav heran.
"Bagi Zora, gue orang ketiga yang bakal ganggu hubungannya dengan Wren. Padahal, Zora lebih cantik dan modis dari gue. Zora tuh cemburuan banget. Kita berdua cukup dekat sebelum ia jadian ama Wren. Ah, sudahlah."
"Kayaknya lo juga suka ama Wren."
"Rav, gue boleh nanya? Cuma lo jangan marah, ya," pinta Shea memilin ujung baju, tanda ia gelisah.
"Tanya aja."
"Lo benci gue, ya? Dari awal sekelas, sikap lo ke temen lain baik semua sedangkan ke gue seperti orang musuhan. Jangan marah, gue ajak ngomong pas lo lagi lurus."
"Siakul lo. Awal emang gue sebel banget ama lo masalah tempat duduk. Sebel gue makin bertambah saat liat lo suka nyontek padahal otaknya encer. Lo juga berisik," ucap Aarav tersenyum tipis.
"Gila, nggak nyangka sifat gue separah itu. Gue males belajar karena capek, Rav. Pulang sekolah kudu kerja di toserba deket rumah. Lo kan tau kalau Bokap udah nggak ada. Nyokap merit lagi dan punya anak satu. Selama ini Nyokap nggak peduli ama gue. Anaknya cuma satu, ya itu, adik tiri gue. Beban berat itu kali yang bikin gue gampang spaneng kalau ada yang nggak nurut maunya gue. Ya itu, elu."
"Nasib kita sebelas - dua belas, Shea," canda Aarav.
Mereka saling bertatapan, lalu tertawa. Menertawakan nasib yang telah menimpa mereka.
"Shea, jadilah sahabat gue. Saat kita berdua lemah, ada yang menguatkan. Boleh?" pinta Aarav pelan.
Bagi pemuda itu, ia bukanlah orang yang dapat membuat Shea bahagia. Aarav tidak tega untuk menarik Shea dalam kehidupannya yang sulit. Bagi pemuda tampan itu, untuk saat ini cukuplah sebagai sahabat hingga ia bisa menjaga gadis yang dicintainya, Arashea Kaluna.
Shea menatap Aarav lekat-lekat. Ada rasa empati dan iba yang muncul dalam hati. Ia dapat merasakan ketidakberdayaan Aarav, sama seperti dirinya. Shea mengangguk, ia setuju untuk bersahabat dengan Aarav. Seperti perkataan pemuda itu, mereka dapat saling menguatkan.
"Tentu boleh, Rav. Kita sahabat sekarang dan tidak ada rahasia di antara kita. Deal?"
"Deal."
"Kita balik ke kelas yuk, Rav. Gue udah janji untuk fokus pada pendidikan. Gue harus meraih beasiswa."
"Mulai hari ini kita belajar bareng saja. Sehabis lo kerja?"
"Gue pulangnya malem, Rav. Bahaya buat lo kalau pulang malem. Hum, sebenernya gue punya ide untuk kita mendapatkan uang. Bolos, yuk. Mau ke pantai?" tawar Shea.
"Baru janji udah badung lagi. Hayo, gue juga udah males balik."
--o0o--
Aarav dan Shea duduk di atas karang yang tinggi sambil menatap jauh ke laut lepas. Saat-saat seperti ini membuat Shea teringat pada Kinan, Mamanya.
"Kenapa, Shea. Lo udah janji tuk tidak nyembunyiin apa pun."
"Gue inget Nyokap, Rav. Makin hari gue merasa semakin asing ke Nyokap. Kita udah lama nggak contact, tetapi sama sekali nggak kangen."
"Lo udah bisa terima kehadiran Adik tiri?"
"Gue iri ama Nara. Kita berdua anak kandung Nyokap, tetapi perlakuan ke kita tuh beda. Ulang tahun kita beda tiga hari. Nara dulu, lusanya gue. Lo percaya? Ulang tahun Nara dirayain cukup gede sedangkan sampai hari ini nggak ada ucapan selamat ulang tahun dari Nyokap gue. Beruntung Tuhan masih kasian ama gue melalui keluarga Wren. Mereka buat pesta ulang tahun yang meriah buat gue. Cuma sekarang gue udah nggak bisa bebas ketemu Tante Rika yang udah gue anggap sebagai ganti Nyokap. Lo tau kenapa? Karena menjaga perasaan Zora juga gue capek dicemburui Zora."
"Lo kangen ama Tante Rika?"
"Kangen banget," ucap Shea lirih.
"Kita ke sana sekarang. Kalau lo pergi ama gue, nggak ada alasan bagi Zora tuk cemburu. Ayo, sebelum makin malam."
"Makasih ya, Rav," ucap Shea memegang tangan sahabatnya.
Mereka ke rumah Wren dengan memakai mobil online. Shea merasa gelisah sepanjang perjalanan. Memikirkan apa yang akan dilakukan saat bertemu Wren atau Davesh. Setengah jam kemudian, mereka telah sampai. Aarav memencet bel. Terdengar suara kaki dan pintu terbuka.
"Aarav, Shea, ayo masuk. Kalian sungguh keterlaluan hingga tidak pernah ke sini. Tante rindu sekali," ucap Rika antusias.
"Maaf, Tante. Wren dan Kak Davesh ada?"
"Davesh di kantor. Kalau Wren sedang pergi bersama temannya. Kalian pulangnya nanti, setelah makan malam. Tidak ada penawaran," ucap Rika melangkah menuju dapur untuk mengambil minuman.
"Gue tau sekarang, lo dari gen mana? Gen tidak ada penawaran," bisik Shea yang membuat Aarav terkikik geli.
"Shea, mengapa tidak pernah ke sini? Melupakan Tante?" sungut Rika.
"Tante lupa kalau Shea kerja? Apa kabar Tante? Kelihatannya makin banyak saja tanamannya," ucap Shea.
"Ayo ke taman. Mumpung kalian datang, bantu Tante berkebun sekarang."
Aarav menatap tajam pada Shea, yang membuat gadis itu terkekeh. Shea langsung mengikuti Rika ke taman di samping rumah. Ia sama sekali tidak keberatan karena menyukainya. Mereka bercanda dan bercerita sambil berkebun. Aarav melemparkan seekor cacing karena mengira Shea akan menjerit ketakutan. Pemuda itu harus kecewa karena Shea sama sekali tidak jijik.
Pintu rumah berbunyi, Rika minta izin untuk membukakan pintu. Shea dan Aarav masih bercanda di taman. Tubuh Shea membeku saat mendengar suara yang dirindukannya selama ini.
"Sore, Ma ...."
"Sore, Tante ...."
Shea dan Aarav saling bertatapan. Mereka mengenal suara itu. Zora. Ada yang terlepas dari hati Shea.
'Ternyata Wren serius hingga mengajak Zora ke rumah untuk diperkenalkan dengan Tante Rika.'
"Are you okay? Kita pulang saja," ucap Aarav menyentuh punggung tangan Shea.
"Gue baik-baik saja hanya tidak menyangka Wren ternyata serius dengan Zora," ucap Shea lirih.
"Lo suka Wren?" tanya Aarav mencoba menata hati.
Shea mengangguk. Aarav melihat mata gadis itu tampak berembun. Pemuda itu mengerti rasa itu karena ia ada di titik tersebut. Mencintai tanpa dicintai.
"Ada tamu, Ma?" tanya Wren saat melihat dua pasang sepatu di teras rumah.
"Iya, ada Aarav dan Shea," ucap Rika, lalu memanggil Shea dan Aarav.
"Ada gue, Shea. Pegang saja tangan gue kalau lo nggak nyaman, oke? Kita masuk ke rumah, nggak enak ama Tante Rika."
"Hai Zora, Wren," sapa Aarav sedangkan Shea hanya tersenyum.
Wajah Zora tampak masam saat melihat Shea.
'Sia***, sejauh mana hubungan Shea dengan keluarga Wren?'
"Udah lama, Rav, Shea? Sorry gue nggak tau lo berdua mau datang," ucap Wren menatap Shea tajam seakan meminta penjelasan.
"Gue kangen sama Tante Rika. Pas ketemu Shea, ya sudah gue ajak sekalian. Gue ama Shea pamit pulang. Kita udah lama juga di sini."
"Makan malam dulu baru pulang, Rav, Shea. Tante masih kangen sama kalian berdua. Kalau mau mandi dulu bisa ke kamar Wren atau kamar tamu."
"Tan, Shea pulang sekarang karena harus kerja," tolak Shea halus saat melihat Zora mengintimidasinya.
"Lo gimana? Ikut makan?" bisik Aarav.
"Pulang, Rav. Lo nggak liat mata Zora? Gue nggak mau disebut sebagai orang ketiga?" ucap Shea.
"Bagi Zora, gue orang ketiga yang bakal ganggu hubungannya dengan Wren. Padahal, Zora lebih cantik dan modis dari gue. Zora tuh cemburuan banget. Kita berdua cukup dekat sebelum ia jadian ama Wren. Ah, sudahlah."
Aarav menyetujui, tanpa disadari pemuda itu menarik tangan Shea dan membawanya untuk menemui Rika. Wren terus menatap ke arah jemari yang bertautan dan Zora menatap kekasihnya dengan tatapan yang tidak dapat diartikan.
'Dasar gadis murahan, sekarang kita akan berurusan,' batin Zora mengepalkan tangan di bawah meja.
YOU ARE READING
Arashea - When Love Comes
Teen FictionTerjebak dalam cinta dua pemuda yang paripurna? Mana yang akan dipilih Arashea? Cinta yang dewasa atau sebuah cinta yang berawal dari sebuah kekesalan? Dapatkah Shea memutuskan saat hatinya bimbang karena memiliki cinta yang sama pada kedua kakak be...