22

411 62 6
                                    

happy reading!

happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

☘️☘️☘️

"Mau gue anterin pulang?"

Pertanyaan Jay membuat jantung Ayra tiba-tiba saja berdegup kencang entah mengapa. Gadis itu menarik senyum tipis, kemudian mengangguk dengan pelan.

Jay meraih tangan Ayra, menggenggam jari-jari yang lebih mungil darinya. Sebelum membawa Ayra pergi, pemuda itu menoleh ke arah Dita yang sedari tadi hanya diam menjadi pengamat dan pendengar. "Tolong izinin Ayra ke guru ya, Dit,"

Dita mengangguk paham, kemudian pandangan Jay berpindah ke Dipta. "Izinin gue juga, nanti gue balik setelah nganter Ayra,"

Jay menepuk pundak Dipta lalu melenggang pergi bersama Ayra.

Dipta membuang napas dengan kasar setelah memandangi kepergian dua orang itu. Sepertinya Jay masih belum merelakan Ayra sepenuhnya. Ia berpikir jika Jay mungkin masih bingung dengan perasaannya sendiri.

"Gue juga gak paham sama temen lo itu," tiba-tiba Jaki bersuara, dan ucapan Jaki seolah-olah pemuda itu bisa membaca pikiran Dipta membuat Dipta menatap Jaki, menunggu laki-laki itu melanjutkan ucapannya.

"Labil banget. He acts like he hates her, but now he's acting like only he can help her,"

"That's a fucking crazy. Temen lo bener-bener gila,"

Dipta tertawa kecil mendengar kata-kata yang diucapkan oleh Jaki. Dipta tertawa sebab apa yang dikatakan oleh Jaki benar. Jay sepertinya sudah gila. Dipta tidak mengerti apa yang ada di pikiran Jay.

"Daripada bahas Jay, mending kita labrak Wiyana aja gak, sih?" Dita menyuarakan idenya yang sejak tadi bertengger di dalam kepalanya. Gadis itu berjalan dan berhenti di tengah, di antara Dipta dan Jaki.

"Nenek lampir itu kayanya perlu dikasih pelajaran. Ini udah keterlaluan banget. Dari kelas sepuluh gue udah pengen nonjok mukanya yang ngeselin itu,"

Dipta dan Jaki masih diam, belum memberikan reaksi apa-apa. Dita melanjutkan ucapannya, "Gue udah tau sebenarnya Wiyana emang gak suka sama Ayra dari kelas sepuluh. Mungkin karena Ayra waktu itu masih sama Jay dan Jay selalu ada buat Ayra jadi dia gak berani macem-macem,"

"Sekarang dia berani bikin Ayra kaya gini karena dia pikir Jay udah gak peduli lagi sama Ayra. Gue gak bisa biarin ini, Wiyana harus dikasih pelajaran. Kalo didiemin dia gak bakal berhenti buat bikin Ayra jatuh,"

Setelah berbicara seperti itu, Dita mulai melangkahkan kakinya dengan emosi yang menggebu-gebu. Kemarahan yang ia pendam selama ini seolah-olah memberontak ingin diluapkan.

Namun Jaki dan Dipta segera menahan gadis tersebut, membuat Dita menatap kedua pemuda yang sama-sama menahan bahunya. "Kenapa?"

"Lo mending urusin surat izin Ayra aja. Urusan Wiyana biar jadi urusan gue," Dipta menurunkan tangan yang tadi berada di bahu Dita. Belum sempat Dita membalas, Jaki lebih dulu menyahut, "Betul. Biar gue sama Dipta yang ngurusin Wiyana. Lo balik ke kelas aja. Sebentar lagi bel masuk,"

Can I? | 𝐉𝐚𝐲 𝐄𝐧𝐡𝐲𝐩𝐞𝐧 [ ON HOLD ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang