Jarum jam tepat menunjukkan angka 18.00. Malam ini mungkin Caca tidak akan makan malam sendirian seperti biasanya. Ayah Caca selalu berangkat pagi pulang malam. Berangkat saat matahari terbit dan pulang sesudah matahari terbenam. Hal itu membuat Caca kesepian karena tidak ada yang menemaninya makan malam.
Caca hanya tinggal bersama Papah nya, Mamanya sudah lama berpisah. Sehari-hari Caca hanya ditemani oleh seorang pembantu di rumahnya—Bi Inah. Bi Inah sudah lama menjadi pembantu di rumah Caca. Sebelum Papah dan Mamanya Caca cerai, Bi Inah sudah menjadi bagian dari keluarganya. Bahkan Bi Inah juga tau betul dengan hal perceraian kedua orangtua Caca.
"Neng, ini makan malamnya sudah siap," panggil Bi Inah.
Caca yang masih rebahan di kamar pun bergegas untuk keluar.
"Iya, Bi, sebentar," balas Caca.
Caca melangkahkan kakinya menuruni anak tangga satu persatu.
"Neng, malam ini Neng Caca makan malamnya bareng Papah, ya," pinta Bi Inah. Karena biasanya yang menemani Caca makan malam adalah Bi Inah. Tetapi khusus malam ini Papah Caca pulang gasik tidak seperti biasanya.
Tidak ada angin tidak ada hujan, tumbenan sekali bisa pulang cepet.
"Loh, emang Papah udah pulang, Bi?" tanya Caca heran.
"Iya, tadi udah pulang. Sekarang masih di kamar bersih-bersih dulu kayaknya.
Caca sudah stay di meja makan menunggu Papahnya yang katanya mau menemaninya makan malam.
"Caca Sayang. Maafin Papah ya, Papah gak jadi nemenin Caca makan. Papah ada urusan mendadak ini. Kamu makan sama Bi Inah saja, ya," ucap Papah Caca yang baru saja turun dari tangga.
Caca menunduk lesu.
"Hmmm."
"Gapapa ya sama Bi Inah. Jangan lupa belajar, Papah nggak mau liat anak Papah jadi orang bodoh."
Sendy—Papah Caca terburu-buru melangkahkan kakinya menuju meja makan. "Jangan lupa belajar Caa, awas aja kalo sampe Papah liat nilai kamu turun," peringat Sendy.
Caca memutar bola matanya, rasanya ingin berontak tapi dia bisa apa. Segala sesuatu kebutuhan dan lain sebagainya yang nanggung adalah Papahnya, kalo Caca tidak menuruti apa kata Papahnya, dia mau jadi gelandangan? Ahhh, sepertinya itu lebih baik. Daripada ia harus tertekan terus menerus seperti ini. Lama-lama ia bisa jadi gila menuruti ambisinya Sendy.
Belum lagi Caca sudah dipaksa untuk masuk kedokteran setelah lulus SMA. Sudah pasti butuh perjuangan lebih untuk bisa masuk ke kedokteran apalagi di kampus incaran Papahnya. Universitas Indonesia (UI), sudah lama Sendy terus mengingatkan Caca agar bisa masuk kedokteran UI.
Sebab itu Sendy terus menekan Caca untuk rajin-rajin belajar, dan menjadi anak paling pintar di kelasnya.
Caca hanya diam membisu mendengar ucapan Papahnya yang penuh dengan ambisi itu.
"Sudah Neng, jangan terlalu dipikirkan ucapan Papah. Yang terpenting Neng udah berusaha." Bi Inah mengelus pundak Caca.
"Caca nggak pengen jadi dokter, Bi. Caca pengennya masuk psikologi. Caca ngggak suka dokter," pinta Caca.
"Caca itu punyak hak nggak si, Bi? Hak untuk memilih cita-cita Caca, apa mungkin Caca nggak berhak ya, Bi?" tanya Caca pada Bi Inah.
Semua anak punya hak untuk memilih apa yang mereka minati, sebagai orang tua tidak seharusnya memaksakan kehendak pada anaknya. Ahhh, sepertinya itu tidak mungkin bagi Sendy. Sendy adalah Ayah yang berbeda dari yang lain.
"Caca nggak suka dengan sikap Papah, Caca pengen sama Mama aja. Caca kangen Mama, kangen Alfriza, Caca kangen dimasakin sama Mama. Caca kangen Mama, Bii." Caca kembali mengingat kepergian Mama dan adiknya.
"Iya, Neng. Bibi paham kok, tapi Neng juga harus ingat Papa. Kasihan Papa nanti sendirian kalo Caca sama Mama dan Alfriza." Bi Inah ikut duduk di kursi makan.
"Ya Papah sama selingkuhannya lah, Bi. Sampai saat ini Papah juga masih berhubungan sama wanita bangsat itu 'kan Bi?" Caca menekankan kata selingkuhan.
Caca belum pernah liat secara langsung seperti apa wajah seorang wanita yang dijulukinya sebagai wanita bangs*t.
"Nggak boleh bilang seperti itu Neng. Bibi paham kok Neng Caca pasti kecewa banget sama Papa, benci banget sama wanita itu. Tapi Neng Caca tetap nggak boleh nyebut wanita itu ditambahi kata bangs*t ya, nanti kalo sampe Papah denger Neng pasti bakalan dimarahi," tutur Bi Inah.
"Emang wanita itu seperti apa sih, Bi? Bibi pernah liat wajahnya nggak? Bibi punya fotonya?" tanya Caca bertubi-tubi.
"Kalo foto, Bibi enggak punya, Neng. Kalo liat pernah, dulu pernah dibawa ke rumah kok, tapi pas Neng Caca, Alfriza, dan Mama lagi nggak di rumah. Emang kenapa nanya gitu, Neng?"
"Caca itu kepo, secantik apa si sampe bisa godain Papah Caca? Kalo Caca udah ketemu ih pengen Caca bunuh. Dasar wanita jalang!" geram Caca.
"Hemm, sudah-sudah Neng. Kita makan aja yuk, ntar keburu dingin makanannya jadi nggak enak," ajak Bi Inah.
Akhirnya Caca dan Bi Inah pun memulai makan malam bersama. Sendok dan garpu di tangannya mulai bertempur dengan piring di depannya.
Caca dan Bi Inah bukan seperti pembantu dengan majikannya. Tapi seperti seorang ibu dengan anaknya.
"Nambah lagi Bi, yang banyak," perintah Caca.
"Udah kenyang Bibi, Neng," jawab Bi Inah terkekeh.
Setelah selesai acara makan malam berdua, Caca lanjut menuju kamarnya lagi seperti biasa.
Knop pintu kamar pun terbuka karena tangan Caca yang menariknya. Kamar yang lumayan luas dan tertata rapi. Dindingnya bernuansa biru, warna kesukaan empunya. Di ranjang terdapat banyak boneka-boneka lucu yang menemani tidur sang pemiliknya itu.
Caca merebahkan tubuhnya di kasur empuk miliknya. Tangannya meraih benda pipih yang berada di atas meja samping ranjang.
Dibukanya handphone itu dan jarinya meng-klik aplikasi berwarna hijau yang bertuliskan WhatsApp.
Terpampang sebuah room chat yang isinya ratusan pesan. Entah sejak kapan pemiliknya tidak membalas pesan-pesan itu."Ahh, males deh bales chat dari mereka-mereka. Gak penting," ucap Caca.
Dilanjutkannya ganti membuka aplikasi lain. Aplikasi bertuliskan instagram. Berandanya penuh dengan postingan-postingan tentang SNMPTN, bukan dipenuhi dengan foto-foto oppa-oppa kolea gitu.
'Alam_rfky' mulai mengikuti anda.
Distalking lah username bernama 'Alam_rfky' itu. Tidak dipenuhi dengan postingan-postingan foto miliknya. Tapi bersih tidak ada satupun postingan yang menghiasi akun instagramnya. Hanya ada beberapa sorotan instastory dengan foto sampul background aestethic.
Dibukalah instastory itu dan ternyata itu adalah Alam yang ia kenal. Iya, itu adalah Alam Ar-Rafky Putra.
"Ini beneran Alam 'kan ya? Gila si selebgram, followersku aja kalah sama dia," ucap Caca sambil menscroll siapa saja temen yang sudah mem-follow dia. Ternyata Kayla sudah lebih awal mem-follow akun instagram milik Alam.
KAMU SEDANG MEMBACA
Support System [Open PO]
Teen Fiction"Kamu bisa nggak jadi support system aja?" Definisi support system, Besti? Cantika Mahreen Almahyra atau biasa disapa Caca, dan Alam Ar-Rafky Putra, dua orang siswa yang bisa menjadi support system satu sama lain. Keduanya sama-sama korban broken...